MANAJEMEN
PENINGKATAN
MUTU PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan
dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif.
Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang
pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi
penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan
merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya
untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya
manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi
pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi
perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan
prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Pendidikan pada dasarnya
merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia ( SDM ), walaupun usaha
pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan
formal ( sekolah ). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai
sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan
sistematis, programatis, dan berjenjang.
Kemajuan pendidikan
dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan dari masyarakat untuk menangkap proses
informatisasi dan kemajuan teknologi. Karena Proses informatisasi yang cepat
karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin
meluas dan sekaligus semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah
kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah
politik, ekonomi , maupun sosial.
Membincangkan pendidikan berarti berbicara kebutuhan
primer manusia. Kedua, pendidikan juga merupakan wahana strategis bagi upaya
perbaikan mutu kehidupan manusia, yang ditandai dengan meningkatnya level
kesejahteraan, menurunnya derajat kemiskinan dan terbukanya berbagai alternatif
opsi dan peluang mengaktualisasikan diri di masa depan.
Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital
sebagai pendorong individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada
semua lini kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan
penting bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya
inilah idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.
Namun dalam tataran ideal, pergeseran paradigma yang
awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini dipandang
sebagai suatu lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan
pengelolaan. Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan
zaman.
Situasi, kondisi dan tuntutan pasca booming-nya era
reformasi membawa konsekuensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat
kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka merupakan hal yang logis ketika
pengelola pendidikan mengambil langkah antisipatif untuk mempersiapkan diri
bertahan pada zamannya. Mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada
pembenahan total mutu pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan
adalah sebuah keniscayaan.
Undang-undang No. 22 tahun 1999 mengatur
tentang pemberian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam
wujud otonomi daerah. Pada pasal 11 UU no. 22 tahun 1999 mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan yaitu pekerjaan umum, kesehatan, perhubungan,
industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertambangan,
koperasi, tenaga kerja serta pendidikan dan kebudayaan.
Peningkatan mutu pendidikan selama ini
belum sesuai dengan harapan karena disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
adalah strategi pembangunan pendidikan yang lebih bersifat “ input oriented”
dan bersifat “macro oriented” yang cenderung diatur oleh birokrasi
ditingkat pusat Institusi pendidikan masih mengandalkan pola manajemen lama
yang dianggap kurang efektif dan efisien sehingga hasilnya kurang maksimal,
seharusnya dikembangkan pola manajemen pada kepuasan pelanggan, artinya bahwa
mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui penerapan manajemen mutu atau total
quality management.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
setiap daerah melalui otonomi pendidikan dengan pendekatan yang jelas, terarah,
serta berhasil guna, maka diperlukan penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam
otonomi pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimanakah strategi atau manajemen untuk
meningkatkan mutu pendidikan pada era otonomi pendidikan ?
1.2 Tujuan
- Menjelaskan definisi mutu dan perbedaaannya menurut beberapa ahli.
- Menjelaskan karakteristik mutu pendidikan
- Menjelaskan mengenai kendala-kendala mutu.
- Menjelaskan beberapa pemecahan masalah mutu.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Manajemen
Perkembangan dinamis aplikasi manajemen berangkat dari
keragaman definisi tentang manajemen. Semula, manajemen yang berasal dari bahasa Inggris: management dengan kata
kerja to manage, diartikan secara umum sebagai mengurusi atau kemampuan
menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling
a business” (Oxford ,
2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986)
mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin
dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber
organisasi lainnya untuk mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry
(1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen
sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process
consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to
determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other
resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen
Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan
langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system
yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis
yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis
berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang
bergerak di dalam dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi
berarti kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan
teknis berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu
(Kadarman, 1991).
Dengan demikian, manajemen merupakan kebutuhan yang
niscaya untuk memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta
mengelola berbagai sumberdaya organisasi, seperti sarana dan prasarana, waktu,
SDM, metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan
efisien.
2.
Pengertian
Mutu Pendidikan
Pengertian mutu
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi
deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan
pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria
intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan
yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Sedangkan berdasarkan kriteria
ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang
terlatih. Adapun dalam arti deksriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan
senyatanya misalnya hasil tes prestasi belajar.
Dengan demikian,
mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam
pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan
akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk
satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu.
- Komponen mutu pendidikan
Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan
adalah pertama, kesiapan dan motivasi siswa. Kedua, kemampuan guru profesional
dan kerjasama dalam organisasi sekolah. Ketiga, kurikulum meliputi relevansi
isi dan operasional proses pembelajarannya. Keempat, sarana dan prasarana
meliputi kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran.
Kelima, partisipasi masyarakat (orang tua, pengguna lulusan dan
perguruan tinggi) dalam pengembangan programprogram pendidikan
sekolah.
- Pendekatan mutu pendidikan
Pendekatan yang
perlu diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan yaitu pertama,
perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement). Konsep
ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa
melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara
terusmenerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara
pendidikan telah mencapai standar mutu yang telah ditetapkan. Konsep ini
senantiasa memperbaharui proses pendidikan berdasarkan kebutuhan dan tuntutan
pelanggan. Jika tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka pihak pengelola
institusi pendidikan dengan sendirinya akan merubah mutu, serta selalu memperbaharui
komponen produksi atau komponen-komponen yang ada dalam institusi
pendidikan.
Kedua, menentukan
standar mutu (quality assurance). Paham ini
digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari
semua komponen yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan
institusi pendidikan. Standar mutu pendidikan misalnya dapat berupa pemilikan
atau akuisisi kemampuan dasar pada masing-masing bidang pembelajaran, dan
sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh.
Selain itu, pihak
manajemen juga harus menentukan standar mutu materi kurikulum
dan standar evaluasi yang akan dijadikan sebagai alat untuk mencapai standar
kemampuan dasar. Standar mutu proses pembelajaran harus
pula ditetapkan, dalam arti bahwa pihak manajemen perlu menetapkan standar mutu
proses pembelajaran yang diharapkan dapat berdaya guna untuk mengoptimalkan proses
produksi dan untuk melahirkan produk yang sesuai, yaitu yang menguasai
standar mutu pendidikan berupa penguasaan standar kemampuan dasar. Pembelajaran
yang dimaksud sekurang-kurangnya memenuhi karakteristik; menggunakan pendekatan
pembelajaran pelajar aktif (student active learning), pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif, pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas (master
learning).
Ketiga, perubahan
kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan membentuk budaya
organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua
komponen organisasi. Jika manajemen ini ditetapkan di institusi pendidikan, maka
pihak pimpinan harus berusaha membangun kesadaran para anggotanya, mulai dari pemimpin,
staf, guru, siswa, dan berbagai unsur terkait, seperti pemimpin yayasan, orang
tua, dan para pengguna lulusan pendidikan akan pentingnya mempertahankan dan
meningkatkan mutu pembelajaran, baik mutu hasil maupun proses pembelajaran.
Keempat, perubahan
organisasi (upsidedown organization). Jika visi dan misi, serta tujuan
organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan
terjadinya perubahan organisasi. Perubahan organisasi ini bukan berarti
perubahan wadah organisasi,melainkan sistem atau struktur organisasi yang
melambangkan hubungan-hubungan kerja struktur organisasi dan pengawasan dalam organisasi.
Perubahan ini menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab.
Misalnya, dalam kerangka manajemen berbasis sekolah, struktur organisasi dapat
berubah terbalik dibandingkan struktur konvensional. Jika dalam struktur
konvensional berturut-turut dari atas ke bawah; senior manager, middle manager,
teacher dan support staff; sedangkan struktur yang baru, berupa struktur
organisasi layanan dari atas kebawah berturut-turut; learner, team, teacher and
support, staff, dan leader.
2. Pengertian Mutu
3. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan
peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma
dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat
untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan berbagai komitmen
untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan
modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang
disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek
domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan
pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan)
secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus
diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang
diinginkan. Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki
manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan
masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan
tertinggal dari modernitas.
Jika manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan
membumi, niscaya tidak akan lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang
buruk, minimnya profesionalisme tenaga pengajar, sarana-prasarana tidak
memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan. Manajemen dalam
sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses (aktivitas)
penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi
dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam
penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi
hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
a.
Planning
Satu-satunya hal yang pasti di masa depan dari
organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan
penting untuk menjembatani masa kini dan masa depan yang meningkatkan
kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy dan Premeaux (1995)
menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai
dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Perencanaan amat penting untuk
implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena
aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian
tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).
Dalam dinamika masyarakat, organisasi beradaptasi kepada
tuntunan perubahan melalui perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The
planning process can be considered as the vehicle for accomplishment of system
change”. Tanpa perencanaan sistem tersebut tak dapat berubah dan tidak
dapat menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda. Dalam
sistem terbuka, perubahan dalam sistem terjadi apabila kekuatan lingkungan
menghendaki atau menuntut bahwa suatu keseimbangan baru perlu diciptakan dalam
organisasi tergantung pada rasionalitas pembuat keputusan. Bagi sistem sosial,
satu-satunya wahana untuk perubahan inovasi dan kesanggupan menyesuaikan diri
ialah pengambilan keputusan manusia dan proses perencanaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, untuk menyusun
kegiatan lembaga pendidikan, diperlukan data yang banyak dan valid,
pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang yang berkaitan dengan hal yang
direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan sebaiknya melibatkan setiap
unsur lembaga pendidikan tersebut dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal yang penting
dilaksanakan terus menerus dalam manajemen pendidikan sebagai implementasi
perencanaan, diantaranya:
-
Merinci
tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.
-
Menerangkan
atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.
-
Menentukan
tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap
masing-masing personil.
-
Menetapkan
kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk pelaksanaan lainnya.
-
Mempersiapkan
uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala pengkajian.
-
Memilih
para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.
-
Merumuskan
jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola pengisian staf dan
formulir laporan pengajuan.
-
Menentukan
keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.
-
Menyiapkan
anggaran dan mengamankan dana.
-
Menghemat
ruangan dan alat-alat perlengkapan.
b. Organizing
Tujuan pengorganisasian adalah mencapai usaha
terkoordinasi dengan menerapkan tugas dan hubungan wewenang. Malayu S.P.
Hasbuan (1995) mendifinisikan pengorganisasian sebagai suatu proses penentuan, pengelompokkan
dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relative didelegasikan kepada setiap individu
yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Pengorganisasian fungsi
manajemen dapat dilihat terdiri dari tiga aktivitas berurutan: membagi-bagi
tugas menjadi pekerjaan yang lebih sempit (spesialisasi pekerjaan),
menggabungkan pekerjaan untuk membentuk departemen (departementalisasi), dan
mendelegasikan wewenang (Fred R. David, 2004).
Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan
salah satu aktivitas manajerial yang juga menentukan berlangsungnya kegiatan
kependidikan sebagaimana yang diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu
organisasi memiliki berbagai unsur yang terpadu dalam suatu sistem yang harus
terorganisir secara rapih dan tepat, baik tujuan, personil, manajemen,
teknologi, siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar
seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik
senantiasa mempunyai dan menggunakan tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yang baik semua bagiannya
bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang
tak terpisahkan. Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan,
manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan
prosedur yang berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan karyawan
yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan yang ada dalam
pekerjaan.
c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan
merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Sehingga definisi fungsi
pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan
kepemimpinan itu sendiri.
Menurut Kadarman (1996) kepemimpinan dapat diartikan
sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar
mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok. Kepemimpinan
juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang
digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk berbuat sesuatu
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang
pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang
yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai
entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai
tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus
dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah
berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat
dianalogikan bahwa ia telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yang
sama tanpa paksaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada
gilirannya bermuara pada pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga
pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan
sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan. Soetopo dan Soemanto
(1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan untuk
mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara
bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan
pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi,
spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas
untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan
tujuan pemimpinnya.
d. Controling
Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003),
Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk
menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain
sistem umpan balik informasi; untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan
standar yang telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada penyimpangan dan
mengukur signifikansi penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan telah
digunakan dengan cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan
perusahaan.
Dalam konteks pendidikan, Depdiknas (1999)
mengistilahkan pengawasan sebagai pengawasan program pengajaran dan
pembelajaran atau supervisi yang harus diterapkan sebagai berikut:
1)
Pengawasan
yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan pada usaha mengatasi hambatan yang
dihadapi para instruktur atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.
2)
Bantuan
dan bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan
untuk memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3)
Pengawasan
dalam bentuk saran yang efektif
4)
Pengawasan
yang dilakukan secara periodik.
3.
Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan
Dalam ranah aktivitas, implementasi
manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi pada
efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan,
perkembangan, maupun keberkahan (dalam perspektif syariah). Berikut ini
merupakan urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:
a.
Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian
dan koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas
pengendalian/pengawasan
b.
Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff
development (teacher development), meliputi:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education
(Pendidikan Lanjutan)
c.
Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya
Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa
(Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS
d.
Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan,
manajemen harus berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
e.
Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan
pendidikan bertujuan dalam merangkul seluruh pihak terkait yang akan
berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen
ini berupaya mewujudkan cooperation with
Society dan stake holder
identification.
Daftar Pustaka
David, R. Fred. 2004. Konsep
Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT Indeks.
Hasibuan, S.P. Malayu. 1995. Manajemen
Sumber Daya Manusia, cetakan II. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
__________________. 1996. Manajemen,
Dasar, Pengertian dan Masalah, Cetakan I. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
Ismail, M. Yusanto. 2003. Pengantar
Manajemen Syariat, Cetakan II. Jakarta, Khairul Bayan.
Johnson, R.A. 1973. The Theory
and Management of System. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.
Kadarman, A.M. et.al. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen.
Jakarta, Gramedia.
Mondy, R.W.and Premeaux, S.H. 1995. Management:
Concepts, Practices and Skills. New Jersey, Prentice Hall Inc Englewood
Cliffs.
Oxford, Learner’s Pocket Dictionary. 2005. Newyork, Oxford
University Press.
Rusyan, A. Tabrani. 1992. Manajemen Kependidikan. Bandung:
Media Pustaka.
Soetopo, Hendiyat dan Soemanto,
Wasty. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung:
Angkasa.
Komentar