PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Selain makanan pendamping ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan makanan pendamping ASI bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi ASI (Krisnatuti, 2008).
Setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang aktivitasnya sudah cukup banyak. Pada umur 6 bulan, berat badan bayi yang normal sudah mencapai 2-3 kali berat pada saat lahir. Pesatnya pertumbuhan bayi perlu dibarengi dengan pemberian kalori dan gizi yang cukup. Oleh karena itu, selain ASI, bayi pada umur 6 bulan juga perlu diberi makanan tambahan disesuaikan dengan kemampuan lambung bayi untuk mencerna makanan (Prabanti, 2010).
Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dan penurunan tingkat kecerdasan. Kekurangan gizi pada bayi dan anak dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berkelanjutan hingga dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga kerap diistilahkan sebagai “Periode Emas” sekaligus “Periode Kritis”. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya, apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, Global Strategy for Infant and Young Child Feeding WHO/UNICEF merekomendasikan 4 hal penting yang harus dilakukan, antara lain: memberi ASI kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi usia 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan meneruskan ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Yuliarti, 2010).
Pemberian MP ASI dini akan mengakibatkan menurunnya produksi ASI yang lebih cepat. Karena produksi ASI menurun, bayi akan menerima sedikit faktor proteksi yang dapat mengakibatkan bayi sering sakit. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP ASI sebelum berusia 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek dan panas dibanding bayi yang hanya mendapat ASI Ekslusif dan MP ASI yang tepat waktu (usia pemberian setelah 6 bulan). Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa bayi atau anak yang usianya lebih dari 6 bulan dan mendapat pemberian MP ASI dengan tepat, dapat terserang diare, sembelit, batuk-pilek dan panas. Sebab dilihat dari berbagai faktor seperti frekuensi dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis MP ASI dan cara pemberian MP ASI pada bayi ataupun sangat berpengaruh besar untuk terserangnya penyakit diare dan lain-lain (Depkes RI, 2010).
Pemberian MP-ASI secara dini dapat berdampak negatif bagi bayi yaitu kemungkinan timbulnya konstipasi atau diare karena kemungkinan adanya malabsorbsi pada bayi karena intoleransi laktosa, terkontaminasinya makanan dengan serangga, memakan atau meminum makanan basi, ketidak mampuan sistem pencernaan untuk mencerna makanan pada bayi umur bawah 6 bulan. Karena bayi umur bawah 6 bulan sistem pencernaan makanan belum siap untuk mencerna atau menerima makanan pendamping. Konstipasi yang berat atau cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Apabila seseorang menganggap remeh obstipasi ini dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi balita (Keyla,2008).
Menurut Dirjen Gizi dan KIA masalah utama rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) (Depkes, 2011).
Kurangnya tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian ASI mengakibatkan kita lebih sering melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui ibunya, bahkan kita juga sering melihat bayi yang berusia 1 bulan diberikan pisang atau nasi lembut sebagai tambahanan ASI. Pemberian MP-ASI dini pada bayi disamping karena faktor rendahnya pengetahuan juga dipengaruhi oleh kekerabatan sosial budaya dan kultur kebiasaan masyarakat. Kebiasaan pemberian MP-ASI dini yang telah terjadi tersebut juga disebabkan karena ketidaktahuan, tahayul, dan adanya kepercayaan yang salah (Wiryo, 2002).
Berdasarkan perhitungan estimasi data sasaran program pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan tahun 2013, hasil survey analisis menunjuknya bahwa secara nasional ASI Eksklusif sebanyak 54,3% dari jumlah bayi total bayi usia 0-6 bulan sebanyak 1.348.532 bayi dan bayi berusia 0-6 bulan yang tidak ASI eksklusif sebanyak 84,2%. Jumlah bayi di provinsi Aceh sebanyak 67,381 bayi usia 0-6 bulan, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 48,8% dan 64,6% bayi usia 0-6 bulan tidak ASI eksklusif atau diberikan makanan lain selain ASI saja (Riskesdes, 2013)
Hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan cakupan ASI Eksklusif bayi 0-6 bulan sebesar 32% yang menunjukkan kenaikan yang bernakna menjadi 42% pada tahun 2012. Berdasarkan hasil survey dari tahun ke tahun cakupan pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan cakupan ASI eksklusif 6 bulan. Sementara itu, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2013, presentase bayi yang diberi ASI Eksklusif tahun 2008-2013 menunjukan peningkatan mencapai 48,1%.
Berdasarkan data fasilitas pelayanan dasar (puskesmas) dan jejaringnya serta fasilitas rujukan (RSUD) dapat diperkirakan AKB Aceh tahun 2013 sebesar 13.0/1000 LH. Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 10.8/1000 LH (Profil Kesehatan Provinsi Aceh 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh Puskesmas Ulee kareng Banda Aceh pada bulan Agustus 2014 jumlah ibu menyusui sebanyak 177 orang, 62,7% bayi tidak mendapatkan MP-ASI dini sebelum usia 6 bulan, 37,3% bayi diberikan MP-ASI dini pada usia 0-6 bulan. Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu petugas kesehatan Puskesmas Ulee Kareng menyatakan bahwa 4 dari 7 bayi usia 0-6 bulan telah diberikan makanan selain ASI.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015”
B. Rumusan Masalah
Diperoleh dari hasil data Indonesia dan data puskesmas. Maka penulis menyimpulkan bahwa: “Apakah Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015? “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Ulee kareng Banda Aceh Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian MP-ASI secara dini pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ibu
Dapat menjadikan masukan informasi untuk dapat lebih meningkatkan pengetahuan dalam pemberian makanan bayi.
2. Bagi keluarga
Sebagai masukan dalam usaha memberikan dukungan dalam pemberian makanan dan kesehatan bayi.
3. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Sebagai bahan masukan dalam penerapan asuhan kebidanan pada bayi dalam pemberian makanan tambahan yang sesuai sehingga dapat memberikan kesehatan yang optimal.
4. Bagi institusi pendidikan
Sebagai dokumentasi dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswi akademi kebidanan muhammadiyah banda aceh.
5. Bagi peneliti
Sebagai masukan untuk menambahkan wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis untuk mengembangkan diri dalam disiplin ilmu khusunya perawatan bayi.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian adalah hubungan tingkat pengetahuan dan sosial budaya ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan
2. Ruang Lingkup Responden
Responden yang di jadikan subjek penelitian yaitu ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang dapat ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh.
3. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian dilaksanakan dalam waktu 2 minggu, pada tanggal 03 Juli 2015 sampai 14 Juli 2015.
4. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh.
F. Keaslian Penelitian
1. Sudah pernah dilakukan penelitian ini oleh Iin Indriyawati (2012) yang berjudul “ Faktor-faktor ibu yang berhubungan dengan pemberian Makanan pendamping ASI (MP-ASI) Dini pada bayi Usia < 6 bulan”. Hasil : 65,7% subyek sudah memberikan MP-ASI dini pada bayinya. Status pekerjaan subyek adalah bekerja bekerja 54,3%, pendididkan ibu 60%, tergolong rendah, pengetahuan gizi ibu 60% tergolong kurang, 65,7% memiliki sikap mendukung pemberian ASI Eksklusif. Tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu (p=0,468) dan sikap ibu terhadap pemberian ASI Esklusif 6 bulan (p=0,149) dengan pemberian MP-ASI dini, ada hubungan antara pendidikan ibu (p=0,004) dan pengetahuan gizi ibu (p=0,031) dengan pemberian MP-ASI dini (p=0,004).
2. Sudah pernah dilakukan penelitian oleh Novina Ika Visyara (2012) yang berjudul “Beberapa Faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan”. Hasil : 43,2% subyek sudah memberikan MP-ASI dini pada bayinya. Tingkat pendidikan ibu 51,4% tergolong tinggi, status pekerjan ibu bekerja 59,5%. Pengetahuan ibu 59,5% dalam katagori baik, 45,9% sosial budaya ibu mempunyai pengaruh kuat terhadap pemberian MP-ASI dini. Maka ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian MP-ASI dini (p=0,001), ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-Asi dini (p=0,003), ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian MP-ASI dini (p=0,002), dan ada hubungan sosial budaya ibu dengan pemberian MP-ASI dini (p=0,001). Perbedaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian, variable penelitian, sampel, waktu dana tempat. Adapun persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang MP-ASI. Peneliti ini berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tingkat Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan, raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu stuktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada suatu kriteria yang ditentuka sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2012).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang (Mubarak, 2011) :
a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat di pungkiri makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaiknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
b) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
c) Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori yaitu: pertama perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya cirri-ciri lama, keempat timbul ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
d) Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
e) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkunganya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakannya, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
f) Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai pengaruh besar terhadap terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, kerena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
g) Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012).
Bahwa hambatan utama tercapainya ASI Ekslusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI Ekslusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan untuk bayinya dan bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perwatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI Eksklusif terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini dan pemberian atau nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan (Affah, 2009).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes/kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban yang benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2003)
B. Sosial Budaya
1. Pengertian Sosial Budaya
Budaya adalah wujud nyata dari hasil proses pembelajaran. Budaya tumbuh seiring dengan perkembangan manusia. Budaya ada yang dipertahankan ada pula yang lambat laun ditinggalkan dengan berbagai alasan (Setiawati, 2008)
Sosial budaya atau tradisi dalam arti sempit diartikan sebagai kebudayaan, adat istiadat atau peradaban manuasia. Kesemuanya itu akan mempengaruhi tingkah laku seseorang. Sebagai akibatnya akan sangat sulit menerima masukan dari luar. Pemberian makanan saat dini sudah menjadi tradisi yang sangat kuat dikalangan masyarakat. Yang didasari atas pertimbangan kompleks ibu-ibu tentang kebutuhan makanan anak. Semakin anak kelihatan sehat semakin jarang anak disusui. Semakin tinggi kesempatan anak untuk mendapat makanan tambahan (Admin, 2010)
Padahal kajian WHO yang dituangkan Kepmen No. 450 tahun 2004 menganjurkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Turunnya angka ini terkait pengaruh sosisal budaya di masyarakat, yang menganjurkan bayi diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan (Prasetyono, 2009).
Budaya merupakan kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, yang telah melekat pada masyarakat kemungkinan sulit untuk diubah karena kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sehingga akan merekat pada diri seseorang termasuk budaya dalam pemberian makanan pendamping bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan. Beberapa ibu mulai memberikan pisang, bubur tepung atau nasi yang dilumatkan pada bayi berusia sekitar 1 atau 2 bulan. Pada usia ini usus bayi belum cukup kuat dan belum siap untuk mencerna pisang, nasi atau zat tepung lainnya. Sehingga makanan ini dapat menggumpal di usus dan membahayakan kehidupan bayi kecil. Selain itu, apabila bubur bayi dibuat lama sebelum bayi memakannya, bakteri dapat tumbuh dalam makanan dan akan menyebabkan bayi terserang diare (Priyono, 2010).
2. Unsur-Unsur Dalam Sosial Budaya
Menurut Mubarak, dkk (2012) unsur-unsur yang terikat dalam sosial budaya meliputi:
a) Pengetahuan
Pengetahuan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan.
b) Kepercayaan
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan di beberapa wilayah masyarakat masih rendah. Meraka masih percaya kepada dukun, karena kharisma dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih senang berobat dan meminta tolong kepada dukun. Petugas kesehatan pemerintah dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat diwilayahnya dan tidak mempunyai kharisma.
c) Kesenian
Contohnya seperti tari-tarian dalam setiap daerah yang mengandung makna tersendiri.
d) Moral
Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral, artinya tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainya. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral, manusia tidak dapat melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai absolute dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
e) Hukum
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoristas melalui lembaga atau institusi.
f) Adat Istiadat
Kebiasaan, adat istiadat, dan prilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan contohnya seperti bayi berusia 1 minggu , sudah boleh diberi nasi, pisang, supaya mekoniumnya cepat keluar.
g) Kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat
Contohnya ada beberapa daerah yang menganggap mengonsumsi alkohol, berfungsi untuk menghangatkan tubuh. Namun dalam kesehatan, apabila kita mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, maka akan membahayakan kerja tubuh.
3. Budaya Aceh
Indonesia terkenal dengan berbagai macam budayanya, sehingga tidak heran jika penanganan terhadap suatu hal berbeda-beda disetiap daerah. Seperti halnya masyarakat Aceh memiliki adat tersendiri dalam memperlakukan bayi yang baru lahir. Tradisi adat yang berkenaan dengan pemberian makanan pada bayi seperti Adat peucicap salah satunya. Masyarakat di Aceh merayakan tujuh hari kelahiran bayinya dengan adat peucicap. Adat peucicap adalah memperkenalkan makanan kepada bayi biasanya dengan mencampur berbagai rasa makanan seperti sari buah apel, jeruk, pisang, anggur, nangka, gula, garam, madu yang dioleskan kepada bibir si bayi disertai dengan doa dan harapan agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti pada orang tua dan agama, dan kepada bangsa. Setelah adat peucicap tersebut selesai berarti si bayi sudah boleh diberikan makanan (Kompasiana, 2013)
Banyak ibu beranggapan bahwa ASI tidak cukup untuk bayinya sehingga memutuskan untuk menambahkan atau mengganti dengan susu formula (Sulistyoningsih, 2011).
Di bagian Utara Aceh pun sebagian masyarakatnya memercayai bahwa bayi belum cukup kenyang dengan hanya pemberian ASI saja. Tangisan bayi yang kerap terdengar dipercayai merupakan rasa lapar yang belum terpuaskan sehingga bayi diberikan makanan berupa pisang yang dikerok dan dilumatkan dan dicampur dengan nasi. Faktanya secara medis, usus bayi baru lahir belum memiliki enzim yang mampu mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi. Akibatnya, pemberian makanan tambahan pada bayi berusia di bawah 6 bulan dapat menyebabkan sumbatan pada usus dan diare yang berlebihan pada bayi (Kompasiana, 2013).
Tradisi lain masyarakat Aceh pada bayi berumur 3 bulan, bayi diberi makanan. Adakalanya pisang dicampur nasi digiling halus dan ada pula bubur yang bahannya dari tepung beras. Hal ini juga sesuai dengan prinsip kesehatan moderen bahwa bayi yang berusia di bawah 1 tahun mendapat makanan secara bertahap dari lunak ke nasi biasa. Pada umur 5 bulan, bayi biasanya diberikan nasi yang diulek. Di campur sayur rebus dan tomat. Lamanya diberikan nasi disesuaikan dengan selera anak. Setelah itu nasi biasa di tambah sayur, telur dan ikan segar (Nurdin, 2013).
C. Tumbuh Kembang Bayi Usia 0-6 Bulan
Menurut Darmayanti (2014) tahap tumbuh kembang bayi dalam tiap usianya adalah sebagai berikut :
a) Bayi berusia 1 bulan
Pada saat-saat pertama dilahirkan, bayi belum bisa membuka matanya. Tetapi beberapa hari kemudian bayi sudah bisa melihat sejauh 20 cm. ketika bayi berusia satu bulan, bayi mulai belajar untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Sedikit demi sedikit bayi akan bergerak refleks dan mulai peka terhadap sentuhan-sentuhan dari orang disekelilingnya. Bayi akan menggerakkan kepalanya ke arah bagian tubuhnya yang disentuh. Ketika berusia satu bulan, bayi akan sering menangis karena dengan cara seperti itulah bayi dapat berkomunikasi. Sebagian besar waktu bayi digunakan untuk tidur.
b) Bayi berusia 2 bulan
Ketika bayi berusia 2 bulan, bayi sudah bisa melihat wajah dengan jelas dan bisa mengenali suara. Bayi juga dapat menggerakkan kepala ke kiri, ke kanan, dan juga ke tengah. Bayi juga sudah mulai terkejut dan kaget ketika mendengar suara keras.
c) Bayi berusia 3 bulan
Bayi yang berusia 3 bulan sudah mampu mengangkat kepala hingga setinggi 45º. Bayi sudah mampu berbicara (walaupun masih berupa ocehan yang tidak jelas) dan juga sudah bisa tertawa keras. Pada usia ini bayi sudah bisa membalas senyuman seseorang atau merespons dengan senyum ketika diajak bicara. Dan bayi sudah dapat mengenali ibunya sendiri melalui pengelihatan, penciuman, pendengaran, serta kontak ibu dan bayi.
d) Bayi berusia 4 bulan
Bayi berusia 4 bulan biasanya sudah bisa membalikan badannya dan berbalik dari posisi tengkurap ke posisi terlentang. Pada usia ini bayi sudah bisa mengangkat kepala hingga setinggi 90º, serta jarak pandang bayi sudah dekat. Bayi juga sudah dapat menggenggam benda yang ada di jari jemarinya.
e) Bayi berusia 5 bulan
Pada usia ini bayi dapat mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil. Bayi mulai memainkan dan memegang tangannya sendiri. Mata bayi sudah dapat tertuju pada benda-benda kecil.
f) Bayi berusia 6 bulan
Ketika bayi berusia 6 bulan, bayi sudah dapat meraih benda yang ada di depannya (tidak jauh dari tempatnya berada) dan sudah mulai bermain sendiri. Bayi sudah dapat mengekspresikan rasa bahagia dengan tertawa kecil. Bayi juga sudah bisa menunjukkan rasa lapar dan haus dengan cara menangis.
D. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
1. Pengertian
Makanan pemdamping ASI (MP-ASI) adalah makan atau minuman yang mengandung gizi, diberikan pada bayi dan anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI ini diberikan bersamaan dengan ASI mulai usia 6 bulan hingga 24 bulan. Seiring bertambahnya usia bayi, setelah bayi berusia 6 bulan, mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Riksani, 2012).
MP-ASI ini mulai diperkenalkan kepada bayi ketika berusia 6 bulan atau setelah berakhirnya fase pemberian ASI eksklusif. Yang harus diingat adalah meskipun bayi sudah mendapatkan ASI eksklusif, namun tidak berarti menghentikan pemberian ASI kepada bayi (Darmayanti, 2014).
Makanan Pendamping ASI (MP ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi dan diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006). MP-ASI adalah makanan bergizi yang diberikan mendampingi ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke atas atau berdasarkam indikasi medis, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizinya (WHO, 2003)
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI diberikan mulai usia 4 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat usia bayi/anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak (Martadiputra, 2011).
Pemberian MP-ASI berarti memberikan makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak mulai usia 6-24 bulan. MP ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP ASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, mulai dari MP ASI bentuk lumat, lembik sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Di samping MP ASI pemebrian ASI terus dilanjutkan sebagai zat gizi dan faktor pelindung penyakit hingga anak mencapai usia dua tahun (Jumiyati, 2014).
Secara umum, ada 2 jenis MP-ASI, yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut dengan “MP-ASI pabrikan” dan hasil pengolahan rumah tangga atau disebut dengan “MP-ASI lokal”. Mengingat pentingnya aspek sosial budaya dan aspek pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pemberian MP-ASI maka MP-ASI yang akan diberikan pada tahun 2006 adalah MP-ASI local atau disebut pula “MP-ASI dapur ibu” (Yuliarti, 2010).
2. Tujuan Pemberian MP-ASI
Makanan pendamping ASI bertujuan untuk tumbuh kembang, memenuhi kebutuhan psikologis, dan untuk keperluan edukatif atau pendidikan untuk melatih kebiasaan makan yang baik, selain itu MP-ASI bertujuan untuk menambah zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi secara terus menerus (Waryana, 2010).
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia dalam Notoadmodjo (2011) tujuan dan pentingnya pemberian MP ASI pada bayi adalah sebagai berikut:
a. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur.
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi.
3. Persyaratan Pemberian MP-ASI
Makanan tambahan yang diberikan kepada bayi harus memenuhi syarat tertentu, yakni memiliki kandungan energi dan protein yang tinggi, mempunyai nilai suplementasi yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, dan dapat diterima oleh bayi (Asmawati, 2013).
Kandungan gizi adalah jumlah zat gizi, terutama energi dan protein yang harus ada di dalam MP-ASI lokal setiap hari. Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 kalori dan 16 gram protein. Kebutuhan gizi dalam ASI untuk bayi usia 6-12 bulan adalah 400 kalori dan 10 gram protein sehingga kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 kalori dan 6 gram protein. Kebutuhan gizi anak usia 12-24 bulan adalah sekitar 850 kalori dan 20 gram protein. Kebutuhan gizi dalam ASI untuk anak usia 12-24 bulan adalah sekitar 350 kalori dan 8 gram protein sehingga kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 kalori dan 12 gram protein (Yuliarti, 2010).
Sebaiknya makanan tambahan bagi bayi bersifat padat gizi, serta cukup mengandung serat dan bahan lain yang mudah dicerna. Makan yang berserat kasar akan mengganggu pencernan bayi. Makanan tambahan juga tidak boleh bersifat gurih lantaran membuat bayi cepat kenyang. Demikian hanya dengan makanan instan yang mempunyai cita rasa kuat, yang sebaiknya tidak diberikan kepada bayi (Prasetyono, 2009).
4. Tanda Bayi Siap Memperoleh MP-ASI
Bayi akan mulai meminta dan meraih makanan dipiring, merebut sendok makan, menunjukkan mimik ingin mkan seperti membuka mulutnya lebar saat seseorang membuka mulutnya untuk makan. Terkadang, bayi lebih tertarik dengan peralatan makan dibandingkan makanannya namun bayi memperlihatkan minatnya untuk makan. Kemampuan untuk duduk dikursi tinggi dan mengambil makanan dengan jari-jarinya adalah tanda-tanda lain bahwa bayi siap untuk mengonsumsi makanan padat (William Sears, 2012).
Menurut Riksani (2012) kesiapan bayi untuk memperoleh makanan pendamping ASI dapat dilihat dari tanda-tanda berikut :
a) Bayi dapat menegakkan dan mengontrol kepala dengan baik.
b) Bayi dapat duduk dengan bersandar tanpa dibantu.
c) Bayi menunjukkan minat terhadap makanan keluarga, seperti memperhatikan ibu yang sedang makan dan berusaha meraih makanan tersebut.
5. Dampak Pemberian MP-ASI Dini
Menurut Rusli (2008) dampak pemberian MP-ASI terlalu dini adalah :
a) Penurunan Produksi ASI
Pengenalan makanan selain ASI kepada bayi akan menurunkan frekuensi dan insensitas pengisapan bayi, yang merupakan resiko untuk terjadinya penurunan asi.
b) Obesitas
Ketika bayi terlalu dini diperkenalkan pada MP-ASI, bayi cenderung mempunyai pola makan yang tidak sesuai dengan tubuhnya. Bayi akan terbiasa makan berlebihan yang membuat bayi berisiko obesitas atau kegemukan.
c) Gizi kurang
Pemberian MP-ASI secara dini pada bayi selain menyebabkan obesitas dapat juga terjadi kekurangan gizi hal ini dikarenakan makanan yang diberikan pengganti ASI sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini memang membuat lambung bayi penuh, tetapi pemberian nutrisi lebih sedikit dari pada ASI sehingga kebutuhan gizi kurang.
d) Alergi makanan
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap makanan. Manifestasi alergi secara klinis meliputi gangguan gasrointestinal, dermatologis, dan gangguan pernafasan serta sampai syok anafilaktik. Saat bayi berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap menerima kandungan dari makanan, sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.
e) Kram usus
Ketika bayi belum siap mencerna makanan, namun dipaksa untuk mengolah MP-ASI maka akan menyebabkan kram usus, bayi akan menangis lama, menjerit sambil meggerakan tangan dan kaki.
f) Konstipasi
Bayi dibawah 6 bulan memiliki sistem pencernaan yang belum sempurna. Disebabkan asupan makanan selain ASI, organ ini terpaksa bekerja ekstra keras untuk mengolah dan memecah makanan yang diberikan oleh ibunya. Akibatnya akan meninbulkan reaksi/gangguan pencernaan/kontstipasi.
6. Tahapan Pemberian MP-ASI
Memberikan MP-ASI sebaikanya diberikan secara bertahap baik dari tekstur maupun jumlah porsinya. Kekentalan makanan dan jumlah harus disesuiakan dengan keterampilan dan kesiapan bayi didalam menerima makanan. Dari tekstur makanan, awalnya bayi diberi makanan cair dan lembut, setelah bayi dapat menggerakan lidahnya dan proses mengunyah, bayi sudah dapat diberi makanan semi padat. Sedangkan makanan padat diberikan ketika bayi sudah mulai dari satu sendok hingga berangsur-angsur bertambah (Waryana, 2010).
Tabel 2.1 Usia dan teksture MP-ASI
Usia
|
Teksture Makanan
|
Contoh Makanan
|
6-9 Bulan
|
Makanan cair, lembut atau saring
|
Bubur susu atau bubur sayur saring
|
10-12 bulan
|
Makanan kental dan padat namun lunak
|
Aneka nasi tim
|
12 bulan keatas
|
Mulai diperkenalkan makanan padat
|
Makanan keluarga namun tetap memperhatikan rasa
|
Sumber : (Waryana, 2010).
7. Jadwal Pemberian MP-ASI
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian MP-ASI Menurut Umur Bayi
Umur
|
Jenis Makanan
|
Frekuensi Pemberian
| ||
6-7 Bulan
|
ASI bubur lunak/ sari buah, bubur tepung beras merah
|
Sekehendak 1-2 kali sehari
| ||
7-9 Bulan
|
ASI, buah-buahan, hati ayam/kacang-kacangan.
|
Sekendak 3-4 kali sehari
| ||
9-12 Bulan
|
ASI,buah-buahan,
bubur/roti/daging/kacang-kacangan/ayam/ikan/beras merah/kentang/labu/jagung/kacang tanah
|
Sekehendak4-6 kali sehari
| ||
Diatas12 bulan
|
ASI, makanan seperti orang dewasa
|
ASI 4-5 kali sehari
| ||
Sumber : (Sulistyoningsih, 2011)
8. Makanan Yang Dianjurkan Sebagai Pendamping ASI
Menurut Riksani (2012) makanan yang tidak dianjurkan sebagai pendamping ASI yaitu :
a) Bubur tepung beras atau beras merah yang dimasak menggunakan cairan atau kaldu daging atau sayuran, susu formula, dan air.
b) Buah-buahan yang dihaluskan atau menggunakan blender, seperti papaya, pisang, apel, melon, dan alpukat.
c) Sayur-sayuran dan kacang-kacangan yang direbus, kemudian dihaluskan menggunakan blender. Sayuran dan kacang tersebut adalah kacang polong, kacang merah, wortel, tomat, kentang, labu kuning, dan kacang hijau.
d) Daging pilihan yang tidak berlemak, kemudian diblender.
e) Ikan yang diblender. Ikan yang digunakan adalah yang tidak berduri, seperti fillet salmon, fillet ikan kakap, dan gindara.
9. Makanan Yang Tidak Dianjurkan Sebagai Pendamping ASI
Menurut Riksani (2012) makanan yang tidak dianjurkan sebagai pendamping ASI yaitu :
a) Makanan yang mengandung protein gluten, yaitu tepung terigu, biji gandum, dan kue yang terbuat dari tepung terigu. Semua jenis makanan tersebutdapat membuat perut bayi kembung, mual, dan diare. Hal ini disebabkan oleh reaksi gluten intolerance.
b) Hindari pemberian gula, garam, bumbu masak atau penyedap rasa terhadap makana bayi.
c) Makanan yang terlalu berlemak.
d) Buah-buahan yang terlalu asam, seperti jeruk dan sirsak.
e) Makanan yang terlalu pedas atau bumbu yang terlalu tajam.
f) Buah-buahan yang mengandung gas, durian, dan cempedak. Sayuran yang mengandung gas, kol, kembang kol, dan lobak. Kedaua makanan tersebut dapat membuat perut bayi kembung.
g) Kacang tanah dapat menyebabkan alergi atau pembengkakan pada tenggorokan sehingga bayi sulit bernafas.
h) Kadang, telur pun dapat memacu alergi. Oleh sebab itu, berikan secara bertahap dan dengan porsi kecil jika bayi alergi, segera hentikan pemberian.
i) Susu sapi dan olahannya yang dapat membuat bayi alergi atau lactose intolerance.
10. Pola Pemberian Makan Pada Bayi Berdasarkan Usia
Menurut Sulistyoningsih (2012) pemberian makanan pada bayi harus diberikan secara bertahap, baik bentuk, jenis makanan, frekuensi ataupun jumlahnya. Pola pemberian makanan bayi adalah sebagai berikut :
a) Usia 0-6 Bulan
Setelah bayi lahir, makanan bayi hanya didapat dari ibu yaitu air susu ibu (ASI). Pemberian ASI harus dilakukan segera setelah bayi lahir dalam waktu 1 jam pertama. Sampai usia 6 bulan, bayi cukup mendapatkan asupan makanan dari ASI tanpa ditambah makanan atau minuman lain karena ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupan.
Pemberian ASI dilakukan sesering mungkin tanpa batas waktu. Biasanya dalam sehari diberikan antara 5-7 kali dengan total jumlah ASI perhari 720-960 ml, sedangkan jumlah ASI yang diberikan untuk setiap kali bayi disusui berjumlah 100-200 ml.
b) Usia 6-9 Bulan
Setelah usia 6 bulan ASI tetap diberikan namun tidak sebagai makanan utama lagi sehingga bayi sudah harus diperkenalkan dengan makan yang dikenal dengan istilah makanan pendamping ASI (MP-ASI). Makanan pendamping dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan bayi yang semakin meningkat sesuai bertambahnya umur.
Makanan pendamping untuk bayi usia 6-9 bulan adalah berupa bubur susu sampai nasi tim lumat. Pemberian makan dimulai dengan yang bertekstur sangat lembut dan encer kemudian bertahap kebentuk yang lebih kental. Frekuensi pemberian makanan pendamping sebanyak 2 kali sehari dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur. Usia 6 bulan diberikan 6 sendok makan, usia 7 bulan 7 sendok makan, dan memasuki 8 bulan sebanyak 8 sendok makan.
c) Usia 10-12 Bulan ASI tetap diberikan dengan ditambah makanan padat berupa bubur nasi sampai nasi tim. Frekuensi pemberian makanan pendamping sebanyak 3 kali sehari atau lebih tergantung kemampuan bayi dalam menerima makanan dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur. Usia 9 bulan diberikan 9 sendok makan, usia 10 bulan 10 sendok makan, dan memasuki 11 bulan sebanyak 11 sendok makan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Pemberian MP-ASI merupakan salah satu bentuk perilaku yang menurut (Novina, 2012) dipengaruhi oleh faktor-faktor individu diantaranya pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dan sosial budaya. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang “Tingkat Pengetahuan dan Sosial budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan”. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada kerangka konsep dibawah ini.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
A. Hipotesa
1. Ha
Ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015.
2. Ho
Tidak Ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015.
B. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional, yaitu suatu penelitian dimana pencatatan dilakukan secara bersamaan. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu tingkat pengetahuan, sosial budaya, dan variabel dependen yaitu pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan
D. Hubungan Antar Variabel
Dalam variabel ini peneliti mencari hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen (tingkat pengetahuan dan sosial budaya) dan variabel dependen (pemberian MP-ASi dini pada bayi usia 0-6 bulan).
E. Definisi Oprasional
Tabel 3.1 Definisi Oprasional
No.
|
Variabel
|
Definisi Oprasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala
Ukur
| |
Variabel Dependen
| |||||||
1.
|
Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan
|
Makanan atau minuman yang diberikan pada bayi yang berusia 0-6 bulan
|
Penyebaran kuesioner dengan jumlah soal 1
|
Kuesioner
|
- Ya diberikan
- Tidak diberikan
|
Ordinal
| |
Variabel Independen
| |||||||
2.
|
Tingkat Pengetahuan
|
Segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang tentang MP-ASI
|
Penyebaran kuesioner dengan jumlah 20 soal
|
Kuesioner
|
- Tinggi jika x ≥12,15
- Rendah jika x<12 span="">
|
Ordinal
| |
3.
|
Sosial Budaya
|
Budaya atau tradisi yang di artikan sebagai kebudayaan dan adat istiadat tentang pemberian MP-ASI tidak tepat waktu
|
Penyebaran kuesioner dengan jumlah10 soal
|
Kuesioner
|
- Positif bila x ≥ 8
- Negative bila x<8 span="">
|
Ordinal
| |
F. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh dari bulan Januari sampai April 2015 sebanyak 189 orang.
2. Sampel
Setelah dilakukan perhitungan untuk menentukan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin, maka didapatlah jumlah sampel sebanyak 65 orang. Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan proporsional random sampling. Dalam pengambilan sampel semua populasi memiliki kesempatan yang sama menjadi responden. Tetapi dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah ibu-ibu yang terlebih dahulu hadir ke posyandu sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam setiap wilayah dikarnakan waktu ibu berkunjung yang terbatas dan tidak memungkinkan mengumpulkan semua populasi dalam suatu wilayah untuk menentukan responden. Sampel yang diambil yaitu siapa saja ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang datang ke posyandu.
Tabel 3.2
Perkiraan Jumlah Sampel Di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng
Banda Aceh
No
|
Desa
|
Populasi
|
Sampel
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Lambhuk
Lamteh
Pango Deah
Ceurih
Lam Glumpang
Pango Raya
Doy
Ilie
Imuk
|
26
18
3
27
21
20
19
24
31
|
9
6
1
9
7
7
7
8
11
|
Jumlah
|
189
|
65
|
G. Alat Dan Metode Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yang berbentuk pilihan berganda (multiple choise). Pertanyaan tentang pemberian MP-ASI sebanyak 1 pertanyaan, pertanyaan tentang pengetahuan ibu tentang MP-ASI sebanyak 20 pertanyaan yang terdiri dari 12 pertanyaan bersifat positif dan 8 pertanyaan bersifat negatif, dan pertanyaan mengenai sosial budaya ibu tentang MP-ASI Dini sebanyak 10 pertanyaan bersifat negatif. Untuk jawaban yang benar bernilai 1 dan jawaban salah nilainya 0.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Tahap Persiapan pengumpulan Data
Setelah mendapatkan izin dari Direktur Akademi Kebidanan Muhammadiyah Banda Aceh, Kemudian menjumpai Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh untuk mendapatkan izin penelitian di Puskesmas Ulee kareng Banda Aceh, kemudian menjumpai Kepala Puskesmas Ulee kareng untuk mendapatkan izin penelitian yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan dan sosial budaya ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan.
b. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan kuesioner sebagai alat pengumpulan data, sebelum kuesioner diedarkan peneliti memperkenalkan diri kemudian menjelaskan tentang petunjuk pengisian dan hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada peneliti.
H. Metode Pengolahan Data Dan Analisa Data
1. Metode Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan sebelum diolah, perlu beberapa langkah terlebih dahulu untuk sampai pada tahap pengolahan, adapun langkah-langkah tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Editing, yaitu melakukan pengecekan kembali terhadap semua jawaban yang terisi dan melihat apakah ada kekeliruan dan ketidaklengkapan dalam pengisian.
b. Coding, yaitu memberikan tanda kode terhadap kuesioner yang telah diisi. Dalam pengolahan selanjutnya kode-kode tersebut dikembalikan lagi pada variabel aslinya.
c. Transfering, yaitu data yang telah diberikan kode disusun secara berurutan kemudian dipindahkan kedalam master tabel.
d. Tabulating, yaitu memindahkan data yang diperoleh kedalam tabel seperti dalam spread sheet program Excel dan kedalam program SPSS.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi, dengan menggunakan rumus:
P= ( ) x 100%
Keterangan:
P : Persentase
f : Frekuensi
n : Jumlah responden yang menjadi sampel (Budiarto, 2006).
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah tabulasi silang.
No. | FILE MICROSOFT WORD |
---|---|
1. | |
2. | |
3. | |
4. | |
5. |
Komentar