BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
1.
Pengertian
Muhammadiyah
Muhammadiyah
sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia,karena Muhammadiyah aktif
dalam pergerakan masyarakat baik itu dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang kesehatan. Adapun arti dari Nama
Muhammadiyah dapat ditinjau dari dua segi yaitu berdasarkan arti etimologis (
bahasa ) dan arti terminologis ( istilah ).Arti Etimologis ( bahasa
)Muhammadiyah berasal dari kata “Muhammad” yaitu seorang Nabi Atau Rasul
yangmenjadi tauladan bagi umat manusia pada akhir zaman,atau merupakan Nabi dan
Rasulterakhir. Sedangkan “iyah” berarti menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti
pengikut ( umat ) Muhammad. Siapapun yang menyakini bahwa Muhammad adalah Nabi
dan Rasul Allah yang terakhir, maka semua orang yang beragama Islam merupakan
orang Muhammadiyah tanpa dilihat dari perbedaan cara pandang organisasi ataupun
yang lainnya.Arti Terminologis ( istilah )Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan
Islam , Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar , berdasarkan asas Islam yang bersumber
dari Al Qur‟an dan As Sunah yang didirikan olehMuhammad Darwis atau lebih
dikenal dengan nama K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H,
bertepatan pada tanggal 18 November 1912 M di Kampung Kauman Yogyakarta.
2. Gagasan Yang Melatar belakangi Berdirinya
Muhammadiyah
Umat
Islam sebelum terbentuknya Muhammadiyah masih percaya pada hal- hal yang
mistik, seperti pemberian sesajen pada benda-benda atau tempat yang dianggap
keramat. Bahkan sampai sekarang hal- hal seperti itu masih ada, seperti yang
kita lihat didaerah Lombok, ada seorang yang menganggap bahwa foto Tuan Guru
dapat membantunya terlepas dari nasib buruk. Dan banyak sekali ajaran-ajaran
yang dicampur dengan perbuatan-perbuatan
yang melanggar aturan agama, seperti yang kita lihat di dalam Film Sang
Pencerah. Sebuah keluarga yang memberikan sesajen ke pohon besar, sesajen
tersebut diambil oleh seseorang sehingga keluarga tersebut merasa senang
karena beranggapan bahwa sesajennya
telah diterima oleh Allah swt.. Dari cerita diatas dapat dikatakan bahwa agama
yang disiarkan pada saat tersebut masih disisipkan sebuah perbuatan yang secara langsung dilarang dalam
Kitabullah dan Sunnah Rasullullah. K.H. Ahmad Dahlan sebelum membentuk
perkumpulan Muhammadiyah terlebih dahulu
pergi memdalami ilmu agama ke Kota Suci Makkah sekaligus melaksanakan
ibadah haji yang kedua kali pada tahun1903.
Setelah menunaikan ibadah haji ke
Tanah Suci Makkah, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air.
Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama
Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau,
Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari
Maskumambang, juga setelah membaca
pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad
bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di kota suci
Mekkah dan bacaan atas karya- karya para pembaru pemikiran Islam itu telah
menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam
diri K.H. Ahmad Dahlan. Jadi sekembalinya dari Mekkah, K.H. Ahmad Dahlan justru
membawa ide dan gerakan pembaruan. Benih kelahiran Muhammadiyah sebagai
organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil
interaksi K.H. Ahmad Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik
dengan masalah agama yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan, yakni R.Budihardjo dan
R.Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa K.H.
Ahmad Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler,
yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang
dirintis K.H. Ahmad Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu
organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby
Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus
sahabat K.H.Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom
Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton
Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat
istikharah (Darban, 2000) 34). Artinya pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah
memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia
pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi
Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan
Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk
mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang
didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan
dari ”sekolah” ( kegiatan K.H. Ahmad Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam )
yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran
yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya.
Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung
Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah
sekolah agama yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan
umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah K.H.
Ahmad Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama
dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum. Maka pada tanggal 18
November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 H di Yogyakarta
akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang
bernama ”MUHAMMADIYAH”.
Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan
mengirim ”Statuten Muhammadiyah” ( Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama,
tahun 1912 ), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada
22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi
yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak
mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu
ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai
18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”.
Sedangkan maksudnya ialah “menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad Shallalahu „Alaihi Wassalam
kepada penduduk nusantara di dalam residensi Yogyakarta, dan memajukan hal
agama kepada anggota-anggotanya.” Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan
itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah K.H. Ahmad Dahlan sebagai
pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran
dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk
kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan
Muhammadiyah di kemudian hari.
K.H. Ahmad Dahlan, sebagaimana para
pembaru Islam lainnya, tetapi dengan ciri- ciri yang khas, memiliki cita- cita
membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid ( pembaruan ) yang
meliputi aspek-aspek tauhid ( „aqidah ), ibadah, mu‟amalah, dan pemahaman
terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada
sumbernya yang asli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka
ijtihad. Pembaruan Islam yang cukup mendasar dari Kyai Dahlan dapat dirujuk
pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma‟un. Gagasan dan pelajaran tentang
Surat Al-Maun merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang
berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga
Penolong Kesengsaraan Umum (PKU). karena Islam tidak sekadar menjadi
seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” ( hubungan dengan Allah
SWT ) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan
masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang khas
dari K.H. Ahamad Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari
gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini. Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.
Ulama-ulama dari berbagai daerah
lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2
September 1921. Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas
gerakan dakwah Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah uhammadiyah, telah
diselenggarakan pertemuan anggota ( sekali dalam setahun ), yang saat itu
dipakai istilah AIgemeene Vergadering (
persidangan umum ).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1. Apakah
pengertian muhammadiyah ?
2. Apa
saja yang menjadi faktor pendorong berdirinya muhammadiyah ?
3. Siapa
tokoh pendiri muhammadiyah ?
4. Dimana
letak upaya Muhammadiyah dalam pemurnian Islam ?
5. Mengapa
Muhammadiyah didiirikan ?
6. Bagaimana
Berdirinya muhammadiyah ?
C. Tujuan Penulisan
Agar penulis maupun pembaca dapat :
1. Mengetahui
pengertian muhammadiyah
2. Mengetahui
apa saja yang menjadi faktor pendorong berdirinya muhammadiyah
3. Mengetahui
Siapa tokoh pendiri muhammadiyah
4. Mengetahui
dimana letak upaya Muhammadiyah dalam pemurnian Islam
5. Mengetahui
alasan Muhammadiyah didiirikan
6. Mengetahui
tujuan didirikannnya muhammadiyah
D.
Manfaat
Pembuatan Tugas
1. Dapat
membantu menjelaskan sejarah berdirinya Muhammadiyah.
2. Menjadikan
ini sebagai referensi untuk pembacaan yang layak dalam pengembangan pengetahuannya tentang Kemuhammadiyahan.
3. Membantu
menyampaikan factor factor berdirinya muhammadiyah.
E. Tujuan
Untuk
mengenal muhammadiyah secara lebih dalam dari berbagai sudut pandang. Sehingga
sebagai bagian dari keluarga muhammadiyah kita dapat melakukan hal yang
diinginkan dari muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhammadiyah
Arti Bahasa (Etimologis)Muhamadiyah berasal dari
kata bahasa Arab
“Muhamadiyah”, yaitu nama nabi dan rasul Allah yang
terkhir. Kemudian mendapatkan “ya” nisbiyah, yang artinya menjeniskan. Jadi,
Muhamadiyah berarti “umat Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam” atau
“pengikut Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam”, yaitu semua orang Islam yang
mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam adalah
hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.Arti Istilah (Terminologi) Secara
istilah, Muhamadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar,
berakidah Islam dan bersumber pada Alquran dan as-Sunnah, didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, bertepatan 18 November 1912 Miladiyah di kota Yogyakarta.
Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk berpengharapan baik, dapat mencontoh dan
meneladani jejak perjuangan Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dalam
rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, semata-mata demi
terwujudnya „Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan
kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita. Secara garis besar Muhammadiyah
adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah
yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata
rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai sejak tokoh
pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul
Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan
sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama berasal dari Muhammad Abduh melalui
tafsirnya, al-Manar, suntingan dari Rasyid Ridha serta majalah al-Urwatul
Wustqa.
B. Faktor Pendorong Berdirinya
Muhammadiyah
a. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran
dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid‟ah, dan
khurafat, yang mengakibatkan umatIslam tidak merupakan golongan yang terhormat
dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar
kemurniannya lagi;
b. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat
Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu
organisasi yang kuat;
c. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga
pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat
memenuhi tuntutan zaman;
d. Umat Islam
kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan
tradisionalisme;
e. Karena
keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta
berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin
menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat
C. Tokoh Pendiri Dan Perkembangan
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta
pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian
dikenali sebagai K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton
Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan umat
Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau
tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadis. Oleh kerana itu beliau memberikan pengertian
keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.
Semula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan rakannya. Profesinya sebagai pedagang
sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar
ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar daripada Pulau
Jawa. Untuk mengorganisasi kegiatan tersebut maka didirikan persyarikatan
Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada di seluruh penjuru negeri. Di
samping memberikan pelajaran / pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga
memberi pelajaran kepada kaum perempuan muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidhratul Muntaha”. Pada siang
hari pelajaran untuk kanak -kanak lelaki dan perempuan. Pada malam hari untuk
kanak-kanak yang telah dewasa. Di samping memberikan kegiatan kepada laki-laki,
pengajian kepada ibu-ibu dan kanak-kanak, beliau juga mendirikan
sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah
dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah
sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah,
tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan
akhirnya pada tahun 1930 namanya diubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
1. Muhammadiyah
Pada Masa Penjajahan
Pada masa ini, perintisan yang dilakukan
K.H.A.Dahlan mengarah pada ajakan untuk melaksanakan islam secara benar sesuai
dengan tuntunan AL-Qur‟an dan As-sunah shahihah, wujud rintisan K.H.A.Dahlan
antara lain :
1. Pada
tahun 1898, beliau meluruskan arah kiblat secara benar dengan serong
kearah barat laut 24,5 derajat.
2. Bermula
dari sekolah yang dirintis di teras rumah K.H.A Dahlan dan akhirnya beliau membangun
gedung standard school med de Qur‟an hingga akhirnya pendidikan Muhammadiyah
terus berkembang.
3. K.H.A
Dahlan yang dibantu K.H.Suja‟ merintis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada 15
Februari1923.
4. Pada
tahun 1922, didirikan mushala khusus wanita. Pada 23 Februari 1923, K.H.A
Dahlan wafat. Namun perjuangan Muhammadiyah tetap dilanjutkan oleh murid-murid
beliau dan terus mengalami perkembangan seperti
a. H.Karim
Amrullah yang bergelar H.Rasul pemimpin perkumpulan Sandi Aman di Padang bergabung
dengan Muhammadiyah.
b. Dipercayakannya
Consul-Consul di luar pulauJawa kepada :
1.)
AR Sutan Mansyur consul untuk pulau Sumatera.
2.)
M.Hasan Tjorong consul untuk pulau Kalimantan.
3.)
D.Muntu consul untuk pulau Sulawesi.
2. Muhammadiyah Pada Masa Kemerdekaan
Rasa kecintaan Muhammadiyah terhadap tanah air
dibuktikan dengan di bentuknya
perkumpulan Hisbul Wathan yang berarti pembela tanah air. Beberapa
aktivisnya yaitu bapak Sarbini dan
Jend.Sudirman. Setelah Indonesia merdeka, putera terbaik Muhammadiyah Ki Bagus
Hadikusuma menjadi anggota BPUPKI untuk merumuskan Pancasila. Pada 17 Agustus
1945, Muhammadiyah membidani lahirnya partai Masyumi yang diresmikan pada
tanggal 7 November 1945.
3. Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama
Kemenangan Partai Masyumi pada 1955, membuat PKI dan
antek-anteknya menaruh dendam hingga menuduh Masyumi terlibat dalam
pemberontakan PRRI di Sumatera. PKI membujuk penguasa pada saat itu untuk
membubarkan Masyumi yang tentu akan mengancam eksistensi Muhammadiyah.
Tetapi,keputusan tertingi tetap di tangan presiden Soekarno. Dampak dari
permasalahan tersebut, banyak tokoh Masyumi yang notabene aktivis Muhammadiyah
dijebloskan ke penjara yakni : a. Buya HAMKA
b. Mr.Kasman Singidimejo c. dr.Yusuf Wibisono Pada 1959, dikeluarkan dekrit
presiden yang memberi waktu pada Masyumi untuk membubarkan diri. Lalu dalam
rangka menyelamatkan Muhammadiyah dari hasutan PKI terhadap presiden,
diberikanlah predikat “Anggota Setia Muhammadiyah” kepada Ir.Soekarno.
4. Muhammadiyah Pada Orde Baru
Pada masa ini, Muhammadiyah menata kembali
organisasinya dan turut membantu
pemerintah dalam menumpas PKI. Namun setelah cukup lama berkuasa, mulai
terjadi penyelewengan-penyelewengan.
Semua organisasi Massa dan politik tidak ada yang boleh menentang kata-kata
pemerintah. Pada 1977, munculnya krisis moneter yang menyerang bangsa Indonesia. Hal ini mendorong para
aktivis untuk ikut bersama gelombang masyarakat untuk melengserkan rezim orde
baru. Akhirnya pada 22 Mei 1998, rezim orde
baru tumbang, dan digantikan dengan Masa Reformasi yang satu diantara
penggeraknya ialah Prof. DR.H.Amien Rais.
5. Muhammadiyah Pada Reformasi
Dalam sidang Tanwir di Semarang pada 1998,
Muhammadiyah merelakan Prof. DR.H. Amien Rais untuk melepaskan jabatannya
sebaga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah guna menjaga agar kondisi perpolitikan
tidak menghambat gerak juang Muhammadiyah. yang berpolitik riil agar
memperhatikan :
1. Mengedepankan
kejujuran
2. Menjadi
Uswatun Khasanah Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah bulan Februari 2002 di Bali,
Muhammadiyah merumuskan khittah berbangsa dan bernegara yang isi nya
mempertegas statement Ujung Pandang dan Khittah Surabaya. Muhammadiyah
mengihimbau kadernya
3. Melakukan
Islah
4. Dimana
letak upaya Muhammadiyah dalam pemurnian Islam Dimana letak upaya Muhammadiyah
dalam pemurnian Islam Dalam memurnikan ajaran islam, Muhammadiyah berupaya
menghilangkan praktik praktik syirik dan
Takhayul, Bid‟ah dan Khurafat yang terjadi dimasyarakat dengan cara dakwah amar
ma‟ruf nahi munkar.
a.
Bid’ah adalah sesuatu hal baru tanpa ada
tokoh yang mendahuluinya.
Menurut Pengertiannya, bid‟ah
adalah sesuatu cara yang diadakan orang dalam agama yang menyerupai perintah
agama. Mengingat ibadah tambahan itu tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah,
maka dinamakan bid‟ah. Muhammadiyah mmenegaskan
bahwa bid‟ah adalah semua perbuatan mengada adakan dalam agama yang
dipandang sebagai ibadah kepada Allah
b. Khurafat
adalah hal hal yang tidak masuk akal atau sulit dipercaya kebenarannya.Mempercayai
adanya kekuatan lain selain Allah. Mempercayai ajaran dinamisme, ajaran peninggalan nenek moyang. Perbuatan khurafat
yang dimaksud antara lain
Ø Upacara
menanam kerbau
Ø Memberi
sedekah kelaut
Ø Memberi
sesaji ditempat keramat.
Ø Pemujaan terhadap benda benda keramat.
c.
Takhayul adalah Kepercayaan yang
dilandasi oleh alam khayal atas sesuatu yang dianggap ada, tanpa didasari fakta
kebenarannya.
Percaya pada takhayul berarti
kepercayaan animism, yang berarti percaya pada sesuatu yang ada dan memberikan
kekuatan tertentu. Yang termasuk perbuatan takhayul antara lain :
Ø Adanya
kekuatan tertentu pada keris.
Ø Adanyan
penguasa laut selatan.
Ø Adanya mahluk gaib yang menunggu pohon besar.
d.
Syirik berarti menyekutukan Allah SWT,
dengan sesuatu lainnya, baik dalam keyakinan, perbuatan dan ucapan. Syirik juga
diartikan meyakini, menyembah, meminta pertolongan selain kepada Allah SWT.
Yang termasuk perbuatan syirik
antara lain :
Ø Meminta
pertolongan kepada kekuatan gaib.
Ø Meminta pertolongan roh roh leluhur yang telah
meninggal
Ø Meminta
pertolongan pada binatang- binatang tertentu.
e. Musyrik
berarti sebutan bagi orang orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu selain
ALLah baik dalam ucapan, keyakinan ataupun perbuatannya. Merajalelanya perbuatan
bid‟ah, Khurafat, dan takhayul ini akibat pengaruh tradisi-tradisi yang bukan
islam.
D. Maksud Dan Tujuan Didirikan
Muhammadiyah
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri
hingga sekarang ini telah mengalami beberapa kali perubahan redaksional,
perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan
Muhammadiyah tidak berubah dari semula.Pada waktu pertama berdirinya
Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Menyebarkan
pengajaran Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam kepada penduduk bumi-putra,
di dalam residensi Yogyakarta. Dan Memajukan hal agama Islam kepada
anggota-anggotanya.
2. terjadi
setelah muhammadiyah meluas ke berbagai daerah di luar Yogyakarta.
Memperhatikan jumlah cabang yang ada di luar Yogyakarta maka maksud dan tujuan
muhammadiyah harus direvisi sesuaii dengan keadaan riil yang dialaminya. Adapun
isinya adalah memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam
di Hindia Belanda, serta memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan
Agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
3. rumusan
ketiga ini terjadi ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia. Pemerintahan
fasis ini mengharuskan terjadinya perubahan redaksional yang sesuai dengan yang
dikehendakinya. Maka rumusanya adalah sesuai dengan kepercayaan untuk
mendirikan kemakmuran bersamaseluruh Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai
Nippon, dan memang diperintahkan oleh Allah maka perkumpulan ini:
a) Hendaknya menyiarkan agama
Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya.
b) Hendak melakukan pekerjaan
perbaikan umum.
c) Hendak memajukan pengetahuan dan
keepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.
4. terjadi
setelah Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta. Adapaun rumusanya adalah
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
5. ini
diubah pada Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta. Perubahan ini hanya pada
redaksionalnya saja dari kata dapat mewujudkan menjadi terwujudnya. Sihingga
rumusan resminya adalah, Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
6. terjadi
pada Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta. Pada tahun itu Muhammadiyah
harus merubah maksud dan tujuan azaznya, dikarenakan kehadiran Undang-undang
nomor 8 tahun 1985 tentang kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non agama
untuk mencantumkan asas pancasila. Adapun maksud dan tujuan hasil Muktamar ke
41 itu adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.
7. Muhammadiyah
adalah gerakan Islam, Dakwah Amar ma‟ruf Nahi Munkar, berasaskan Islam yang
bersumber pada al Qur‟an dan As-Sunnah.
E. Dasar Amal Usaha Dan Perjungan
Muhammadiyah
Dalam
perjuangan melaksanakan usaha menuju tujuan terwujudnya masyarakat utama, adil
dan makmur yang diridhoi Allah SWT, dimana kemakmuran dan kesejahtera, kebaikan
dan kebahagiaan luas merata, persyarikatan Muhammadiyah mendasarkan segala
langkah, gerak dan amal usaha diatas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
1.
Hidup Manusia Harus Berdasarkan Tauhid,
Ibadah dan Taat kepada Allah Semata-mata.
Dalam
melaksanakan segala gerak dan kegiatannya maka Tauhid dan tawakal kepada Allah
harus senantiasa dijadikan landasan dasarnya, dengan maksud semata-mata untuk
beribadah serta mentaati semua perintah dan larangannya. Dasar-dasar seperti
ini harus menjadi ciri milik pribadi setiap warga Muhammadiyah sehingga dapat
menjadi contoh teladan dalam pembangunan dan perbaikan negara dan masyarakat.
2.
Hidup Manusia Bermasyarakat
Muhammadiyah
adalah satu faktor yang kuat dalam perkembangan masyarakat serta warga
Muhammadiyah merupakan anggota masyarakat yang tidak diam, akan tetapi bergerak
maju, aktif dinamis dalam membangun. Oleh karna itu gerakan Muhammadiyah harus
aktif dan menonjol ditengah-tengah masyarakat untuk memimpin atau paling tidak
menjadi sosok penerang yang cemerlang.
3.
Menegakkan Ajaran Islam Dengan keyakinan
Bahwa Ajaran
Islam
adalah satu-satunya landasan keprebadian dan ketertiban bersama untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat. Muhammayah berkeyakinan bahwa tidak ada dasar
landasan yang dapat membahagiakan manusia didunia ini kecuali dengan dasar
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang akan membawa kebahagiaan manusia yang hakiki di
akhirat kelak. Oleh karna itu apapun ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah wajib dan mutlak dipatuhi. Segala kebijaksanaan pimpinan serta
taktik dan strategi perjuangan harus dinilai dan sesuai dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam.
4.
Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama
Islam dalam Masyarakat Adalah Wajib, Sebagai Ibadah Kepada Allah dan Berbuat
Ihsan san Islah Kepada kemanusiaan.
Setelah
Muhammadiyah dapat berdiri tegak dan berjalan diatas landasan seperti diatas,
barulah kuat menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam serta Mampu
mengatasi berbagai rintangan, hambatan, tantangan, dan halangan yang ada.
5.
Ittiba` Kepada Langkah Perjuangan Nabi
Muhammad SAW.
Ittiba`
atau mengikuti jejak langkah perjuangan Raasulullah SAW adalah wajib menjadi
syarat yang tidak boleh tidak harus dan wajib dilakukan oleh setiap muslim, dan
sesungguhnya dalam rangka menggerakkan umat Islam kearah Ittiba` itulah
hakikatnya Muhammadiyah didirikan.
6.
Melancarkan Amal Usaha dan Perjuangan
dengan Ketertiban Organisasi
Muhammadiyah beramal dan perjuangan dengan berorganisasi yang didasarkan
atas musyawarah bersama. Menghimpun dan mendidik kader pimpinan, mengaktifkan
gerak anggota, menentikkan peraturan-peraturan untuk mencapai hasil yang jauh
lebih besar dan lebih dapat menanggulangi berbagai rintangan dan halangan
karena bergerak dengan menggunakan organisasi.
F. Pedoman Amal Usaha Dan Perjuangan
Muhammadiyah
Dari
segi taktik perjuangan sering orang berpendirian bahwa tidak mengapa kita
bertindak menyalahi peraturan bahkan tidak mengapa kita bertindak yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam, asal dengan maksud untuk mencapai tujuan yang lebih
besar. Kadang-kadang sampai orang berpendapat bahwa tiada celanya berbuat
sesuatu yang menyeleweng dari hukum agama, asal hanya untuk siasat belaka. Ada
Adigium dari Nicollo Machiavelli (1469-1527) yang menyatakan : “Het doel
helligt de middelen” atau tujuan menghalalkan semua cara. Maksudnya, tidak apa
orang melakukan cara-cara yang kurang baik asalkan untuk mencapai tujuan yang
baik. Dalam muhammadiyah hal ini tidak boleh terjadi.hukum dan ajaran agama
Islam wajib dipegang teguh dan dijujung tinggi. Tujuan yang baik harus dicapai
dengan cara serta usaha yang diridhoi Allah jua. Dalam hal ini Rasulullah
pernah bersabda: “ siapa yang menyuruh berbuat baik hendaklah dengan cara baik
pula”.
Muhammadiyah
berjuang tidak sekedar mencari berhasilnya tujuan semaata-mata, tetapi
disamping itu juga dengan maksud beribadah, berbakti pada Allah dan berjasa
kepada kemanusiaan. Muhammadiyah berjuang dengan keyakinan bahwa kemenangan ada
ditangan Allah, dan itu akan dianugerahkan kepada siapa yang bersungguh-sungguh
berjuang dengan cara yang adil dan jujur.
G. Teori Perjuangan Muhammadiyah
Demi
terwujudnya tujuan yang dicita-citakan oleh persyarikatan Muhammadiyah, yakni
terwujudnya masyrakat utama, adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT , maka
segala saluran atau media yang akan langsung atau tidak langsung mempengaruhi
bentuk dan sifat kehidupan masyarakat haruslah dipergunakan se optimal mungkin.
Adapun media yang akan dapat mempengaruhi bentuk dan sifat kehidupan
masyarakat ada dua, yaitu:
1. Bidang
Politik kenegaraan (supra stuktur)
2. Bidang
masyarakat (infa struktu)
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa demi kepentingan dan kemenangan
perjuangan Islam, maka secara mutlak kedua bidang tersebut harus digarap, diisi
dan dikuasai secara simultan dan seoptimal mungkin.
Untuk
melaksanakan perjuangan ideloginya, muhammadiyah membaginya menjadi dua
kekuatan; kekuatan pertama adalah kekuatan digunakan untuk menghadapi
perjuangan politik kenegaraan, dan kekuatan kedua adalah kekuatan yang
digunakan untuk menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat. Mahammadiyah
menegaskan bahwa dua kekuatan tersebut masing-masing dengan alatnya
sendiri-sendiri, namum tetap dalam
kerangka saling pengartian dan dalam tujuan yang sama . muhammadiyah
secara organisasi, dari sejak berdirinya hingga
kapanpun juga telah meletakkan strategi dasarnya, yaitu memilih dan
meletakkan dirinya berjuang dalam bidang masyarakat.
Muhammadiyah secara konsesten akan berjuanga akan menggarap dan mengolah
secara langsung kehidupan masyarakat dengan cara meberikan pengertian dan
membentuk kesadaran masyarakat,agar masyarakat mau menerima dan melaksankan ajaran
dan ketentuan-ketentuan Islam dalam seluruh aspek kehidupannya.
Sementara untuk menghadapi perjuangan dalam bidang politik kenegaraan
(perjuangan politik prktis), muhammadiyah berpendapat bahwa hal itu harus
dilakukan dengan alat perjuangan lain,
yang berbentuk partai politi. Dalam perjuangan islam sehngga dapat bahu-membahu
dalam mewujudkan cita-citanya, yaitu terwujudnya “Izzul Islam Walmuslimin”.
Dalam pada itu, demi kemaslahatan perjuangan
Muhammadiyah, bagi anggota/warga Muhammadiyah- terutama para pimpinan persyarikatan mutlat memiliki kesadaran dan
pandangan politik (sese of politic). Muhammadiyah bukan dan tidak
akan pernah menjadi
partai politik. Semua
itu bukan karna sebab sikap/pandangan negatif terhadap
perjuangan dalam bidang politik, melaikan semata-mata karena teori dan strategi
(khitta)perjuangannya dalam bidang masyarakat sudah cukup berat dan muliah.
Sedang mengenai masalah prinsip politik
ataupun teori politik, terutama yang menjadi kepentingan agama dan umat
Islam umumnya atau kepentingan Muhammadiyah Khususnya, Muhammadiyah dapat,
bahkan wajib menghadapinya secara
organisatoris. Dengan prinsip seperti ini apabila ada hukum, undang-undang
ataupun peraturan pemerintah dianggap menyalahi prinsip-rinsip Islam atau
merugikan kepentingan Muhammadiyah, Muhammadiyah merasa berkewajiban untuk
membetulkannya, sebagai da’wah Islam amar makruf nahi munkar.
H. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah
Sebagai
gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut untuk
mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan
melalui jalur pendidikan.
Secara
umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang
tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba
di semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai
salah satu upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa menyadari bahwa
ia diciptakan oleh Allah semata-mata untuk berbakti kepada-Nya.
Usaha
Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern, karena
Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi rahmatan lil-‘alamin, menjadi
petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan segenap manusia jika disampaikan
dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah Allah berfirman: “Wahai jama’ah jin
dan manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) pejuru langit dan bumi,
maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan sanggup melakukannya melainkan dengan
kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-rahman/55:33).
Muhammadiyah
konsekwen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur pendidikan. Ada
beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah:
a) Tipe
Muallimin/Mualimat Yogyakarta (pondok pesantren)
b) Tipe
madrasah/Depag; Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah
c) Tipe
sekolah/Diknas; TK, SD, SMP, SMA/SMK, Universitas/ ST/ Politeknik/ Akademi
Madrasah Diniyah, dan lain-lain.
Orientasi
pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang ingin dicapai
oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam Muhammadiyah,
untuk mencetak peserta didik/lulusan sekolah Muhammadiyah, sebagai berikut:
1) Memiliki
jiwa Tauhid yang murni
2) Beribadah
hanya kepada Allah
3) Berbakti
kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat
4) Memiliki
akhlaq yang mulia
5) Berpengetahuan
luas serta memiliki kecakapan, dan
6) Berguna
bagi masyarakat, bangsa dan agama
Untuk
mewujudkan hal tersebut, maka setiap lembaga pendidikan Muhammadiyah diwajibkan
memasukkan mata pelajaran Al-Islam / Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai bagian
integral dari kurikulum dengan harapan dapat mempengaruhi karakter para peserta
didik baik selama proses pendidikan berlangsung terlebih setelah mereka lulus.
Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan
AIK perlu diajarkan:
1. Mempelajari
AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama Islam dan
mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
2. Memperkenalkan
alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat tersentuh dan sekaligus
mengamalkannya, dan.
3. Perlunya
etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan
Muhammadiyah.
1. Pemikiran dan Praktis Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah
dikenal sebagai gerakan Islam yang memelopori pendidikan Islam modern. Salah
satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak
efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu penjajahan Belanda, sehingga
Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan melakukan reformasi ajaran dan
pendidikan Islam. Kini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan
segala kesuksesannya, tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat. Dalam
sejumlah hal bahkan dikritik kalah bersaing dengan pendidikan lain yang unggul.
Pendidikan AIK pun dipandang kurang menyentuh subtansi yang kaya dan
mencerahkan. Kritik apapun harus diterima untuk perbaikan dan pembaharuan.
Pendidikan Muhammadiyah merupakan bagian yang
terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah dan telah berusia sepanjang umur
Muhammadiyah. Jika diukur dari berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah
(1 Desember 1911) Pendidikan Muhammadiyah berumur lebih tua ketimbang
organisasinya (Adaby Darban,2000 : 13). Sekolah tersebut merupakan rintisan
lanjutan dari “sekolah” (kegiatan Kyai dalam menjelaskan ajaran Islam) yang
dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam pelajaran yang mengandung ilmu
agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Lembaga pendidikan
tersebut sejatinya sekolah Muhammadiyah, yakni sekolah agama yang tidak
diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam pada waktu
itu, tetapi bertempat tinggal di dalam sebuah gedung milik ayah KH Dahlan,
dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan cara
baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum (Djarnawi Hadikusuma,t.t : 64).
2.
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagai hasil
kongkret dari telaah dan pendalaman beliau terhadap Al-Qur’an karim, faktor
inilah yang sebenarnya yang menjadi faktor utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah. Sementara faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai factor
penunjang atau factor pemicu semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai
setiap mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an khususnya ketika menalaah surat-surat
Al-Imran (3): 102 sampai 104, maka akhirnya melahirkan amalan kongkrit yaitu
lahirnya persyarikatan Muhammadiyah.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya
kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotifasi dan
disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dan apa yang digerakan oleh
Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan
prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang rill dan kongkrit. Segala
yang dilakukan oleh Muhammadiyah baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan tak dapat dilepaskan dari ajaran-ajaran Islam.
3.
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah
Islam
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai Gerakan Dakwah
Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Ciri yang kedua ini telah muncul sejak dari
kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dari jati diri Muhammadiyah. Hal
ini diakui oleh beberapa pihak yang menyatakan bahwa Muhammadiyah terlihat
sebagai pergerakan dakwah
yang menekankan pengajaran
serta pendalaman nilai-nilai
Islam.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa factor utama yang mendorong berdirinya
Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an Al-karim, terutama sekali surat Al-Imran ayat 104.
Berdasarkan pada ayat inilah Muhammadiyah meletakkan khittah/strategi dasar perjuangannya, yaitu
dakwah(menyeru,mengajak) Islam amar makruf nahi munkar dengan masyarakat
sebagai medan atau kancah perjuangannya. Muhammadiyah berkiprah ditengah-tengah
masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai amal usaha yang
benar-benar dapat menyatuh hajat orang banyak semacam berbagai ragam lembaga
pendidikan dari sejak kanak-kanak hingga perguruna tinggi, membangun sekian
banyak rumah sakit, panti-panti asuhan, dan sebagainya. Seluruh amal usaha
Muhammadiyahseperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi untuk perwujudan
Islamiah, semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan yang tunggal, yaitu
untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islam sebagaimana yang diajarkan oleh
A-Qur’an dan As-Sunnah Shahihah.
4.
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid
(Reformasi)
Cirri ketiga yang melekat pada Persyrikatan Muhammadiyah adalah sebagai
ajaran tajdid atau gerakan reformasi, makana tajdid dari segi bahasa berarti
pembaharuan dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni (a) pemurnian,
(b) peningkatan, pengembangan, modernisasi.
Arti pemurnian tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran
islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahihah
sedang arti peningkatan pengembangan, modernisasi tajdid
dimaksudkan sebagai
penafsiran pengalaman dan perwujudan ajaran Islam
dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahihah.
Sementara K.H. Ahmad Siddiq, seorang tokoh utama Nahdliyir dari Malang
menjelaskan bahwa makna tajdid dalam arti pemurnian menyasar pada tiga sasaran
yaitu :
5. I’adah
atau pemulihan; yaitu membersihkan ajaran Islam yang tidak murni lagi
6. Iba’nah
atau memisahkan; yaitu memisah-misahkan secara cermat oleh ahlinya, mana yang
sunnah dan yang mana pula yang bid’ah
7. Ihya’
atau menghidup-hidupkan; yaitu menghidupkan ajaran-ajaran Islam yang belum
terlaksana atau yang terbengkalai
Sifat tajdid yang dikenakan pada pergerakan Muhammadiyah disamping
berupaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada
tubuhnya, juga termaksud upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan
cara-cara pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat semacam
penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengolaan rumah sakit,
dan pelaksanaan qurban.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian
dapat disebut purifikasi, pemurnian dan tajdid didalam pembaharuan disebut
reformasi. Dan dalam hubungannya dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai
Gerakan Tajdid maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi
dan sekaligus Reformasi.
5.
Muhammadiyah dan Sosial Budayanya.
Tahun
1917 mendirikan Perkumpulan pengajian Malam Jum’atan sebagai cikal bakal
lahirnya Korps Muballigh Muhammadiyah, mendorong lahirnya Majelis Tabligh,
mendorong dibentuknya Majelis Pembina Kesejahteaan Ummat (PKU) yang mempunyai
tugas menyantuni fakir-miskin, anak yatim dan anak-anak gelandangan, menyantuni
orang sakit. Mengembangkan seni Budayanya.Berdasarkan Munas Tarjih ke-22 tahun
1995 ditetapkan karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah kepada
fasad (kerusakan), Dlarar (Bahaya), Isyyan (kedurhakaan), dan Ba’id ‘anilah
(terjauhkan dari Allah). Maka kehidupan pengembanga seni alam Muhammadiyah
harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam.
6. Muhammadiyah dan Ekonomi
Dalam pengembangan ekonomi Muhammadiyah telah
memiliki aset atau sumber daya yang bisa
dijadikan modal aset pertama adalah anggota Muhammadiyah sendiri, kedua
kelembagaan muhammadiyah yang telah didirikan seperti sekolah, universitas,
lembaga latihan, poliklinik, rumah sakit dan panti asuhan. Ketiga organisasi
sendiri dari pusat, wilayah, daerah, Cabang dan ranting.
7. Muhammadiyah dan politik.
Pada
tahun 1918 menurut KH. Hadjid murid langsung dari KH. Ahmad Dahlan dilaksanakan
rapat tahunan Muhammadiyah dibicarakan tentang AD/ART Muhammadiyah. KH.
Suprapto Ibnu Juraimi, yang berguru langsung kepada KRH. Hadjid menjelaskan
bahwa. Ketika itu terdapat dua pendapat dalam sidang. Pertama KH. A. Dahlan
yang menghendaki agar Muhammadiyah ini tetap sebagai gerakan dakwah. Kedua KH.
Agus Salim mengusulkan agar Muhammadiyah menjadi organisasi politik.
Pembicaraan itu kemudian dihentikan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mengetuk palu
pimpinan sambil berdiri. Ketika suasana tenang KH. A. Dahlan Menggugah para
peserta sidang dengan dua pertanyaan yang menggelorakan jiwa.
8. Landasan operasional muhammadiyah.
Merupakan pijakan bagi persyarikatan Muhammadiyah dalam
menjalankan aktivitas-aktivitas untuk mencapai maksud dan tujuan meliputi
khittah perjuangan, AD/ART dan keputusan-keputusan Muhammadiyah Maksud dn
Tujuan Organisasi Muhammadiyah yang tercantum dalam AD pasal 2 berbunyi: “
Menegakkan dan menjunjung Tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya”.
·
Usaha untuk mencapai maksud dan
tujuan tersebut meliputi 17 sub sistem
sebagaimana tercantum dalam pasal 3:
·
Menyebarluaskan Agama Islam terutama dengan mempergiat dan mengembirakan tabligh
·
Mempergiat dan memperdalam
pengkajian ajaran Islam untuk
mendapatkan kemurnian dan kebenarannya
·
Memperteguh keimanan, mempergiat ibadah
meningkatkan semangat jihad, dan mempertinggi akhlak
·
Memajukan dan memperbaharui pendidikan
dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan mempergiat
penelitian menurut tuntunan Islam
·
Menggembirakan dan membimbing masyarakat
untuk berwakaf serta membangun dan memelihara tempat beribadah
·
Meningkatkan harkat dan martabat
manusiamenurut tuntunan Islam
·
Membina dan menggerakkan angkatan muda
sehingga menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa
·
Membimbing masyarakat kearah perbaikan
kehidupan dan mengembangkan ekonomi sesuai dengan ajaran agama Islam
·
Memelihara, melestarikan, dan
memberdayakan kekayaan alam untuk kesejahteaan masyarakat
·
Membina dan memberdayakan petani,
nelayan, pedagg kecil dan buruh untuk meningkatkan taraf hidupnya.
·
Menjalin hubungan kemitraan dengan dunia
usaha
·
Membimbing masyarakat dalm menunaikan
zakat, infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf.
·
Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal
tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa dalam bidang kesehatan, sosial,
pengembangan masyarakat, dan keluarga sejahtera.
·
Menumbuhkan dan meningkatkan ukhuwah
Islamiyah dan kekluargaan dalam muhammadiyah.
·
Menanamkan kesadaran agar tuntunan dan
peraturan Islam diamalkan dalam masyarakat.
·
Memantapkan kesatuan dan persatuan
bangsa serta peran serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan.
·
Usaha-usaha lain yang sesuai dengan
maksud dan tujuan persyarikatan.
9. Khittah perjuangan muhammadiyah.
Khittah
Perjuangan Muhammadiyah merupakan strategi yang diterapkan dalam Muktamar untuk
mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah
Adapun Khittah Perjuangan Muhammadiyah hasl
keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya tahun 1978 berisi 5 hal:
1.
Hakikat Muhammadiyah senantiasa memiliki
kepentingan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
2.
Muhammadiyah dan masyarakat; menempatkan
diri sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam masyarakat
dengan maksud terutama membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan dakwah jamaah
3.
Muhammadiyah dan politik. Muhammadiyah
berusaha sesuai deng khittahnya dengan dakwah ‘amar makruf nahi munkar.
Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan organisatoris dan tidak berafiliasi
dengan salah satu partai politik.
4.
Muhammadiyah dan ukhuwah Islamiyah.
Sesuai dengan kepribadiaanya, muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan
Islam manapun dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama islam serta membela
kepentingannya.
5.
Dasar program Muhammadiyah
a. Memulihkan
keblai muhammadiyah sbg persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masy,
muslim/muslimat yang beriman teguh, taat beribadat, berakhlak mulia, menjadi
teladan di tengah-tengah masyarakat.
b. Meningkatkan
pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajiban
sebagai warga negara kesatuan RI dan meningkatkan kepekaan sosial terhadp
persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat.
c. Menetapkan
persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untk melaksanakan dakwah amar makruf
nahi munkar kesegenap penjuru dan lapisan masyarakat serta disegala bid.
kehidupan di Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
I.
Visi
dan Misi Muhammadiyah
Visi Muhammadiyah :
Muhammadiyah
sbg gerakan dakwah Islam yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
dengan watak Tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam
melaksanakan dakwah amar makruf nahi munkar di segala bidang sehingga menjadi
rahmatan lil al ‘alamin bagi ummat, bangsa, dan dunia kemanusiaan menuju
terciptanya masyarakat utama yang diridhai Allah SWT dalam kehidupan di dunia
ini.
J.
Lambang
Muhammadiyah
1. Bentuk Lambang Muhammadiyah
Lambing persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas
sinar yang mengarah kesegala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih
bercahaya. Ditengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab;
Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah
terdapat; tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyahadu
anal ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan kecuali
Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul
“Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan
terletak diatas warna dasar hijau daun.
2. Maksud Lambang Muhammadiyah
Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhuk)
Allah. Dalam system tata surya matahari menemapati posisi sentral
(heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain.
Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekutan
memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua
mahluk hidup yang ada dibumi. Dan tanpa
panas sinar hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.
Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana
matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriah berlangsung kehidupan secara
biologis bagi seluruh mahluk hidup yang ada dibumi, maka Muhammadiyah akan
menjadi penyebab lahirnya, berlansungnya kehidupan secara spiritual, rohaniah
bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama
Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ajaran Islam yang
hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat. Kehidupan
rohaniah karena sinar dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat
al-Anfal 24: “wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeruh kalian kepada sesuatu yang member kehidupan kepada
kalian”
Dua belas sinar matahari yang memancar keseluruh penjuru mengibarkan
tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam
memperjuangkan Islam ditengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad
dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi
Isa as. Yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangat telah teruji
secara meyakinkan maka Allah pun berkenaan mengabadikan mereka dalam salah satu
ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14: “Wahai’ sekalian orang-orang beriman! Jadikanlah kalian penolong-penolong
(agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: “siapa
yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakan agama Allah), lalu
segolongan bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir: maka kami
berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka,
maka jadilah mereka orang-orang yang menang”.
Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan
keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
agama islam. tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan
Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus)- ajaran ikhsan sebagaiman yang dianjurkan
Rasulullah benar-benar dijadikan
jiwa dan ruh
perjuangan Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Sebab
telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari
oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apa pun tidak ada yang mampu mematahkannya
(lihat surat Shaad 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).
Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan
kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang ditengah-tengah masyarakat bangsa
Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan
kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).
K. Sejarah Kepemimpinan Muhammadiyah
Dari Masa Ke Masa
Dalam
mengkisahkan perjalanan Muhammadiyah dari masa ke masa, maka akan lebih jelas
mengikuti alur periodesasi kepemimpinan Muhammadiyah, tentu saja akan tampak
adanya dinamika yang berbeda, menurut latar situasi dalam waktu yang
berbeda-beda. Namun, ada yang penting dan perlu diperhatikan ialah, selama 89
tahun Alhamdulillah Muhammadiyah TIDAK PERNAH PECAH, tetap utuh konsiten pada
bidang garap dan gerakannya. Catatan singkat perjalanan Muhammadiyah dari masa
ke masa dikisahkan sebagai berikut :
1. Periode Kepemimpinan Kha Dahlan (1912 – 1923)
Periode
ini merupakan masa perintisan pembentukan organisasi dan jiwa serta amal usaha.
Selain itu masa pengenalan ide-ide pembaharuan dalam metode gerakan amaliah
Islamiyah. Ahmad dahlan mengenalkan Muhammadiyah melalui beberapa cara, antara
lain silaturahmi, mujadalah (diskusi), Tausiyah-ma’idhoh hasanah, dan
memberikan keteladanan dalam praktek pengamalan ajaran Islam.
Pada periode ini dibentuk perangkat
awal seperti : Majelis Tabligh, Majelis Sekolahan 9pengajaran), Majelis Taman
Pustaka, Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), ‘Aisyiyah, Kepanduan
Hizbul Wathon (HW), menerbitkan majalah “SWORO MOEHAMMADIJAH”. Selain itu
mempelopori berdirinya rumah sakit umat Islam, Rumah Miskin, dan Panti Asuhan
Yatim/Piatu, serta menganjurkan dan mempelopori hidup sederhana, terutama dalam
menyelenggarakan Walimatul’Urusy (pesta perkawinan).
Dalam mengadakan perubahan untuk
meluruskan kembali ajaran Islam, Ahmad dahlan menggunakan pendekatan pesuasif
(ngemong dan memberikan penjelasan), sehingga para para penentangnya simpati,
bahkan ada yang mengikuti gerakannya.
2. Periode Kepemimpinan Kh Ibrahim (1923 –1932)
Pada
periode ini Muhammadiyah mulai berkembang meluas sampai kedaerah-daerah luar
Jawa. Perangkat yang dibentuk antara lain : Majelis Tarjih, Nasyi’atul’Aisyiyah
dan kemudian Pemuda Muhammadiyah. Adapun Aktivitas yang menonjol antara lain :
·
Pada tahun 1924 mengadakan “Fonds
Dachlan”, untuk membeayai sekolah anak-anak miskin. Mengadakan khitanan massal
pertama kali (1925). Pada konggres di Surabaya tahun 1926 diputuskan Pemakaian
Tahun Islam dalam catat-mencatat termasuk surat menyurat dan Sholat Hari Raya
di tanah lapang. Pada tahun 927 pada konggres di Pekalongan muncul persoalan
politik dengan keputusan pokok “Muhammadiyah TIDAK bergerak dalam bidang
POLITIK, namun memperbaiki budi pekerti yang luhur (Akhlaqul Karimah) bagi
orang yang akan berpolitik (tidak melarang anggotanya berpolitik).
·
Pada tahun 1928 mulai mengirim putera
& puteri lulusan sekolah Muhammadiyah (dari Mu’allimien, Muallimat,
Tabigschool, Normalschool) di benum ke pelosok tanah air, sebagai “anak panah”
Muhammadiyah. Pada Konggres di Solo tahun 1929, Muhammadiyah mendirikan
Uitgeefster My (badan usaha penerbitan buku-buku sekolah Muhammadiyah yang
dikelola oleh Majelis Taman Pustaka). Di konggres ini pula terjadi “Penurunan
Gambar KHA Dahlan” (dan dilarang untuk sementara waktu dipasang, karena ada
gejala kultus). Pada Konggres di Minangkabau tahun 1930 muncul eselon CONSUL
HOFD BESTUUR MUHAMMADIJAH (sekarang PWM). Pada konggres di Makasar 1932 antara
lain diputuskan penerbitan Koran Muhammadiyah (Dagblad Adil) dilaksanakan oleh
cabang Solo.
3. Periode Kepemimpinan Kh Hisyam (1932 – 1936)
Periode
ini kegiatan pendidikan mendapatkan porsi yang mantap, selain itu pula diadakan
penerbitan administrasi organisasi. Pada konggres tahun 1934 lebih dimantapkan
pengembangan lembaga pendidikan tingkat menengah dan mengubah sekolah dengan
nama Belanda menjadi nama khas kita, seperti : Volkschool menjadi Sekolah
Rakyat. Pada Konggres tahun 1935 memutuskan pembentukan Majelis Pimpinan Perekonomian
yang tugasnya membantu perbaikan ekonomi anggota (membentuk semacam kooperasi).
Pada tahun 1936 diadadkan Konggres Seperempat Abad (XXV) di Jakarta, diputuskan
anatara lain mendirikan sekolah Tinggi, dan mendirikan Majelis Pertolongan
& Kesehatan Muhammadiyah (MPKM) di seluruh cabangdan ranting.
4. Periode Kepemimpinan Kh Mas Mansyur (1936 – 1942)
Masa
kepemimpinan KH Mas Mansyur merupakan tokoh yang kreatif dan terkenal sikapnya
yang istiqomah dan pemberani, sehingga ikut dalam pengisian jiwa gerakan
Muhammadiyah, dan penegasan kembali faham agama yang menjadi garis besar
Muhammadiyah. Pada periode ini memaksimalkan Majelis Tarjih, sehingga
menghasilkan “Masalah Lima” (Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah, dan ibadah).
Selain itu menggerakkan Muhammadiyah lebih dinamis dan berbobot, dengan
konsepnya yang terkenal “Langkah Dua belas”nya. Catatan kekiatan yang menonjol
saat itu antara lain :
a. Membentuk
Komisi Perjalanan Haji (HM Suja’, HA Kahar Mzkr & R. Sutomo)
b. Pembentukan
Bank Muhammadiyah (Konggres di Yogyakarta 1937)
c. Menentang
Ordonansi Pencatatan Perkawinan Oleh Pemerintah Belanda
d. Menentang
Ondewijs Ordonansi (larangan guru mengajar di Sekolah Muh.)
e. Mengganti
seluruh istilah Hindia Belanda dengan Indonesia
f.
Mengeluarkan “Franco Amal” menghimpun
dana untuk kaum dhu’afa
g. Mulai
dirintis semacam Khittah Muhammadiyah
h. Ikut
mempelopori beririnya MIAI (Majelisul Islam A’la Indonesia)
5. Periode Kepemimpinan Ki Bagus Hadikusuma (1942 –
1953)
Ki
Bagus Hadikusuma termasuk tokoh Muhammadiyah yang juga mengisi dan membentuk
jiwa bagi gerakan Muhammadiyah. Pada periode ini dilahirkan Muqaddimah Anggaran
dasar Muhammadiyah, sebagai rumusan singkat atas gagasan dan pokok-pokok
pikiran KHA Dahlan (melalui murid-muridnya).
Periode
ini menghadapi zaman Jepang, awal kemerdekaan, masa revolusi fisik
mempertahankan Republik Indonesia. Oleh karena itu, aktivitas Muhammadiyah
banyak tersita dengan perjuangan kenegaraan, seperti mempersiapkan kemerdekaan,
mendirikan kelasykaran/badan perjuangan untuk membela Republik Indonesia dan
sebagainya.
Perlu
dicatat dalam sejarah, bahwa masa periode ini Muhammadiyah berani menentang
pemerintah Dai Nippon yang mewajibkan “Syeikerai” (memuja Amaterasu Omikami dan
Tenno Haika, syirik hukumnya), dalam hal ini Jepang mundur dan Muhammadiyah
berhasil. Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan Hizbullah Sabilillah, Majelis
Syurau Muslimin Indonesia (Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan Asykar
Perang Sabil (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta
penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan
UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma
mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
6. Periode Kepemimpinan A.R. Sutan Mansyur (1952 – 1959)
Kepemiminan
AR Sutan Mansyur dikenal sebagai masa memperkokoh Ruh Tauhid, yaitu dengan
disusunnya Khittah Palembang. Pada periode ini yang penting dicatat sejarah
antara lain :
a. Sidang
Tanwir di Pekajangan, 1955 membicarakan Konsepsi Negara Islam.
b. Sidang
Tanwir 1956 di Yogyakarta memutuskan :
–
Muhammadiyah tetap bergerak dalam bidang
agama & kemasyarakatan,
–
Masalah politik diserahkan pada Partai
Masjumi,
–
Bagi warga Muhammadiyah yang aktif
politik dianjurkan ke Partai Islam
–
Keanggotaan Istimewa dihapus, namun
tetap hubungan baik dengan Masjumi.
7. Periode Kepemimpinan Hm Yunus Anis (1959 – 1962)
Pada
periode ini situasi negara dalam goncangan sosial politik, sehingga baik
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada gerak perjuangan Muhammadiyah.
Namun HM Yunus Anis mampu membawa Muhammadiyah untuk tetap pada jati dirinya,
yaitu tetap menempatkan kedudukannya sebagai Gerakan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar dalam bidang sosial keagamaan. Selain itu, penataan administrasi
Muhammadiyah dibangun dengan baik sebagaimana organisasi modern. Dokumentasi
Muhammadiyah mulai dibenahi dan diatur rapi, sehingga memudahkan penulisan dan
penelitian dalam Muhammadiyah.
Pada
periode ini Majelis Pustaka sangat berperan, baik dalam bidang perpustakaannya,
dokumentasi arsip-arsip dan penerbitan Muhammadiyah, serta banyak menghasilkan
penerbitan RIDUP (riwayat hidup) tokoh-tokoh Muhammadiyah, dan Almanak
Muhammadiyah.
8. Periode Kepemimpinan Kha Badawi (1962 – 1968)
Periode
ini merupakan periode Muhammadiyah menghadapi PKI, dan kehidupan kenegaraan
yang cenderung terkontaminasi politik PKI. Situasi Sosial Ekonomi sangat buruk,
kemiskinan merajalela, gerak politik yang revolusioner yang tidak menentu.
Pimpinan Muhammadiyah periode ini bertugas terus memperkokoh kekuatan umat Islam
dalam melawan PKI dan antek-anteknya. Selain itu, menyelamatkan negara dengan
pendekatan pada presiden agar tidak terseret jauh terpengaruh oleh politik PKI
yang memusuhi umat Islam Indonesia.
9.
Periode
Kepemimpinan Kh Fakih Usman / H. Ar Fakhrudin (1968 – 1971)
Pada
Muktamar ke 37 di Yogyakarta KH Fakih Usman dikukuhkan sebagai Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, namun tiada berapa lama beliau wafat, dan Sidang Tanwir
menetapkan H. AR Fakhrudin (WK Ketua I) sebagai Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. (1968 – 1971). Periode ini yang lebih menonjol adalah
“Me-Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Dalam hal ini mengadakan tajdid
dalam bidang ideologinya dengan “merumuskan “Matan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah”, dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan
menyusun “Khittah Perjuangan Muhammadiyah”.
10. Periode Kepemimpinan H. Ar Fakhrudin (1971 – 1990)
Periode
ini meneruskan sebelumnya, yaitu usaha untuk meningkatkan kualitas
persyarikatan baik pemurnian amal usaha Muhammadiyah. AR Fakhrudin dipilih
sebagai ketua Muhammadiyah pada Muktamar ke 39 di Ujung Pandang 1971, Muktamar
ke 40 di Surabaya tahun 1978, dan Muktamar ke 41 di Surakarta, 1985. Pada
periode ini mengalami tantangan untuk mengubah Azas Islam dengan Pancasila
sebagai stu-satunya azaz organisasi di Indonesia. Ddengan kebijakan “Siasat
Jalur Helem” (yang artinya untuk sementara, dan tetap beraqidah Islam),
Muhammadiyah dalam selamat.
Beberapa keputusan penting antara lain :
a. Mengukuhkan
Khittah Muhammadiyah (Khittah Ponorogo) di Muktamar 40.
b. Ikut
membidani kelahiran partai Muslimin Indonesia (Parmusi)
c. Tersusunnya
konsep-konsep Dakwah oleh Majelis Tabligh dan tuntunan praktis.
d. Tersusunnya
konsep kaderisasi dan pedoman praktis pembinaannya.
e. Tersusunnya
berbagai pedoman pendidikan oleh Majelis Dikdasmen & Dikti.
f.
Pengaktifan kembali Majelis Pustaka,
dalam rangka penyelamatan arsip dokumen Muhammadiyah dan
penerbitan-penerbitannya.
11. Periode Kepemimpinan Kh. Ahmad Azhar Basyir (1990 –
1995)
Pada
periode ini berhasil dirumuskan Program Jangka Panjang Muhammadiyah 25 Tahun,
yang meliputi Bidang Konsolidasi Gerakan, Bidang Pengkajian dan Pengembangan,
dan Bidang Kemasyarakatan. Program itu dijabarkan secara strategis menjadi :
a. Bidang
Konsolidasi gerakan, meliputi antara lain Konsolidasi Organisasi, Kaderisasi
dan Pembinaan AMM, Bimbingan Keagamaan, dan Peningkatan Hubungan Kerjasama.
b. Bidang
Pengkajian dan Pengembangan meliputi antara lain Pengkajian & Pengembangan
pemikiran Islam; Penelitian & pengembangan; dan Pusat informasi Kepustakaan
dan penerbitan.
c. Bidang
kemasyarakatan meliputi, pendidikan; penanaman keyakinan Islam kesehatan;
Pengembangan Sosial Kemasyarkaatan; Kebudayaan; Ekonomi dan Kewiraswastaan;
Partisipasi Politik; Pengembangan General Muda; Pembinaan keluarga; Pengembangan
Peranan Wanita; Lingkungan Hidup; dan PeningkatanKualitas Sumber daya manusia.
KH
Ahmad Azhar Basyir memimpin Muhammadiyah tidak sampai akhir periode, karena
Allah SWT. Memanggil untuk menghadap keharibaannNya. Kepemimpinan PP
Muhammadiyah periode ini diteruskan oleh Dr. H. Amien Rais (yang sebelumnya
sebagai staf ketua).
12. Periode Kepemimpinan Prof. Dr. H. Amien Rais
PROF.
DR. H. AMIEN RAIS (lahir di Solo, Jawa Tengah, 26 April 1944; umur 68 tahun)
adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999
– 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999
pada bulan Oktober 1999. Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia
pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang
yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Setelah partai-partai
politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais
ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua
Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005. Sebuah majalah pernah
menjulukinya sebagai “King Maker“. Julukan itu merujuk pada besarnya peran
Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999
dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak
sampai 10% dalam pemilu 1999. Lahir di solo pada 26 April 1944, Amien
dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah. Orangtuanya, aktif di
Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar
negeri. Sejak lulus sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969), ia melanglang ke berbagai
negara dan baru kembali tahun 1984 dengan menggenggam gelar master (1974) dari
Universitas Notre Dame, Indiana, dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas
Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Kembali ke tanah air, Amien kembali ke
kampusnya, Universitas Gadjah Mada sebagai dosen. Ia bergiat pula dalam
Muhammadiyah, ICMI, BPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang
keruntuhan Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak
heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.
13. Periode kepimimpinan Ahmad Syafi’i Ma’arif
(lahir
di Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei 1935; umur 77 tahun) adalah
mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah dan pendiri Maarif Institute,
yang juga dikenal sebagai seorang tokoh dan ilmuwan yang mempunyai komitmen
kebangsaan yang kuat. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja telah
memposisikannya sebagai “Bapak Bangsa”. Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah
kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya sendiri.
14. Periode Kepemimpinan Prof. Dr. Sirajuddin
Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin
Prof.
Dr. Sirajuddin Syamsuddin (lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 31
Agustus 1958; umur 54 tahun), adalah seorang politisi yang saat ini menjadi
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira
Beranata, dan memiliki 3 orang anak. Ia menempuh pendidikan sarjana di IAIN
Jakarta, dan kemudian melanjutkan pascasarjana dan doktornya di University of
California at Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat. Din pernah berkarier di
birokrasi menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen
Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, Din
pernah menjabat sebagai Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP
Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan
Ketua Litbang Golongan Karya. Sebagai ketua PP Muhammadiyah, ia seringkali
diundang untuk menghadiri berbagai macam konferensi tingkat internasional
berkenaan dengan masalah hubungan antara umat beragama dan perdamaian.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam
pembaharu di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad
Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan
pembaharuan Islam. maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta‟ala.Muhammad Darwis atau lebih
dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil
dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk
kembali kepada Al Qur‟an dan As Sunnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah
yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan tersebarluas hampir
seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi
besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad
Dahlan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,
Syamsul, Studi Kemuhammadiyahan: Surakarta: LPID, 2011
Nafi’ah, Siti.2011.
“Ide Dasar/Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah”.
http://veeah.blogspot.com/2010/12/ide-dasarlatar-belakang-berdirinya.html
………….2011.” Al
Islam dan KeMuhammadiyahan”.
http://regenerasi.wordpress.com/?p=9
………..2009.”
Sejarah Berdirinya Muhammadiyah“.
http://www.suara-muhammadiyah.or.id
Cepot,
Kopral.2009.”Sejarah Muhammadiyah”.
http://serbasejarah.wordpress/2009/05/31/sejarah
-muhammadiyah/
0 Response to "KEMUHAMMADIYAHAN"
Posting Komentar