FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica L.)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN 
ASAM JAWA (Tamarindus indica L.)

ABSTRAK

Daun asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan salah satu tanaman obat yang di manfaatkan sebagai antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim. Bentuk sediaan krim memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan bentuk sediaan lainnya, diantaranya, mudah menyebar rata dikulit dan lebih cepat menyerap. Pembuatan ekstrak etanol daun asam jawa dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Krim dibuat dengan konsentrasi 10%. Hasil evaluasi sediaan krim ekstrak etanol daun asam jawa pada hari ke-1 dan ke-7 bentuk krim setengah padat, berwarna hijau muda, bau khas daun asam jawa, krim homogen, memiliki pH 4, daya sebar krim 3,5 cm (hari ke-1) dan 3,4 cm (hari ke-7), sentrifugasi pada hari ke-1 selama 30 menit tidak terjadi pemisahan fase, nilai viskositas pada hari ke-1 rata-rata 3532 cP. Berdasarkan hasil evaluasi sediaan krim yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun asam jawa berpotensi diformulasikan kedalam bentuk sediaan krim.

Kata kunci : Daun asam jawa (Tamarindus indica L.), ekstrak etanol, krim.

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman obat sebagai salah satu cara pengobatan, terlebih lagi Indonesia memiliki beragam jenis tanaman yang sangat dimanfaatkan sebagai sumber bahan obat,  salah satu tanaman obat yang di manfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber bahan obat adalah asam jawa (Tamarindus indica L.) (Kurniawati, 2008).
Tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan salah satu tanaman yang  banyak dibudidayakan di negara tropis sehingga dapat dengan mudah ditemukan termasuk di Indonesia. Tanaman ini biasanya digunakan untuk bumbu dapur tetapi sudah banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai bahan pengobatan tradisional. Bagian tanaman asam jawa yang biasa digunakan untuk pengobatan antara lain adalah daun, kulit batang, daging buah dan biji (Faradiba et al, 2016).
Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya oleh, Fakhrurrazi, 2016  telah diketahui, bahwa ekstrak etanol daun asam  jawa (Tamarindus indica L.) pada konsentrasi 10% memiliki daya hambat  terhadap pertumbuhan Candida albicans. Daun asam jawa (Tamarindus indica L.) secara tradisional memiliki khasiat sebagai obat dan diketahui memiliki efek antijamur. Ekstrak daun asam jawa mengandung senyawa kimia diantaranya senyawa tanin, flavonoid, saponin, alkaloid, senyawa-senyawa inilah yang membuat daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat berperan sebagai antijamur (Fakhrurrazi, 2016).
Berdasarkan aktivitas antijamur yang dimiliki daun asam jawa tersebut, maka daun asam jawa (Tamarindus indica L.) ini perlu dikembangkan suatu sediaan farmasi, agar dapat digunakan masyarakat untuk mempermudah pemakaian secara topikal. Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Bentuk sediaan ini memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan bentuk sediaan lainnya, diantaranya ialah lebih cocok dalam penggunaan terhadap berbagai jenis penyakit kulit, mudah menyebar rata dikulit tubuh, lebih cepat menyerap, cara kerja langsung pada jaringan setempat, tidak lengket terutama tipe minyak dalam air (M/A) dan praktis pemakaiannya (Syamsuni, 2006 ).
Pada penelitian ini penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang Formulasi sediaan krim ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.), agar daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat dimanfaatkan lebih maksimal.

1.2        Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu Apakah ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim?

1.3       Tujuan penelitian  
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat diformulasikan  dalam bentuk sediaan krim.

1.4       Manfaat penelitian
1.    Bagi masyarakat untuk memanfaatkan kegunaan ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.) sebagai obat tradisional yang dibuat dalam bentuk sediaan krim.
2.    Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan  wawasan bahwa ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat dibuat dalam bentuk sediaan krim.
3.    Bagi pembaca untuk memberikan informasi mengenai sediaan krim dari ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Tanaman Asam Jawa
Asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat, Asam jawa berupa tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, karakteristik pohon asam jawa tinggi dapat mencapai 20 meter. Batang berkayu dan bercabang-cabang. Daun majemuk menyirip genap. Setiap daun terdiri dari 10 pasang anak daun, yang duduk berhadapan. Tiap anak daun berbentuk bulat telur, berwarna hijau (Al-Qiyanji, 2010).

 Asam Jawa
Gambar 1. Daun asam jawa (Tamarindus indica L.)

2.1.1        Klasifikasi Tanaman Asam Jawa
Klasifikasi tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) menurut Soermardja (2007) yaitu:
Rhegnum                      :  Plantae
Sub Rhegnum              :  Tracheobionta
Divisi                           :  Spermatophyta
Sub Divisi                   :  Magnoliophyta
Kelas                           :  Magnoliopsida
Sub Kelas                    :  Rosidae
Ordo                            :  Fabales
Famili                          :  Fabaceae
Genus                          :  Tamarindus L.
Spesies                        Tamarindus indica L.


2.1.2    Nama Daerah
Daun asam jawa (Tamarindus indica L.) memiliki berbagai nama daerah yang berbeda-beda adapun nama daun asam jawa (Tamarindus indica L.)  yang biasa disebut oleh masing-masing daerah menurut  Agoes (2010) seperti, Bak mee (Aceh), Acam lagi (Gayo), Asam jawa (Indonesia), Asam jawa (Melayu), Cumalagi (Minangkabau), Tangkal asem (Sunda), Wit asem (Jawa), Acem (Madura), Celagi (Bali), Bage(Sasak), Mangga (Bima), Kanefoqiu (Timor), Tobi (Solor), Asam jawa (Dayak), Asang jawi (Gorontalo), Tamalagi (Buol), Samba lagi (Baroos), Comba (Makasar), Asam jawa ka (Buru), Asam jawa (Termare), Tabelaka (Serang).

2.1.3   Morfologi Tanaman
Tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat mencapai tinggi pohonnya 20 m dengan diameter batang dipangkal pohon hingga 2 m. Kulit batang berwarna cokelat keabu-abuan, kasar dan memecah. Buah asam berbentuk polong yang menggelebung, hampir silindris, bengkok atau lurus, berbiji sampai 10 butir, sering terjadi penyempitan diantara dua biji, kulit buah mengeras berwarna kecoklatan, atau kelabu bersisik, dengan urat-urat yang mengeras, dan liat serupa benang. Daging buah berwarna putih kehijauan ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak, rasanya asam manis, dan lengket, sedangkan bijinya berwarna cokelat kehitaman, mengkilap, dan keras (Agoes,2010).
Bunga  asam jawa termasuk bunga majemuk berbentuk tandan, terdapat di ketiak daun, panjang tangkai ±0,6 cm, kuning, kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau kecoklatan, benang sari jumlah banyak, berwarna putih, putik berwarna putih, mahkota bunga kecil berwarna kuning. Biji berbentuk kotak, pipih, coklat. Akar tunggang, coklat kotor. Daun majemuk tunggal berhadapan, bentuknya lonjong dengan panjang 1-2,5 cm dan lebar 0,5-1 cm, tepi daun rata, berujung tumpul dan pangkal membulat, pertulangan menyirip, halus, berwarna hijau dengan panjang tangkai ±0,2 cm, berwarna hijau (Al-Qiyanji).


2.1.4   Kandungan Kimia
Kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica L.) menunjukkan adanya, saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid. Senyawa-senyawa inilah yang membuat daun asam jawa (Tamarindus indica L.)  dapat berkhasiat sebagai obat.
Alkaloid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba, mengganggu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol, flavonoid berkerja dengan cara denaturasi protein sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel, senyawa fenol yang terdapat pada flavonoid dapat mendenaturasi protein sel da mengerutkan dinding sel sehingga menyebabkan lisisnya dinding sel jamur dan mampu mengubah konformasi protein membran sel target yang mengakibatkan pertumbuhan sel jamur terganggu bahkan dapat mengalami kematian (Yanti, 2016). Saponin merupakan golongan metebolit yang dapat menghambat atau membunuh Candida albicans dengan cara menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel Candida albicans, sehingga permeabilitasnya meningkat, zat-zat metabolisme, enzim, protein dalam sel keluar dan jamur mengalami kematian (Hardiningtyas, 2009)

2.1.5   Manfaat Tanaman
Tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) telah  banyak  dimanfaatkan  oleh  masyarakat  untuk kehidupan sehari-hari. Buah muda maupun masak dan bunga biasa dimanfaatkan sebagai  bumbu  dalam masakan, dan digunakan sebagai obat malaria, obat luka, obat sariawan atau batuk. Selain itu dapat juga dijadikan bubur yang ditempelkan di kepala jika demam. Daun asam jawa memiliki senyawa yang dapat digunakan sebagai obat seperti tanin, saponin, alkaloid, flavonoid dan flobatamin, yang aktif terhadap kuman gram positif dan kuman gram negatif seperti Salmonella paratyphi, Bacillu subtilis, Salmonella thypi dan staphylococcus aureus.  (Agoes, 2010).
Selain daging buah, banyak juga bagian pohon asam jawa (Tamarindus indica L.)  yang dapat dijadikan bahan obat tradisional, seperti daun mudanya. Khasiat yang dimiliki asam jawa (Tamarindus indica L.) yaitu: buahnya dapat melancarkan peredaran darah, pencahar, menambah nafsu makan, penyejuk dan penurun panas. Daunnya berkhasiat sebagai penurun panas, menghilangkan rasa sakit, antiseptik, batuk, bisul, cacingan (Al- Qiyanji, 2010)

2.2         Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2014).
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat disimplisia dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam sediaan ekstrak dapat distandardisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat berkhasiat dalam simplisia sukar didapat yang sama (Anief, 2006).

2.3         Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. simplisia yang di ekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut seperti alkaloid, flavonoid dan lain-lain.

2.3.2 Metode ekstraksi yaitu :
Ada banyak metode ekstraksi, salah satunya adalah ekstraksi menggunakan pelarut. Metode ekstraksi ini dibagi menjadi 2 yaitu:
1.    Cara Dingin
a.      Maserasi
Maserasi adalah metode ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Maserasi dilakukan dengan mencampur 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok kedalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari, enap tuangkan atau saring (Depkes RI, 1979).
b.      Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction ) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2.    Cara Panas
a.      Reflux
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan prose pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b.      Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus  sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingn balik.
c.      Digesti
Digesti  adalah maserasi kinetik ( dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40ºC-50ºC.
d.      Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96ºC-98ºC selama waktu tertentu (15-20 menit).
e.       Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30ºC) dan temperatur sampai titik didih air.
    (DepKes RI, 2000).

2.4    Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikro kristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Kemenkes RI, 2014).
 Ada 2 macam tipe krim yaitu:
1.    Krim tipe minyak dalam air (M/ A)
Krim tipe ini memiliki air sebagai fase terbukanya. Krim ini mudah dibersihkan dengan air, dan stabil dalam air bila diencerkan dengan air
2.    Krim tipe air dalam minyak (A/ M)
Krim tipe ini memiliki minyak sebagai fase terbukanya. Krim ini tidak mudah dibersihkan dengan air, dan tidak stabil atau rusak apabila diencerkan dengan air
(Anief, 2006).

2.3.3        Keuntungan penggunaan krim
1.      Praktis
2.      Kemampua penyebarannyyang  baik pada kulit.
3.      Cara kerja langsung pada jaringan yang diinginkan
4.      Memberikan efek dingin karena lambatnya penguapan air pada kulit.
5.      Mudah dibersihkan atau dicuci dengan air.
6.      Tidak Lengket
7.      Pelepasan obat yang baik.
8.      Selaiitu  tidaterjadi   penyumbatan dikulit.
9.      Krimnya tampak putih dan bersifat lembut kecuali krim asam stearat
(Syamsuni, 2012).

2.5         Kulit
Kulit adalah organ tubuh  yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan fital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga komplek, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Wasitaadmadja, 2008).
Kulit merupakan organ yag sangat penting untuk mengetahui tingkat kesehatan seseorang. Kecantikan seseorang secara fisik dapat dilihat dari kesehatan kulitnya. Kulit yag sehat mencerminkan kebersihan, status gizi, status emosi/psikologis, juga kepribadian seseorang. Oleh karena itu, kesehatan kulit/integumen perlu medapat perhatian yang cukup besar (Rahariyani, 2008).

2.5.1        Fungsi kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan lingkungan, fungsi kulit adalah sebagai berikut:
1.    Pelindung
Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. melainin yang memberi  warna pada kulit melindugi . kulit dari akibat buruk sinar ultra violet.
2.    pengatur suhu
Diwaktu suhu dingin, peredaran darah dikulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi peguapan keringat dari kelenjar keringat - keringat, sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas.
3.    Penyerap
Kulit dapat menyerap  bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. Zat-zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk  kedalam kulit dan masuk peredaran darah, karena dapat bercampur dengan darah yag menutupi permukaan kulit. Masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut.

4.    Indera perasa
Indera perasa dikulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin.
        (Harahap, 2000).

2.6      Candida albicans.
2.6.1 Definisi Candida albicans
 Candida albicans adalah jamur penyebab infeksi yang berbentuk lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat serta merupakan anggota flora normal selaput mukosa saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan genitalia wanita yang menyebabkan vulvovaginitis dan menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran secret. Hilangnya pH asam merupakan predisposisi timbulnya vulvovaginitis kandida (Fitriana, 2009).

2.6.2 Klasifikasi Candida albicans adalah sebagai berikut:
Divisi                           : Thallophyta
Subdivisio                   : Fungi
Classis                         : Ascomycetes
Ordo                            : Moniliales
Familia                        : Cryptococcaceae
Genus                          : Candida
Spesies                        : Candida albicans
        (Rochani, 2009).

Jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah jamur Candida. Infeksi yang disebabkan oleh Candida dikenal dengan Candidiasis. Candidiasis merupakan salah satu kasus infeksi jamur yang paling sering terjadi pada manusia,penyakit jamur yang bersifat akut dan sub akut yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans. Diantara jenis infeksi jamur Candida, yang paling sering diderita adalah candidiasis kulit. Candidiasis kulit dapat ditemukan di daerah lipatan paha, sela jari kaki dan ketiak (Setyowat, 2013).
Penyakit kandidiasis tergolong infeksi oportunistik yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur genus Candida yang berlebihan, 70% dari infeksi Candida disebabkan oleh Candida albicans (Harahap, 2012). Di dalam tubuh manusia, jamur Candida dapat hidup sebagai parasit atau saprofit vagina (Siregar, 2004).
Infeksi yang disebabkan oleh C. albicans
Candida albicans dapat menimbulkan serangkaian penyakit pada beberapa tempat, antara lain :
1.    Mulut : infeksi mulut (sariawan), terutama pada bayi, terjadi pada selaput mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih. Pertumbuhan Candida di dalam mulut lebih subur bila disertai kadar glukosa tinggi, antibiotika,  kortikosteroid dan imunodefisiensi.
2.    Genitalia wanita : vulvovaginitis menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat dan pengeluaran sekret.
3.    Kulit : infeksi kulit terutama terjadi pada bagian-bagian tubuh yang basah,  hangat, seperti ketiak, lipatan paha, skrotum atau lipatan di bawah payudara. Infeksi paling sering  terjadi pada orang yang gemuk dan diabetes. Daerah-daerah itu menjadi merah dan mengeluarkan cairan dan dapat membentuk vesikel.
4.     Kuku : rasa nyeri, bengkak kemerahan pada lipatan kuku yang dapat mengakibatkan penebalan dan alur transversal pada kuku sehingga pada akhirnya dapat kehilangan kuku.
5.    Paru-paru dan organ lain : infeksi Candida dapat menyebabkan invasi sekunder pada paru-paru, ginjal dan organ lain yang sebelumnya telah menderita penyakit lain (misalnya tuberkulosis atau kanker).
6.    Kandidiasis monokutan menahun : kelainan ini merupakan tanda kekurangan kekebalan seluler pada anak-anak  
(Rochani, 2009).





2.7      Monografi bahan
Pada formulasi krim ini bahan-bahan yang akan digunakan yaitu sebagai berikut :
1.    Asam stearat
a.       Pemerian         : zat padat keras mengikat menunjukkan susunan hablur putih, atau kuning pucat, mirip lemak lilin.
b.      Kelarutan        : praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) p, dalam 2 bagian kloroform p dan dalam 3 bagian eter p. Suhu lebur tidak kurang dari 54℃.
c.       Kegunaan        : zat tambahan.
2.    Natrium Benzoat
a.       Pemerian : butiran atau serbuk hablur , putih, tidak berbau atau hampir tidak brbau
b.      Kelarutan : larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%) P.
c.       Kegunaan : Zat pengawet
3.    Trietanolamin
a.       Pemerian         : cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopis.
b.      Kelarutan        : mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, larut dalam kloroform p.
c.       Kegunaan        : Zat tambahan
4.    Gliserin
a.       Pemerian : cairan seperti sirop, jernih, tidak berbau, tidak berwarna, manis diikuti rasa hangat
b.      Kelarutan : dapat dicampur dengan air, dan dengan etanol (95%) P , praktis, tidak larut dalam kloroform, dalam eter p, dan dalam minyak lemak.
c.       Kegunaan : Zat tambahan
5.    Aquadest
Air suling dibuat dengan cara menyuling air yang dapat diminum. Pemerian berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
     rasa. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik.
(Depkes RI, 1979).




Komentar