PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
LSL (Lelaki Sek Lelaki) atau dengan kata lain adalah homoseks yang mengacu pada interaksi seksual dan/atau
romantis antara
pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada
penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau
hubungan sexual di
antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak
mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian.
Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah
gay adalah suatu istilah tertentu
yang digunakan untuk merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang
digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi
tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit dengan adanya
beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu
seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan kategori di mana ia
digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal pembedaan gender
(dan pembedaan orientasi seksual).
Homoseksualitas dapat mengacu kepada:
1.
orientasi seksual yang
ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis
secara biologis atau identitas gender yang
sama.
2.
perilaku seksual dengan
seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas
gender.
3.
identitas seksual atau identifikasi diri, yang
mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual.
Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis
telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak
sejarah awal . Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke-19 bahwa tindakan dan
hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang
bersifat relatif stabil. Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbeny, dan
kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard Freiherr von Krafft-Ebing pada
bukunya Psychopathia
Sexualis.
Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas
telah menjadi suatu pokok kajian dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk
diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang
lebih besar untuk memahami Ilmu Hayat, ilmu jiwa, politik, genetika, sejarah dan
variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. status legal dan sosial dari
orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri mereka gay atau lesbian beragam
di seluruh dunia.
1.2
Tujuan
1.
Untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah
2.
Memberi pengetahuan
kepada penulis tentang LSL
Memberi pengetahuan kepada pembaca tentang LSL
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
LSL (Lelaki Sex Lelaki)
LSL (Lelaki Seks
Lelaki) adalah semua yang berpenis yang berhubungan seks dengan manusia berpenis
lainnya. Sesederhana itu, male-to-male
sex. Terpenting dalam
defenisi adalah perilaku seks. Jika dua lelaki berhubungan seks, maka disebut LSL (Lelaki Seks
Lelaki) terlepas dari orientasi seks dan identitas gendernya (Amfar, 2006). Secara orientasi
seks, LSL (Lelaki Seks Lelaki) mungkin terdiri dari laki-laki yang
mengidentifikasikan dirinya sebagai homoseksual atau gay dan sebagai biseksual, meskipun
lebih banyak yang tidak mengidentifikasi diri dengan keduanya atau karena alasan
tertentu tetap mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual (UNAIDS, 2000).
Secara identitas
gender seorang LSL (Lelaki Seks Lelaki) bisa jadi seorang yang maskulin,feminim,dan
keduanya sekaligun (Androgin). Artinya, LSL (Lelaki Seks Lelaki) tidak
selalu ditandai gesture tubuh laki-laki yang feminime, kemayu, fashionable, berlenggak
lenggok, cara bicara seperti perempuan dan perasaan yang melankolis. Terdapat
sifat cair dari istilah LSL (Lelaki Seks Lelaki) ini dengan unsure sentralnya adalah
perilaku seks antar lelaki. Istilah ini digunakan sebagai istilah penggantian “homoseks
atau gay” yang dalam banyak konteks sosial-budaya tidak dikenal, tidak berarti,
sulit diterjemahkan dan dalam lapangan HIV dan AIDS cenderung menstigma
kelompok tertentu (UNAIDS, 2006)
Sejak tahun 1990
para epidemiolog menciptakan terminologi men who have sex with men atau MSM
dalam rangka mempelajari penyebaran penyakit menular diantara MSM terlepas
dari apa identitasnya. Terminologi ini mampu menangkap lebih banyak ekspresi
perilaku seksual antar lelaki yang tidak hanya sebatas homoseks atau gay
(UNAIDS, 2006).
Sejak saat itu
frase MSM (yang diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia menjadi LSL) lebih populer digunakan sebagai cara membicarakan perilaku
seks antar lelaki dari pada istilah homoseksual atau gay (Aditya, 2012).
2.2
Ciri-Ciri
LSL (Lelaki Seks Lelaki)
Menurut Ardiana, 2012 adapun
ciri-ciri dari seorang LSL adalah sebagaiberikut:
a. Laki-laki
yang secara eksklusif berhubungan seks dengan laki-laki lain.
b. Laki-laki
yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya berhubungan dengan
perempuan.
2.3
Komunitas
LSL (Lelaki Seks LeLaki)
Komunitas LSL (Lelaki Seks LeLaki)
dipandang rentan terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS.Mengingat perilaku
seksual komunitas LSL (Lelaki Seks Lelaki) yang cenderung bebas dan
berganti gantipasangan serta rendahnya informasi tentang kesehatan
reproduksi. Berdasarkan hasilpenelitian menunjukkan bahwa umur 18-29 tahun sebanyak
45% telah menjadi mitraseksual dan ditemukan 9% diantaranya positif
HIV/AIDS (Hirshfield dkk, 2003).
Berdasarkan data UNAIDS, 2006 sampai hari ini
paling tidak 5-10% infeksi HIV di dunia di tularkan melalui seks tidak aman sesama
lelaki. Jumlah yang terlibat seks dengan lelaki lain diperkirakan antara 2-5% di seluruh
dunia.
2.4.
Perilaku Seksual LSL (Lelaki Seks Lelaki)
1.
Oral erostism : segala sesuatu yang
berkaitan dengan mulut misalnya memasukkan
penis kedalam mulut dan menggunakan bibir atau lidah dan mulut untuk
menggelitik.
2.
Anal erotism : berhubungan segala
sesuatu dengan anus atau dubur yaitu bergantian melalukan senggama melalui
dubur.
3.
Vaginal erotism:
berhubungan segala sesuatu dengan vagina Menurut Kalina dkk,
2009 perilaku seksual yang beresiko mempunyai 2 faktor yaitu :
a.
Faktor Psikologi
Keadaan kejiwaan
seseorang dapat mendorong untuk melakukan perilaku seksual sehingga
sebagai variasi dalam hubungan seksual.
b. Faktor
Perilaku
Semua bentuk
tindakan yang dipengaruhi oleh faktor psikologi seseorang yang tidak stabil
sehingga dalam berhubungan seksual tanpa memikirkan keadaan kesehatan.Misalnya melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom.
2.5
PMS
(Penyakit Infeksi Menular Seksual) yang Beresiko Ditularkan Pada
Komunitas LSL PMS atau Sexually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau
penyakit yang
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. PMS yang sering terjadi adalah
Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS,
karena dapat mengakibatkan kematian pada penderitanya.AIDS tidak
bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Raharjo, 1999).
1. Gonorhoe
gonorhoe atau
yang disebut kencing nanah , ditularkan melalui hubungan seksual.
Bakteri yang membawa penyakit ini adalah gonococcus. Penyakit ini meyerang
organ reproduksi dan menyerang selaput lendir , mucus , anus dan organ
lainnya.
2. Sifilis
Sifilis yang
lebih dikenal dengan sebutan raja singa. Penyakit ini ditularkan melalui kontak
seksual dan penggunaan alat yang di gunakan oleh penderita seperti handuk,baju
dsb. Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponemapallidum,
kuman ini menyerang organ penting tubuh
lainnya seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.
3. Herpes
Herpes
disebabkan oleh virus herpes simplex atau herves hominis tersebar melalui hubungan
seksual dan melalukan oral seks dengan penderita. Herpes menyerang daerah kulit dan mulut.
4. AIDS
AIDS
Adalah sebuah singkatan Acquired Immuno
Deficiency Syndrom artinya
suatu gejala
menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai sistem kekebalan
tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai serangan seperti virus, kuman, dan
penyakit lainnya.
5. HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu
sejenis virus yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah
putih dalam tubuh sehingga jumlah sel darah putih
semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan
tubuh menjadi lemah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya,
kenapa sekelompok manusia ini LSL atau Gay, karena dalam tubuhnya ada faktor gen homoseksual, adanya
faktor Predisposisi untuk menjadi Gay atau LSL dan dengan pengaruh hormon atau
perkembangan hidup mendorong mereka menjadi Gay atau LSL. Selain itu, ada yang dinamakan
teori evolusi yang juga berdasarkan teori Genetik menerangkan kelanjutan
perkembangannya sampai menjadi homoseksual. Kalau dilihat dari penyebab kenapa
mereka itu jadi homoseksual, Terjadinya orientasi
seks homoseksual, heteroseksual, atapun biseksual tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan, khususnya lingkungan masa kecilnya bersama kedua orangtua.
Orientasi seksual merupakan variasi yang terjadi dalam perkembangan seksual
individu yang akan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan sehingga
homoseksual bukanlah sebuah penyakit.
Masalah kesehatan remaja mencakup aspek fisik
biologis dan mental, sosial. Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/
hormonal yang sangat dramatik merupakan pemicu masalah kesehatan. Tingkat
pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah,
khususnya dalam hal cara-cara melindungi diri terhadap risiko kesehatan
reproduksi, seperti pencegahan KTD, IMS, dan HIV dan AIDS.
Permasalahan remaja seringkali berakar dari
kurangnya informasi dan pemahaman serta kesadaran untuk mencapai sehat secara
reproduksi. Di sisi lain, remaja sendiri mengalami perubahan fisik yang cepat.
Harus ada keyakinan bersama bahwa membangun generasi penerus yang berkualitas
perlu dimulai sejak anak, bahkan sejak dalam kandungan.
3.2 Saran
1.
Bagi Remaja
a.
Setiap remaja di
Indonesia harus mengetahui tentang seluk beluk kesehatan reproduksi remaja agar
pemerintah juga lebih mudah dalam mengatasi permasalahan yang ada.
b.
Mungkin sebagai
mahasiswa perlu membantu pemerintah dalam melakukan sosialisasi mengenai kesehatan
reproduksi remaja, mungkin lebih mudahnya melalui HMJ atau ketika para
mahasiswa KKN
2. Bagi Pemerintah
a.
Pemerintah sebagai
implementor kebijakan harus segera mengevaluasi kebijakan yang sekiranya kurang
tepat dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi remaja agar dapat
segera dibuat kebijakan baru yang sesuai.
b.
Pengawasan dari
pemerintah juga perlu ditingkatkan
Adanya sosialisasi yang terkonsep berbeda agar para
remaja lebih tertarik untuk mendengarkan penjelasan yang dalam hal ini mengenai
kesehatan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Soejono. 1974. Pathologi Sosial. Bandung: Penerbit Alumni
Kartono Kartini. 1981. Patologi Sosial. Bandung:
Rajawali Perss.
Intisari.
(December 4, 2003). "Homoseksual!" Kompas Cyber Media. Data
diperoleh dari http://64.203.71.11/kesehatan/news/0312/04/064545.htm
Gunadi, H.,
Rahman, M., Indra, S., & Sujoko. (September 26, 2003). "Jalan
Berliku Kaum Homo Menuju Pelaminan". Gatra,Laporan Utama, Edisi 46. Data
diperoleh dari http://www.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335
http://starpkbi.blogspot.com/2011/03/orientasi-seksual.html
http://VeronicaAdeslal02/2009/-definisi-&-proses-homoseksual
klinis_detail.asp.htm
http://www.nahap.com/2012/07/faktor-dan-penyebab-pria-menjadi-gay.html
Imran, Irawati. 1999. Perkembangan
Seksual Remaja. Jakarta : Badan Kesejahteraan
Keluarga Berencana Nasional
Komentar