BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental
dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun
di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.
Pada
masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Hal tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan kurang
saja. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi.
Selain itu, siswa yang berkemampuan rata-rata juga mengalami kesulitan dalam
belajar. Sedang yang namanya kesulitan belajar itu merupakan kondisi proses
belajar yang ditandai oleg hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
kesuksesan.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor
intelegensi yang rendah (kelainan mental) akan tetapi juga disebabkan oleh
faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu
mendapat jaminan keberhasilan belajar, karena dalam rangka
Dari
latar belakang yang ada, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
a.
Apa
pengertian kesulitan belajar?
b.
Apa
sajakah faktor-faktor kesulitan belajar?
c.
Bagaimanakah
diagnosis kesulitan belajar?
d.
Apa
sajakah jenis-jenis kesulitan belajar?
e.
Bagaimana
karakteristik kesulitan belajar?
f.
Bagaimana
ciri-ciri kesulitan belajar dan gejalanya?
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui:
a.
Pengertian
kesulitan belajar
b.
Faktor-faktor
kesulitan belajar
c.
Diagnosis
kesulitan belajar
d.Jenis-jenis kesulitan belajar
e.
Karakteristik
kesulitan belajar
f.
Ciri-ciri
kesulitan belajar dan gejalanya
1.4
Kajian Teori
Gangguan yang menyebabkan masalah dalam berbicara, mendengarkan,
membaca, menulis atau kemampuan matematika, juga gangguan perkembangan
spesifik. Kesulitan belajar adalah gangguan dalam kemampuan belajar
termasukdalam hal berbicara, membaca, menulis, atau kemampuan matematika. Anak
yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari kemampuan akademiknya satu atau
dua tahun dibawah dari anak usianya dengan intelegensi normal. Sering kali
kesulitan belajar ini tampak bersamaan dengan kesuliotan lain seperti ADHD (Attention
Deficit Hyperactyvity Disorder) yang disebabkan ketidakteraturan fungsi
daribagian tertentu pada otak.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap
siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik
(academic performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak
jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual,
kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang
terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara
itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya
ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang
berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan
demikian, siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar
dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang
sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan
belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau
di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar
yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi,
berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi
integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan
Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang
merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau
distraktibilitas dan masalah emosional.
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning
difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi
juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan belajar
juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan
oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang
sesuai dengan harapan.
2.2
Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari
menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar
juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa
seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi,
sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan
belajar terdiri atas dua macam.
1.
Faktor
intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa
sendiri.
2.
Faktor
ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri
siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara
lain tersebut dibawah ini.
A.
Faktor
intern siswa
Faktor
intern siswa meliputi gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1.
Yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa;
2.
Yang
bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3.
Yang
bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
a.
Fisiologi
Faktor
fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
b.
Psikologis
Faktor
psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor
psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe
anak dalam belajar.
B.
Faktor
ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan
sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari lingkungannya dibagi
menjadi 3 macam:.
1.
Lingkungan
keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2.
Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3.
Lingkungan
sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar,
kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
a.
Social
Yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya
juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak
b.
Non-social
Faktor-faktor
non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah factor guru di sekolah, kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1.
Keturunan
Di
Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan
rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan
mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor
penyebabnya adalah faktor keturunan.
2.
Otak
Ada
pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami gangguan pada
syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit.
Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak
yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal.
Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya sedikit
tanda cedera pada otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu menganggap
cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
3.
Pemikiran
Siswa
yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan dalam menerima
penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat
mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para ahli
berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan
meningkatkan daya belajarnya.
4.
Gizi
Berdasarkan
penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan binatang, ditemukan
bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi.
Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambanan atau
kesulitan belajar.
5.
Lingkungan
Faktor-faktor
lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat nengganggu
perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi kesulitan belajar,
tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun,
yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
6.
Biokimia
Pengaruh
penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi
kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk
& Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat
mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan
kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan
hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia
lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang
yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang
dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa
learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti
satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis
(Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
1.
Disleksia
(dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
2.
Disgrafia
(dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3.
Diskalkulia
(dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara
umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang
memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa
yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya
minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert,
1988).
2.3
Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum
menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat
dianjurkan terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan
cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar
yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan
menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri
atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai
“diagnostik” kesulitan belajar.
2.4
Jenis Kesulitan Belajar
Jenis
kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai
berikut: Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang
sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang
studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari
sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya
hanya sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor
intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa
yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara
lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit
pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis,
sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang
luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c)
underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
1.
Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning
Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan
adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis
lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan
sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih
bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3.
Under
Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya
biasa-biasa saja atau rendah.
4.
Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.
Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
2.5
Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik
yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini
diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.
1)
Sejarah
kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar
ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga
melemahkan usaha.
2)
Hambatan
fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3)
Kelainan
motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak
adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan
mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi
atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4)
Kecemasan
yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali,
yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke
bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera
datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,
ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam
bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5)
Perilaku
berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar
anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan
angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya
minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan
yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya
prestasi itu sendiri.
6)
Penilaian
yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena
pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap.
Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan
mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan
anak yang keterbelakangan mental.
7)
Pendidikan
dan pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu,
penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar.
Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri,
tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak.
Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung
kegiatan belajar .
2.6
Ciri-Ciri Kesulitan Belajar dan Gejalanya
1.
Gangguan
Persepsi Visual
Melihat
huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali
terbalik dalam menuliskannya kembali.
Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan
urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
Ø Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
Ø Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
Ø Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan
(tangan, kaki dan lain-lain).
2.
Gangguan
Persepsi Auditori
a.
Sulit
membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
b.
Sulit
memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
c.
Bingung/kacau
dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring)
sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa
yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.
3.
Gangguan
Belajar Bahasa
Ø Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
Ø Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
4.
Gangguan
Perseptual-Motorik
Ø Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
Ø Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang
mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
5.
Hiperaktivitas
Ø Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa
diam)
Ø Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
6.
Kacau
(distractability)
Ø Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
Ø Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses
pemikiran
Ø Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan
2.7
Mengatasi Kesulitan Belajar
Tiap siswa tentu memiliki keinginan supaya dalam belajar dapat
berhasil sebaik-baiknya. Tidak ada yang mengharapkan kegagalan dalam belajar.
Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan
mungkin dapat mempengaruhi jiwanya.
Demikian juga harapan guru/pengajar sebagai pendidik dan pengajar
menghendaki siswanya berhasil belajar dengan baik tanpa mengalami hambatan.
Dalam buku Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar oleh Suparno, S. dan
Koestoer, H. Partowisastro. (1986:54) dikatakan bahwa “salah satu tugas paling
sulit bagi guru/pengajar dan penyuluh pendidikan ialah mengadakan diagnosis dan
membantu memecahkan kesulitan belajar yang dihadapi siswa”.
Dengan
demikian tidak dapat diketahui dengan pasti apakah suatu cara pemecahan
kesulitan dapat dipergunakan untuk menolong memecahkan kesulitan setiap siswa.
Dalam pemecahan masalah diperlukan langkah-langkah yang teratur agar pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan teliti. Langkah-langkah tersebut terdiri dari 3
(tiga) tahap yaitu :
a.
Penelaahan
status. Tahap ini merupakan tahap identifikasi hakikat dan seberapa luas
cakupan masalah kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa.
b.
Perkiraan
sebab. Tahap ini merupakan perkiraan alasan atau sebab yang mendasari pola
hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa yang bersangkutan.
c.
Pemecahan
dan penilaian. Tahap ini merupakan tahap usaha menghilangkan sebab timbulnya
kesulitan yang dihadapi siswa, dan apabila tidak dapat disembuhkan, akan
menjadi tahap untuk memberikan bantuan kepada siswa sesuai dengan sebabnya.
Dalam usaha untuk memecahkan kesulitan belajar tersebut,
guru/pengajar harus mengetahui tingkat kesulitan yang dihadapi siswa. Mengingat
keanekaragaman individu siswa, maka tingkat-tingkat kesulitan belajar yang
mereka hadapi juga akan bermacam-macam. Pada dasarnya kesulitan belajar siswa
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (a) ringan, (b) sedang, (c)
berat yang dikemukakan oleh Suparno, S. dan Koestoer, H. Partowisastro.
(1986:128). Sebagai berikut :
1.
Kesulitan
belajar yang tingkat kesulitannya ringan, masalahnya tidak begitu rumit, dan
pemecahannya pun masih sederhana. Karena siswa yang mengalami kesulitan belajar
ringan itu hanya kurang memperhatikan sewaktu guru/pengajar menerangkan satuan
pelajaran. Maka cara pemecahan masalahnya mungkin cukup dengan menerangkan
kembali satuan pelajaran pokok yang diterangkan atau mempelajari kembali
suasana yang lebih serius.
2.
Kesulitan
yang tingkatannya sedang, karena siswa selalu tampak murung pada waktu
mengikuti pelajaran, ataupun tak dapat berkonsentrasi pada ulangan atau tes dan
sebagainya, perlu mendapat perhatian khusus dari guru/pengajar, maupun
guru/pengajar bimbingan/ penyuluhan serta perlu meneliti apa penyebabnya.
Setelah ditangani, ternyata siswa tersebut sedang mengalami masalah keluarga di
rumah, maka penanganan siswa tersebut tidak cukup dengan mengulang-ulang, atau
mempelajari satuan pelajaran pokok, tapi perlu mengembalikan siswa tersebut ke
situasi dan kondisi pembelajaran sehingga konsentrasi tersebut tidak terganggu
dengan masalah.
3.
Kesulitan
belajar yang berat misalnya siswa mendapat gangguan pada organ fisiknya,
mungkin gangguan pada sarafnya karena kecelakaan, sehingga tidak dapat
menangkap konsep secara cepat, segera lupa terhadap pelajaran. Masalah kesulitan
belajar siswa yang sangat mendalam dan terus-menerus terjadi yang disebabkan
faktor mendasar akan sukar atau mungkin tidak dapat ditangani lagi.
Di samping usaha pemecahan kesulitan belajar yang dilakukan dengan
melihat tingkatannya, guru/pengajar dapat juga melakukan perbaikan dengan
memilih cara, seperti yang dikemukan oleh Warji R, dan Ischak Sw. (1987:46)
yaitu “proses perbaikan dilakukan dengan jalan mengajarkan kembali bahan yang
sama kepada para siswa yang memerlukan bantuan dengan cara penyajian yang
berbeda” dalam hal sebagai berikut :
1.
Mengajarkan
Kembali.
a.
Kegiatan
belajar mengajar dalam situasi kelompok yang telah dilakukan.
b.
Melibatkan
siswa pada kegiatan belajar
c.
Memberikan
dorongan (motivasi/penggalakan) kepada siswa pada kegiatan belajar yang
meliputi: bimbingan individu/kelompok kecil, memberikan pekerjaan rumah dan
menyuruh siswanya mempelajari bahan yang sama dari buku-buku, buku paket atau
sumber-sumber bacaan yang lain.
2.
Guru/pengajar
menggunakan alat bantu audio-visual yang lebih banyak.
3.
Bimbingan
oleh guru/pengajar dengan jalan banyak mengenal siswa yang menjadi asuhannya,
memberikan saran-saran dan menggiatkan tugas-tugas belajar dirumah, dan atau
mengirimkan/merekomendasikan kepada pembimbing, jika ada yang memerlukan
bantuan individu yang lebih lanjut.
4.
Guru/pengajar
bidang studi berusaha memberikan motivasi belajar pada bidang studi
masing-masing dengan memberikan pendekatan manusiawi, memberikan keputusan dan
kemauan pada siswa dengan memberikan perhatian, hadiah dan teguran dan atau
menunjukkan watak khas dalam mempelajari bidang studi yang diasuhnya dan
menunjukkan tingkah laku yang baik, mengirim kapada pembimbing (BP).
Berbagai cara penanganan kesulitan belajar sebagaimana dikemukakan
di atas pada dasarnya dapat diterapkan dalam konteks pembelajaran mengingat
diagnosis masalah kesulitan belajar siswa itu bersifat general dan karena itu
hampir dapat dikatakan berlaku sama pada setiap tindakan pembelajaran termasuk
pembelajaran di kelas.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesulitan
dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh
para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap
permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui media klinik
pembelajaran. Pembelajaran merupakan wadah bagi guru untuk melakukan
serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi, penemuan masalah, pemecahan masalah
melalui beragam strategi untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengelola
pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Kesulitan
yang dihadapi siswa dalam belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua unsur utama,
yaitu pertama, internal (bersumber dari diri siswa itu sendiri, misalnya kurang
motivasi atau tidak mengetahui bagaimana metode atau cara belajar yang
efisien), dan kedua, eksternal (bersumber dari luar, misalnya fasilitas yang
belum mencukupi terutama buku-buku literatur, masih relatif minimnya buku paket
yang tersedia di perpustakaan sekolah, dan faktor-faktor lainnya).
Untuk
mengatasi kesulitan belajar, motivasi belajar pada setiap siswa perlu mendapat
perhatian, baik secara kelompok maupun individu. Motivasi ini merupakan aspek
fundamental yang harus didorong karena melakukan sesuatu mestilah dimulai
dengan motivasi. Kegiatan siswa juga harus diorientasikan pada usaha untuk
meningkatkan prestasi belajar.
Karena
Pembelajaran merupakan milik bersama para guru, maka tempat ini dapat digunakan
dengan bebas untuk berdiskusi, melakukan refleksi atau merenung tentang proses
pembelajaran yang telah dijalani, bersimulasi, misalnya bagaimana cara
mengajarkan suatu konsep dengan menyenangkan, dan membuat catatan bersama-sama
dengan teman sejawat. Dalam Pembelajaran, para supervisor akan membantu dalam
melakukan berbagai kegiatan tersebut.
Pada
dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang
dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar
berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis,
serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan
tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain.
Dengan
demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun
seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah
merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena
sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada
salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah
tersebut.
Untuk
itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan
anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak
mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar
apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan
bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
Anak-anak berkemampuan tinggi, tetapi mengalami hambatan dalam
belajar meskipun jumlah mereka tidak banyak, namun perlu dicermati. Karena
sesungguhnya mereka adalah aset yang berharga. Kendala yang nampak untuk
membantu mereka adalah kesulitan dalam mengidentifikasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Sholihin, Muchlis.
M. Ag. Buku Ajar Psikologi Belajar PAI. STAIN Pamekasan Press. 2006.
Asrori, Mohammad,
M. Pd. Psikologi Pembelajaran. Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008.
Feldmen,
William. Penerjemah Sudarmaji. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak.
Prestasi Putra. Jakarta:. 2002.
Syah, Muhibbin. M. Ed. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005.
Purwanto, Ngalim, MP. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 2010
Komentar