KODE ETIK PERAWAT DALAM MENGHADAPI HIV/AID
Disusun
Oleh:
Nama :
NIM.
UNIVERSITAS ABULYATAMA
AKADEMI KEPERAWATAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Kode Etik Perawat Dalam Menghadapi HIV/AID” yang merupakan
salah satu tugas mata kuliah.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami, hingga tersusunnya makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, hal ini
disebabkan oleh karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta sumber yang
penyusun miliki. Oleh karena itu, penyusun harapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak.
Akhirnya penyusun berharap mudah –
mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan para pembaca
pada umumnya.
Banda Aceh, 24 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ............................................................................ 1
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum ........................................................................ 1
2.
Tujuan Khusus ....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian .................................................................................... 2
B.
Etiologi......................................................................................... 3
C.
Patofisiologi ................................................................................. 3
D. Klasifikasi .................................................................................... 4
E. Tanda Dan
Gejala
........................................................................ 5
F. Komplikasi ................................................................................... 6
G. Penatalaksanaan ........................................................................... 7
H.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ........................................... 9
I.
Contoh Kasus ................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................... 19
B.
Saran............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyebabkan penyakit AIDS (Acquired
immunodeficiency Syndrom), yaitu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan
akan berakhir dengan kematian. Banyak orang dengan HIV positif tidak menyadari
bahwa mereka membawa virus tersebut dan akan menyebarkannya tanpa disadari
lewat kontak dengan darah serta cairan tubuh. Para pekerja kesehatan yang
bekerja dirumah sakit menghadapi resiko untuk terinfeksi, Perawat yang merasa
stres dan menanggung beban mental yang terlalu berat dapat mengalami distres
fisik serta mental dalam bentuk keluhan mudah lelah, sakit kepala, perubahan
pola makan serta tidur, perasaan tidak berdaya mudah tersinggung , apatis,
negativitas dan amarah.
Perawatan Penderita HIV / AIDS yang tersusun
didalam makalah ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi Mahasiswa/ Mahasiswi
AKPER PEMDA Kab. Subang sebagai gambaran tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh Mahasiswa ketika praktek di lapangan.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Dengan tersusunnya
makalah ini diharapkan mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang Kode Eitik
Perawat Dalam Menhadapi HIV / AIDS.
2.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i
dapat mengetahui Kode Eitik Perawat Dalam Menhadapi HIV / AIDS.
b. Mahasiswa/i
dapat mengetahui standar Kode Eitik Perawat Dalam
Menhadapi HIV / AIDS.
c.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1.
AIDS atau Acquired Immune
Deficiency Sindrome merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang
disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome
Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan
penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan
tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan
gejala-gejala penyakit
2.
Kerusakan progrwsif pada
system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV /AIDS) amat rentan
dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya
tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan
meninggal.
3.
AIDS adalah sekumpulan
gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang
diakibatkan oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir)
4.
AIDS diartikan sebagai
bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan
infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
5.
AIDS diartikan sebagai
bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon
imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan
kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
B.
Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang
mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan
retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T.
C.
Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel
dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi
respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka
system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi
sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini,
gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah
T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau
apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
D.
Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang
dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang
termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
- Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja
dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan
tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
a.
Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
b.
Limpanodenopati
generalisata yang persisten (PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty)
c.
Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut dengan sakit yang menyertai atau
riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
- Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a.
Angiomatosis Baksilaris
b.
Kandidiasis Orofaring/
Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
c.
Displasia Serviks (
sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d.
Gejala konstitusional
seperti panas ( 38,5 oC ) atau diare lebih dari 1 bulan.
e.
Leukoplakial yang
berambut
f.
Herpes Zoster yang
meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
g.
Idiopatik
Trombositopenik Purpura
h.
Penyakit inflamasi
pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
- Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja
mencakup :
1.
Kandidiasis
bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2.
Kanker serviks inpasif
3.
Koksidiomikosis
ekstrapulmoner / diseminata
4.
Kriptokokosis
ekstrapulmoner
5.
Kriptosporidosis
internal kronis
6.
Cytomegalovirus ( bukan
hati,lien, atau kelenjar limfe )
7.
Refinitis
Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8.
Enselopathy berhubungan
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9.
Herpes simpleks (ulkus
kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10.
Histoplamosis diseminata
/ ekstrapulmoner )
11.
Isoproasis intestinal
yang kronis
12.
Sarkoma Kaposi
13.
Limpoma Burkit ,
Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14.
Kompleks mycobacterium
avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15.
M.Tubercolusis pada tiap
lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16.
Mycobacterium, spesies
lain,diseminata / ekstrapulmoner
17.
Pneumonia Pneumocystic
Cranii
18.
Pneumonia Rekuren
19.
Leukoenselophaty
multifokal progresiva
20.
Septikemia salmonella
yang rekuren
21.
Toksoplamosis otak
22.
Sindrom pelisutan akibat
Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
E.
Tanda Dan Gejala
Pasien AIDS secara khas punya
riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti
flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati,
keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama
penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan
suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal
1.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala
penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit
kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah
ditubuh.
2.
Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.
Radang kelenjar getah
bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening
diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
F.
Komplikasi
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV
oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2.
Neurologik
§
Kompleks dimensia AIDS
karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf,
berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.
§
Enselophaty akut, karena
reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
§
Infark serebral kornea
sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
§
Neuropati karena
imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
3.
Gastrointestinal
§
Diare karena bakteri dan
virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan
efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
§
Hepatitis karena bakteri
dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia,
mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
§
Penyakit Anorektal karena
abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi,
dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.
Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan
zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6.
Sensorik
§
Pandangan : Sarkoma
Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
§
Pendengaran : otitis
eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
G.
Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi
perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah
terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
§
Melakukan abstinensi
seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
§
Memeriksa adanya virus
paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
§
Menggunakan pelindung
jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency
Virus (HIV) nya.
§
Tidak bertukar jarum
suntik,jarum tato, dan sebagainya.
§
Mencegah infeksi kejanin
/ bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
- Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
- Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT
tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < >3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
- Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
§
Didanosine
§
Ribavirin
§
Diedoxycytidine
§
Recombinant CD 4 dapat
larut
- Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
- Pendidikan untuk menghindari
alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang
kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
- Menghindari infeksi lain, karena
infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
H.
Konsep Dasar HIV/AID
1.
Pengkajian
a.
Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena
sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik,
kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens
pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang
berhubungan dengan kelainan hospes :
§
Kerusakan respon imun
seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia
timik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
§
Kerusakan imunitas
humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia
congenital, protein – liosing
enteropati (peradangan usus)
b.
Pemeriksaan Fisik
(Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
§
Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas (Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan).
§
Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan
lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi
perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
§
Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan
sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri,
marah.
§
Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering
dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah,
diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan
jumlah, warna, dan
karakteristik urine.
§
Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan
gigi dan gusi yang buruk, edema
§
Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
§
Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status
mental,kerusakan status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas,
refleks tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.
§
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan gerak, pincang.
§
Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif,
batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi
napas, adanya sputum.
§
Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses,
timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan
umum.
§
Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
§
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
§
Penyuluhan /
Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.
c.
Pemeriksaan Diagnostik
1)
Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian
masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan
penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a)
Serologis
-
Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
-
Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
-
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
-
Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200> 200>
-
T8 ( sel supresor
sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel
suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
-
P24 (Protein pembungkus
Human ImmunodeficiencyVirus (HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
-
Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
-
Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler.
-
Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
b)
Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces,
cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi
: parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
c)
Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
d)
Tes Lainnya
1)
Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
2)
Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
3)
Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
4)
Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
5)
Brankoskopi / pencucian
trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru
2)
Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap
virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau
bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi
awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi
semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
a)
Tes Enzym – Linked
Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan
kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
b)
Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
c)
Indirect
Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
d)
Radio Immuno
Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
3)
Pelacakan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya.
Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture
assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya
kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk
mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus
(HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan
yang mengukur beban virus (viral burden)
AIDS muncul setelah benteng
pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh
oleh virus HIV, dengan runtuhnya/ hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T,
maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana
sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri
yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang
dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui
hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak
langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita
virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu
pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet.
Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal
dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah,
seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk
darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan
melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai
penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat
tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun.
Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV
semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4,
semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh
sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai
menampakkan gejala-gejala AIDS.
I. Contoh Kasus
S : Pasien tampak lemas, komunikasi
berukurang. BAB mencret (+) nafsu makan menurun, Sesak, batuk namun jarang.
sering berkeringat. Candidiasis oral (+). Demam (+).
O : Keadaan Umum :
Tampak sakit berat
Kesadaran :
Delirium
Tekanan
Darah : 90/50 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 38.5 oC
Kepala : Sklera ikterik -/-
Konjunctiva anemis +/+
Leher : Teraba KGB
Cor : BJI-II normal,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler
+/+, Ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen
: Datar, Tugor kulit kurang
baik. bising usus
(+) Meningkat
Extremitas
: Edema extr. superior
-/-, akral hangat +/+,
Edema extr.
Inferior
-/-, akral hangat +/+,
A: HIV
P: Cefotaxim 3 x 1
Transfusi prc
NaCL 3%/24Jam
Aminofluid/8Jam
Rontgen
ANALISA
KASUS
I.
DAFTAR MASALAH
1.
HIV AIDS
2.
HIPONATRAMIA
1. HIV AIDS
·
Dasar
diagnosis Anamnesis:
Adanya penurunan berat badan. Terlihat badan kurus dan
pasien tampak lemas. Status HIV + pada
saat pasien berobat ke klinik. Terdapat oral kandidiasis.
·
Pemeriksaan
Fisik : Terdapat oral kandidiasis (+), Ronkhi (+)
·
Pemeriksaan
penunjang:
Anjuran pemeriksaan :
Cek CD4 serta rontgen.
·
Assessment:
HIV
·
Planning:
Diagnosis:
Rencana pemeriksaan :
Cek CD4, Rontgen.
Terapi :
Lihat hasil Lab CD4
lalu diterapi ARV.
Pembahasan
AIDS merupakan kumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.Manifestasi
klinis dari AIDS dapat muncul sebagai akibat menurunnya kekuatan tubuh dalam
melawan antigen asing. Infeksi HIV dapat bersifat asimptomatik, gejala sistemik
seperti demam, hilang timbul, lemas hingga munculnya berbagai infeksi
oportunistik maupun keganasan. Pada pasien terdapat infeksi oportunistik Candidiasis
oral, dan diare. Penularan infeksi HIV dapat berasal dari 3 cara, hubungan
seksual baik homoseksual maupun heteroseksual, melalui darah, dan transmisi ibu
ke anak. Pada pasien ini, risiko transmisi mungkin berasal dari hubungan
seksual dan mungkin penggunaan jarum tidak steril. Penatalaksanaan Pemberian
obat ARV lini pertama, dengan mempertimbangkan kondisi pasien dan infeksi
oportunistik yang diderita pasien. Serta pemeriksaan kadar CD4 sebagai acuan
dalam evaluasi penatalaksanaan.
2. Hiponatremia
·
Dasar
diagnosis Anamnesis:
Adanya Mencret (+) Serta asupan pasien menurun.
Pemeriksaan Fisik :
Tampak lemas,Tugor kulit kurang baik, tampak bising
usus meningkat.
·
Pemeriksaan
penunjang:
Cek Elektrolit; Natrium 113, Kalium 4,1 Chlorida 83
·
Assessment:
Diari akut dengan dehidrasi berat
·
Planning:
Koreksi Natrium
Pembahasan:
Hiponatremia didefinisikan
sebagai konsentrasi natrium dalam serum berkisar antara 135-145 mmol/l. Pada
pasien ini terdapat penurunan kadar Natrium; 113. Berkurangnya natrium sangat jarang dan terjadi
ketika kehilangan natrium secara patologik, bisa dari pencernaan atau urin.
Kehilngan Na dari penceranaan meliputi diare dan muntah, pada pasien dengan
penyakit usus besar, kehilangan Na mungkin dapat sangat parah. Kehilangan dari
urin miungkin dihasilkan oleh defisiensi mineralokrtikoid (terutama aldosteron)
atau dari obat antagonis aldosteron. Pada pasien ini hyponatremia bias
disebabkan karena pasien mengalami BAB mencret.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Para anggota tim perawatan kesehatan
memerlukan informasi pasien yang akurat sebelum mereka dapat melaksanakan
penilaian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Ketidak
berhasilan dalam mengungkapkan status
HIV / AIDS dapat menggganggu kualitas perawatan pasien.
Anda
dapat merawat penderita AIDS di rumah tanpa tertular penyakit ini, baik diri
anda maupun anggota keluarga yang lain, dan tanpa menyebabkan infeksi lain pada
penderita. Bagaimana? Dengan memastikan bahwa tidak seorangpun melakukan kontak
dengan darah penderita, semen, atau sekresi vaginal. Meskipun virus yang
menyebabkan AIDS dapat dideteksi melalui liur, urin, feses, mukosa, pernafasan,
atau sekresi tubuh lainnya, tidak seorangpun tertular AIDS dengan menyentuh cairan tubuh.
B. Saran
Tindakan
pencegahan di bawah ini memerlukan waktu dan perencanaan, namun akan menjadi
kebiasaan pada akhirnya. Ingatlah bahwa tindakan pencegahan tidak perlu terlalu
berlebihan sehingga penderita merasa terisolasi.
Perawat harus bertanggung jawab untuk melindungi
hak-hak pasien atas privasinya dengan menjaga kerahasiaan informasi yang
konfidensial. Perawat dianjurkan untuk membicarakan persoalan konfidensialitas
dengan administrator perawat dan dokter
untuk mengidentifikasi rangkaian tindakan yang lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pedoman Monitoring dan Perawatan Pasien HIV/AIDS dengan Antiretro viral (ARV).
Departemen Kesehatan RI. 2004. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Jakarta.
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,
EGC, Jakarta.
Sudoyo AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Komentar