PUPUK ANORGANIK

PUPUK ANORGANIK
Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi.  Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono, 2000).
Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk.  Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K dan sebagainya.  Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya (Hardjowigeno, 2004).
Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik, yaitu (1) Pemberiannya dapat terukur dengan tepat, (2) Kebutuhan tanaman akan hara dpat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat, (3) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan (4) Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk organik.  Pupuk anorganik mempunyai  kelemahan, yaitu selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung  unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).

Nitrogen (N)
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer, yang takarannya mencapai 78% volume, dan sumber lainnya senyawa-senyawa yang tersimpan dalam tubuh jasad.  Nitrogen sangat jarang ditemui karena sifatnya yang mudah larut dalam air (Poerwowidodo, 1992).
Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4+ kemudian dimasukkan ke dalam semua gas amino dan Protein (Indrana, 1994).  Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah ; nitrogen amonium dapat diikat oleh mineral lempung tertentu, dan amonium anorganik dapat larut dan senyawa nitrat (Buckman dan Brady, 1992).
Nitrogen yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih dahulu.  Pada tanah yang immobilitasnya rendah nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi proses nitrogen.  Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih menyukai senyawa dalam bentuk ion amonium daripada ion nitrat (Jumin, 1992).
Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman jagung adalah merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun.  Selain itu, nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan zat hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2000).
Kekahatan atau defisiensi nitrogen menyebabkan proses pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan.  Selain itu, kekahatan senyawa protein menyebabkan kenaikan nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan selulosa dan lignin.  Ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat akan nitrogen tampak kecil, kering, tidak sekulen, dan sudut daun terhadap batang sangat runcing (Poerwowidodo, 1992).
Salah satu bentuk pupuk N yang banyak digunakan adalah urea (CO(NH2)2).  Urea dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang.  Persenyawaan kedua zat ini malahirkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46% (Lingga dan Marsono, 2002).
Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air).  Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dan udara.  Oleh karena itu urea mudah larut dan mudah diserap oleh tanaman (Lingga dan Marsono, 2002).
Urea dapat membuat tanaman hangus, terutama yang memiliki daun yang amat peka.  Untuk itu, semprotkan urea dengan bentuk tetesan yang besar.  Berdasarkan bentuk fisiknya maka urea dibagi menjadi dua jenis, yaitu urea prill dan urea non prill (Lingga dan Marsono, 2002).
Phosphor (P)
Paling sedikit ada empat sumber pokok fosfor untuk memenuhi kebutuhan akan unsur ini, yaitu pupuk buatan, pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk hijau, dan senyawa asli unsur ini yang organik dan anorganik, yang terdapat dalam tanah (Buckman dan Brady, 1992).
Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4. menyusul kemudian dalam HPO42-. Species ion yang merajai tergantung dari PH sistem tanah-pupuk-tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5-7. kepekatan H2PO4 yang tinggi dalam larutan tanah memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran besar karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10 kali penyerapan tanaman untuk H2PO4 dibanding untuk HPO42-(Poerwowidodo, 1992).
Bentuk P yang lain yang dapat diserap tanaman adalah pirofosfat dan metafosfat. Kedua bentuk ini misalnya terdapat dalam bentuk pupuk P dan K metafosfat. Tanaman juga menyerap P dalam bentuk fosfat organik, yaitu asam nukleat dan phytin. Kedua bentuk senyawa ini terbentuk melalui proses degradasi dan dekomposisi bahan organik yang langsung dapat diserap oleh tanaman (Hakim, dkk.,1986).
Ketersediaan phospor di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, tetapi yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah (masam), phospor akan bereaksi dengan ion besi (Fe)  dan aluminium (Al). reaksi ini akan membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut di dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Pada tanah ber-pH  tinggi (basa), phospor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa memperhatikan  pH tanah, pemupukan phospor tidak akan berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).
Menurut Buckman dan Brady (1992), bahwa fosfor dapat berpengaruh menguntungkan pada pembelahan sel dan  pembentukan lemak serta albumin, pembungaan dan pembuahan, termasuk proses pembentukan biji, perkembangan akar, khususnya akar lateral dan akar halus berserabut, kekuatan batang, dan kekebalan tanaman terhadap penyakit tertentu.
Gejala kekurangan P pada tanaman jagung dapat menjadikan pertumbuhan terhambat (kerdil), daun-daun/malai menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun, dan juga pada jagung akan menyebabkan tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil (Hardjowigeno, 1993)
Kalium (K)
Menurut Buckman dan Brady (1992), berbagai bentuk kalium dalam tanah digolongkan atas dasar ketersediaannya menjadi 3 golongan besar yaitu bentuk relatif tidak tersedia, mudah tersedia, dan lambat tersedia. Senyawa yang mengandung sebagian besar bentuk kalium ini adalah feldspat dan mika, lebih lanjut dijelaskan oleh  Mulyani (1999), bahwa sumber-sumber kalium adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad  renik, air irigasi serta larutan dalam tanah, dan pupuk buatan.
Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dan dapat dijumpai di dalam tanah dalam jumlah yang bervariasi, namun jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanaman biasanya kecil. Kalium ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk garam-garam mudah larut seperti KC1, K2SO4, KNO3, dan K-Mg-SO4. Mekanisme penyerapan K mencakup aliran massa, konveksi, difusi, dan serapan langsung dari permukaan zarah tanah (Poerwowidodo, 1992).
Di dalam tanah, ion K bersifat sangat dinamis dan juga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH yang rendah. Sekitar 1-10% terjebak dalam koloid tanah karena kaliumnya bermuatan positif. Bagi tanaman, ketersediaan kalium pada posisi ini agak lambat. Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis mineral pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang oleh tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah (Novizan, 2002).
Menurut Hakim, dkk (1986), bahwa peranan kalium secara fisiologis adalah metabolisme karbohidrat, yakni pembentukan pemecahan, dan translokasi pati, metabolisme nitrogen dan sintesis protein, mengawasi dan mengatur kegiatan berbagai unsur mineral, netralisasi asam-asam organik penting secara fisiologis, mengaktifkan berbagai enzim, mempercepat proses pertumbuhan jaringan meristematik, mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air.
Defisiensi kalium agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda (Mulyani, 1999). Pada tanaman jagung, gejalanya daun terlihakaput lebih tua, muncul warna kuning pada pinggir dan di ujung daun yang akhirnya mengering dan rontok. Daun mengerut  (Keriting) dimulai dari daun tua. Pada buah, ukuran tongkol menjadi lebih kecil, warna buah tidak merata dan biji buah menjadi kisut (Novizan, 2002)


Tabel 1.     Rata–rata laju pertumbuhan relatif (g.g-1.hari-1) tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
Umur pengamatan
Waktu aplikasi
Dosis pupuk Kalium (KCl)
Pupuk Kalium
K1
K2
K3

W1
0,066 a
0,068 b
0,068 b
56 hst
W2
0,068 b
0,071 c
0,076 d

W3
0,076 d
0,077 e
0,080 f
BNT 5 %
0,000001



Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05; tn: tidak berbeda nyata; hst: hari setelah tanam

Tabel 2.     Rata–rata indeks luas daun (%) tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium pada berbagai umur pengamatan
Umur pengamatan
Waktu aplikasi
Dosis pupuk Kalium (KCl)
Pupuk Kalium
K1
K2
K3

W1
0,28 a
0,31 b
0,32 c
28 hst
W2
0,41 d
0,43 e
0,44 f

W3
0,46 g
0,51 h
0,55 i
BNT 5 %
0,0001




W1
0,63 a
0,67 b
0,69 c
56 hst
W2
0,80 d
0,88 e
0,89 f

W3
0,91 g
0,95 h
1,05 i
BNT 5 %
0,0001




W1
0,83 a
0,89 b
0,92 c

84 hst
W2
1,04 d
1,14 e
1,17 f


W3
1,22 g
1,26 h
1,43 i

BNT 5 %
0,0002




Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05; tn: tidak berbeda nyata; hst: hari setelah tanam

Tabel 3.     Rata–rata jumlah polong isi per tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
pengamatan
Waktu aplikasi
Dosis pupuk Kalium (KCl)
Pupuk Kalium
K1
K2
K3

W1
31,67 a
32,33 a
32,67 b
jumlah polong isi
W2
34 c
37,67 d
42,33 e

W3
45,33 f
50,67 g
53 h
BNT 5 %
0,63



Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05

Tabel 4.     Rata–rata jumlah polong hampa per tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan wWaktu pemberian dan dosis pupuk kalium
pengamatan
Waktu aplikasi
Dosis pupuk Kalium (KCl)
Pupuk Kalium
K1
K2
K3

W1
10 g
9 f
9 f
jumlah polong hampa
W2
7,67 e
7,67 e
7,33 d

W3
6,33 c
6 b
5,67 a
BNT 5 %
0,26




Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05
Tabel 5.     Rata–rata bobot biji (gram) per tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
Pengamatan
Waktu aplikasi
Dosis pupuk Kalium (KCl)
Pupuk Kalium
K1
K2
K3

W1
9.6 a
9.8 b
9.8 b
Bobot Biji
W2
10.1 c
10.1 c
10.4 d

W3
10.6 e
10.6 e
13.4 f
BNT 5 %
0,15



Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05

Tabel 6.     Rata–rata bobot 100 biji (gram) pada tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
pengamatan
Waktu aplikasi
Dosis pupuk Kalium (KCl)
Pupuk Kalium
K1
K2
K3

W1
16 a
16,03  b
16,33 c
Bobot 100 biji
W2
16,47  d
16,77 e
16,9 f

W3
17,1 g
17,7 h
18,97 i
BNT 5 %
0,01



Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05.






Pemupukan
Jumlah takaran pupuk dan saat pemberiannya tidak sama untuk setiap lokasi, tergantung kepada tipologi lahannya. Selain pupuk, kapur juga perlu diberikan untuk mengurangi kemasaman tanah. Kedelai tidak dapat tumbuh baik di lahan yang sangat masam.
·         Dosis pemupukan
Biasanya untuk kedelai dosis yang dianjurkan adalah:
N :50-100 kg Urea/ha
P : 75-150 kg TSP/ha
K : 50-100 kg KCl/ha
Ditambah dengan pupuk kandang 5 ton/ha.

·         Waktu pemupukan
Pupuk diberikan selama tiga kali yaitu pertama pada saat. Pupuk dasar ini penting karena pada saat tanaman berumur 15-20 hari, bintil akar belum terbentuk. Pemupukan kedua diberikan pada saat menjelang pembungaan (25 hari setelah tanam) dan pemberian ketiga dilakukan saat pengisian biji (40-45 hari setelah tanam). Dosis pupuk yang dibutuhkan diberikan bertahap selama tiga kali (setiap pemupukan 1/3 dari dosis total pupuk).

·         Cara pemberian
Cara pemberian pupuk yaitu dengan menugal atau melarik tanah. Setelah pupuk ditempatkan dalam lubang atau larikan, kemudian ditutup dengan tanah. Dapat juga dilakukan dengan membuat lubang dengan tugal di sebelah kanan dan kiri lubang benih sedalam 5-7 cm dengan jarak 5-7 cm dari lubang tanam. Pupuk dasar TSP,SP-36 dapat diberikan semua dari dosis yang dianjurkan sedangkan pupuk N dan K diberikan setengah dari dosis yang dianjurkan. Setengahnya lagi diberikan setelah tanaman berumur 20-30 hari. Ini disebabkan karena pupuk P sulit tersedia bagi tanaman.

Pemeliharaan Dan Pemupukan Kedelai
Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam kenyataannya tidak semua biji yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak seragam. Untuk menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak tumbuh sebaiknya segera diganti dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah benih yang tidak tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu penyulaman yang terbaik adalah sore hari.
Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu. Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6 minggu setelah tanam. Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2 (pemupukan lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mengikis gulma yang tumbuh dengan tangan atau kuret. Apabila lahannya luas, dapat juga dengan menggunakan herbisida. Sebaiknya digunakan herbisida seperti Lasso untuk gulma berdaun sempit dengan dosis 4 liter/ha.
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.

Dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan kondisi tanah. Pada tanah subur atau tanah bekas ditanami padi dengan dosis pupuk tinggi, pemupukan tidak diperlukan. Pada tanah yang kurang subur, pemupukan dapat menaikkan hasil. Dosis pupuk secara tepat adalah sebagai berikut:
1.      Sawah kondisi tanah subur: pupuk Urea=50 kg/ha.
2.      Sawah kondisi tanah subur sedang: pupuk Urea=50 kg/ha, TSP=75 kg/ha dan KCl=100 kg/ha.
3.      Sawah kondisi tanah subur rendah: pupuk Urea=100 kg/ha, TSP=75 kg/ha dan KCl=100 kg/ha.
4.      Lahan kering kondisi tanah kurang subur: pupuk kandang=2000-5000 kg/ha; Urea=50-100 kg/ha, TSP=50-75 kg/ha dan KCl=50-75 kg/ha.
Penanaman kedelai dilakukan setelah pertanaman padi menjelang musim kemarau dalam sistem rotasi tanaman padi-padi-kedelai.  Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 10 perlakuan dan masing-masing diulang 3 kali.  Ukuran petak perlakuan adalah 4,80 m x 5,4 m.  Macam perlakuan terdiri dari kombinasi perlakuan dosis pupuk sumber P (SP-36) dan sumber K (KCl) seperti disajikan dalam Tabel 2.  Sebagai pupuk dasar digunakan Urea 50 kg/ha yang diberikan pada semua petak perlakuan.
Benih kedelai varietas Wilis ditanam secara tugal (2 biji/lubang) dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Pupuk Urea dan SP-36 seluruhnya diberikan pada umur 10-15 hari setelah tanam (HST), sedangkan pupuk KCl diberikan 2 kali yaitu setengah dosis diberikan pada umur 10-15 HST bersamaan dengan pemberian pupuk Urea dan SP-36 dan sisanya diberikan pada umur 28 HST. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dibenamkan dalam tanah di sekitar rumpun tanaman.
Data yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang per tanaman, berat biji kering dan brangkasan kering (daun, batang, kulit polong). Data tinggi tanaman dan jumlah cabang dikumpulkan dari pengamatan terhadap 10 tanaman contoh per petak perlakuan sedangkan berat biji dan brangkasan dikumpulkan dari hasil seluruh tanaman per petak. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam (Analysis Of Variance/ANOVA)  dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan uji beda nyata terkecil/BNT (Least Significant Different/LSD) pada taraf 5%. Untuk analisis data secara statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SAS Versi 5 (SAS Institute Inc. 1985).




Pemupukan P dan K masing-masing sampai dengan dosis 100 kg SP-36 dan 150 kg KCl/ha ternyata tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, hasil biji kering dan brangkasan kering maupun indek panen. Hal ini nampaknya disebabkan ketersediaan unsur hara P dan K di dalam tanah pada lahan sawah yang digunakan untuk penelitian cukup tinggi (Tabel 1).  Keadaan lahan sawah dengan kadar P dan K yang cukup tinggi tersebut banyak dijumpai di sebagian besar wilayah Kabupaten Bantul (Mulyadi et al., 2004) dan mungkin juga daerah-daerah persawahan di wilayah lainnya dimana petani umumnya melakukan pemupukan P dan K/jerami sisa panen dikembalikan ke lahan. Untuk itu, penyisipan tanaman kedelai dalam sistem rotasi tanaman padi-padi-kedelai cukup berpotensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dan K di lahan sawah karena residu penggunaan pupuk dalam pertanaman padi sawah sebelumnya dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan hasil biji kedelai dengan tingkat hasil yang cukup tinggi. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3 bahwa kisaran rata-rata hasil biji kering kedelai untuk semua perlakuan pemupukan P dan K adalah cukup tinggi, yaitu 1,64 – 1,92 ton/ha bahkan rata-rata hasil biji kering tanpa pemupukan P dan K  mencapai 1,66 ton/ha. Hasil ini masih relatif lebih tinggi daripada rata-rata hasil kedelai di Daerah Istimewa Yogyakarta yang umumnya hanya berkisar 1,06 – 1,26 ton/ha (BPS Provinsi DIY, 2005).

Tabel 1. Sifat Tanah Fisik dan Kimia Tanah Lapisan Atas (0-20 Cm) di Lokasi Penelitian
Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Harkat
Tekstur
Lempung (Loam)
-     Pasir (%)
45
-     Debu            (%)
40
-     Liat  (%)
15
pH H2O
5,8
pH KCl
5,3
C organik        (%)
1,65
N total   (%)
0,14
C/N
12
P2O5 Potensial (mg/100 g tanah)
155
K2O  Potensial (mg/100 g tanah)
78
Kation-kation dapat ditukar

-     Ca   (me/100 g tanah)
13,35
-     Mg  (me/100 g tanah)
4,94
-     K    (me/100 g tanah)
1,05
-     Na  (me/100 g tanah)
0,52
Kapasitas Tukar Kation/KTK (me/100 g tanah)
18,64

Tabel 2. Macam Perlakuan Kombinasi Pemupukan P Dan K untuk Kedelai di Lokasi Penelitian
No.
Perlakuan Dosis Pupuk (kg/ha)
SP-36
KCl
1
0
75
2
25
75
3
50
75
4
100
75
5
50
0
6
50
37,5
7
50
150
8
0
0
9
25
37,5
10
100
150

Tabel 3.           Pengaruh Dosis Pemupukan P dan K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Varietas Wilis di Lahan Sawah, Desa Sumber Agung, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul.
Perlakuan dosis pupuk
Tinggi tanaman saat panen
Jumlah cabang
Berat biji kering
Berat brangkasan kering
Indek panen
SP-36
KCl
kg/ha
cm
batang/tan
ton/ha
ton/ha
(%)
0
75
37,22 a
2,50 ab
1,84 a
1,52 a
54,67 a
25
75
35,16 a
2,66 ab
1,92 a
1,62 a
54,22 a
50
75
31,80 a
2,66 ab
1,79 a
1,58 a
53,22 ab
100
75
36,34 a
2,39 b
1,81 a
1,59 a
53,30 ab
50
0
33,71 a
2,51 ab
1,59 a
1,41 a
52,66 ab
50
37,5
35,82 a
2,83 ab
1,76 a
1,51 a
53,91 ab
50
150
36,24 a
3,15 a
1,84 a
1,75 a
51,31 b
0
0
36,53 a
2,29 b
1,66 a
1,38 a
54,76 a
25
37,5
33,80 a
2,64 ab
1,76 a
1,48 a
54,23 a
100
150
33,42 a
2,13 b
1,64 a
1,40 a
53,94 a
KK (%) 
9,43
16,16
18,27
18,58
2,85
BNT 5% 
5,66
0,72
0,55
0,49
2,62
Keterangan:     Angka dalam kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.

KESIMPULAN

1.      Pemupukan P dan K sampai dengan dosis 100 kg SP-36 dan 150 kg KCl/ha pada pertanaman kedelai setelah padi di lahan sawah yang biasa dipupuk  P dan pengembalian jerami tidak meningkatkan hasil biji kedelai. Rata-rata hasil biji kedelai kering tanpa pemupukan P dan K cukup tinggi yaitu sekitar 1,66 ton/ha.
2.      Pengembangan budidaya kedelai setelah pertanaman padi di lahan sawah selain merupakan alternatif untuk peningkatan produksi kedelai dengan biaya input yang relatif rendah juga berpotensi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995.  Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
BPS Provinsi DIY. 2005. Statistik Pertanian Tanaman Pangan Provinsi D.I. Yogyakarta 2004.  Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY, Yogyakarta.
Mulyadi, I. Purwanto, A. M. Gusmida, Sunaryana, Salamhadi, dan Budiono. 2004. Prosiding Seminar Nasional. Penerapan dan Inovasi Teknologi dalam Agribisnis Sebagai Upaya Pemberdayaan Rumah Tangga Tani. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Puslittanak, 1994. Laporan Akhir; Survai dan Pemetaan Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Hutan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Akhir No. 03/PSDT/02.0202.01/94. Bagian Proyek Pengelolaan Sumberdaya Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittamnak), Badan Litbang Petanian, Deptan.
Sarjiman, Aliudin, dan Suharno. 2000. Laporan Teknis Pengkajian Palawija Spesifik Lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. IPPTP Yogyakarta.
SAS Institute Inc. 1985. SAS User’s Guides: statistic, version 5 edition. Cary, NC: SAS Institute Inc.
Schlegel, H. G. and K. Schmith. 1976. Algemeine Mikrobiologie. Edisi Indonesia. Mikrobiologi Umum. Penerjemah Tedjo Baskoro. 1994. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fetility and Fertilizers. 4th Ed. Macmillian Publishing Company. New York.


Komentar