MAKALAH DINAMIKA KONFLIK MOTIVASI KERJA
DAN KEPEMIMPINAN
ORGANISASI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan
kepada ALLAH SWT yang selalu mengkaruniakan hidayahnya kepada kita sekalian
dalam kehidupan dunia ini. Dan shalawat beriring salam kepada baginda nabi
Muhammad SAW yang telah mengarahkan perubahan ummat dari moral jahiliah kepada
kehidupan yang ber-Akhlakul Karimah.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah “Dinamika konflik motivasi kerja
dan kepemimpinan organisasi”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh
banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan kawan – kawan yang telah
membantu baik secara motivasi maupun ide serta ucapan terima ksih kepada Dosen
pembimbing.
Berawal dari sebuah penulisan ini,
semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................... … i
DAFTAR
ISI.................................................................................................. … ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................ … 1
1.2
Rumusan
Masalah...................................................................... … 1
1.3
Tujuan Masalah…………………………………………………... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Dinamika
Konflik Didalam Organisasi......................................... … . 3
B.
Motivasi Untuk Bekerja................................................................ …. . 5
C.
Kepemimpinan Dalam Organisasi................................................. …... 16
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................... …… 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... …… 36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Konflik biasanya timbul sebagai
hasil adanya masalah-masalah hubungan pribadi(ketidaksesuaian tujuan atau
nilai-nilai pribadi karyawan dengan perilaku yang harus diperankan pada
jebatannya,atau perbedaan persepsi).Dalam bab ini,pembahasan akan dimulai
dengan membicarakan tentang pengertian berbagai jenis konflik.kemudian konflik
antar pribadi diuraikan dengan kerangka jendela johari dan strategi-strategi
penyelesaiannya. Pengertian Motivasi dapat diartikan sebagai tujuan atau
pendorong, dengan tujuan sebenarnya yang menjadi daya penggerak utama bagi
seseorang dalam berupaya dalam mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya
baik itu secara positif ataupun negatif. Selain itu, Pengertian Motivasi
merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya
gejala perasaan, kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk melakukan
atau bertindak sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan
tujuan.
Motivasi dapat dikatakan sebagai
“Keinginan untuk melakukan sesuatu karena adanya dorongan dan tekanan akibat
dari kebutuhan yang tidak terpuaskan”. Proses motivasi berawal dari adanya
kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga menciptakan ketegangan yang menimbulkan
dorongan-dorongan dalam diri seseorang. Dorongan-dorongan ini menimbulkan upaya
pencarian guna memenuhi atau memuaskan kebutuhan, pada akhirnya tekanan yang
dirasakan menurun. Pada saat tekanan menurun, maka motivasi juga menurun.
Karena itu, tekanan-tekanan yang proporsional harus dilakukan secara kontinyu
agar dorongan untuk bertindak selalu hidup dalam diri seseorang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konflik ?
2. Apakah faktor-faktor penyebab konflik ?
3. Sebutkan teori-teori konflik ?
4. Jelaskan pengertian motivasi menurut para ahli ?
5. Apa perbedaan konflik antar
pribadi dan konfik antar organisasi ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian konflik
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab konflik
3. Mengetahui teori-teori konflik
4. Mengetahui pengertian motivasi menurut para ahli
5. Mengetahui perbedaan konflik
antar pribadi dan konfik antar organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. DINAMIKA KONFLIK DIDALAM
ORGANISASI
1. Pengertian konflik
Konflik biasanya timbul sebagai hasil
adanya masalah-masalah hubungan pribadi(ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai
pribadi karyawan dengan perilaku yang harus diperankan pada jebatannya,atau
perbedaan persepsi).Dalam bab ini,pembahasan akan dimulai dengan membicarakan
tentang pengertian berbagai jenis konflik.kemudian konflik antar pribadi
diuraikan dengan kerangka jendela johari dan strategi-strategi penyelesaiannya.
Dinamika Konflik
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi.
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi.
Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental,
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental,
b. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2.
Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
3.
Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4.
Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi
karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang
tindih.
6.
Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba
memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain
menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki
organisasi.
7.
Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan,
koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/
departemen. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang
management skills dan personal development
Teori-teori Konflik:
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
Teori-teori Konflik:
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
a.Teori hubungan masyarakat :
Menganggap bahwa konflik disebabkan
oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
b. Teori kebutuhan manusia :
Model rekonsiliasi ini bertolak
dari kenyataan bahwa konflik yang berkepanjangan telah menimbulkan kondisi
deprivasi atau paling tidak marginalisasi dalam pemenuhan kebutuhan manusia
yang mendasar.
c. Teori negosiasi prinsip :
konflik disebabkan oleh
posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh
pihak-pihak yang mengalami konflik.
d. Teori identitas :
konflik disebabkan karena
identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
e. Teori kesalahpahaman antarbudaya :
konflik disebabkan oleh
ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang
berbeda.
f. Teori transformasi konflik :
konflik disebabkan oleh
masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai
masalah-masalah social, budaya dan ekonomi.
2 . Jenis-Jenis Konflik
Konflik
antar pribadi
ü
Konflik dalam diri
individu (conflik within the individual), adalah konflik yang terjadi karena memilih tujuan yang saling bertentangan,
atau karena tuntutan tugas yang terlampau banyak untuk di tinggalkan.
ü
Konflik
antar-individu (conflik among individual), adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepribadian antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya.
ü
Konflik antar
individu dan kelompok (conflik among individual and groups), adalah konflik yang terjadi karena terdapat individu yang gagal beradaptasi
dengan norma-norma kelompok dimana tempat ia bekerja.
ü
Konflik antar
kelompok dalam organisasi yang sama (conflik among groups in the same
organization) adalah konflik yang terjadi
karena setiap kelompok memiliki tujuan tersendiri dan berbeda yang ingin di
capai.
ü
Konflik antar
organisasi (conflik among organization), adalah konflik yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh anggota
organisasi yang menimbulkan dampak negatif bagi anggota organisasi lain.
Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflik among
individual in different organization), adalah konflik yang terjadi karena sikap atau perilaku anggota organisasi
yang berdampak negatif anggota organisasi lain.
Konflik
antar organisasi
ü
Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan
yang tidak sama dengan dalam organisasi.
ü
Konflik
horizontal, adalah konflik yang terjadi
karena memiliki kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam
organisasi.
ü
Konflik garis
staf, adalah konflik yang terjadi
karyawan yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasehat
dalam organisasi.
ü
Konflik peran, adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang lebih dari
satu.
B. MOTIVASI UNTUK BEKERJA
1.
Pengertian motivasi
Istilah
dalam Pengertian Motivasi berasal dari perkataan Bahasa Inggris yakni
motivation. Namun perkataan asalnya adalah motive yang juga telah digunakan
dalam Bahasa Melayu yakni kata motif yang berarti tujuan atau segala upaya
untuk mendorong seseorang dalam melakukan sesuatu. Secara ringkas,
Pengertian Motivasi dapat diartikan sebagai tujuan atau pendorong, dengan
tujuan sebenarnya yang menjadi daya penggerak utama bagi seseorang dalam
berupaya dalam mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik itu secara
positif ataupun negatif. Selain itu, Pengertian Motivasi merupakan suatu
perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya gejala perasaan,
kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk melakukan atau bertindak
sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan.
Pengertian Motivasi menurut para ahli
ü Menurut Sardiman (2006:73)
Pengertian Motivasi merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan.
ü Menurut Hamalik (1992:173)
Pengertian Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri atau pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan.
ü Menurut Sardiman (2006:73
Pengertian Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan.
2.
Pendekatan-pendekatan terhadap motivasi
McClelland
seorang pakar psikologi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat
mengemukakan bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh virus mental yang
ada pada dirinya. Virus tersebut merupakan kondisi jiwa yang mendorong
seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal. Ada tiga jenis virus sebagai
pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan
kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkan virus tersebut melalui
lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan
perusahaan.
ü
Motivasi berprestasi merupakan
suatu dorongan dengan ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan baik dan
kinerja yang tinggi. Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu dorongan
yang timbul pada diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang telah
ditetapkan, bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki keinginan
untuk mengerjakan sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya.
ü
Karyawan dengan motivasi
berprestasi tinggi sangat menyukai tantangan, berani mengambil risiko, sanggup
mengambil alih tanggungjawab, senang bekerja keras. Dorongan ini akan
menimbulkan kebutuhan berprestasi karyawan yang membedakan dengan yang lain,
karena selalu ingin mengerjakan sesuatu dengan lebih baik. Berdasarkan
pengalamam dan antisipasi dari hasil yang menyenangkan serta jika prestasi
sebelumnya dinilai baik, maka karyawan lebih menyukai untuk terlibat dalam
perilaku berprestasi. Sebaliknya jika karyawan telah dihukum karena mengalami
kegagalan, maka perasaan takut terhadap kegagalan akan berkembang dan
menimbulkan dorongan untuk menghindarkan diri dari kegagalan.
Ciri-ciri perilaku karyawan
yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menurut McClelland adalah:
ü
Menyukai tanggungjawab untuk
memecahkan masalah.
ü
Cenderung menetapkan target yang
sulit dan berani mengambil risiko.
ü
Memiliki tujuan yang jelas dan
realistik.
ü
Memiliki rencana kerja yang
menyeluruh.
ü
Lebih mementingkan umpan balik
yang nyata tentang hasil prestasinya.
ü
Senang dengan tugas yang
dilakukan dan selalu ingin menyelesaikan dengan sempurna.
Sebaliknya ciri-ciri karyawan yang memiliki motivasi berprestasi rendah
adalah:
ü
Bersikap apatis dan tidak percaya
diri.
ü
Tidak memiliki tanggungjawab
pribadi dalam bekerja.
ü
Bekerja tanpa rencana dan tujuan
yang jelas.
ü
Ragu-ragu dalam mengambil
keputusan.
ü
Setiap tindakan tidak terahan dan
menyimpang dari tujuan.
Laporan hasil penelitian tentang gaya manajerial dari 16.000 manajer di
Amerika Serikat yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, menengah dan
rendah menunjukkan sebagai berikut :
ü
Manajer dengan motivasi
berprestasi yang rendah memiliki karakter pesimis dan tidak percaya dengan
kemampuan bawahannya. Sedangkan manajer dengan motivasi berprestasi tinggi
sangat optimis dan memandang bawahan baik dan menyenangkan.
ü
Motivasi manajer dapat
diproyeksikan pada bawahannya. Bagi manajer yang bermotivasi prestasi tinggi
selalu memperhatikan aspek-aspek pekerjaan yang harus diselesaikan dan
mendiskusikan tugas pekerjaan yang harus dicapai bawahannya, sehingga mereka
akan menerima.
ü
Manajer yang bermotivasi
berprestasi tinggi cenderung menggunakan metode partisipasi terhadap bawahannya,
sedangkan manajer dengan motivasi berprestasi sedang dan rendah selalu
menghindar dalam interaksi dan komunikasi terbuka.
ü
Manajer yang prestasinya tinggi
lebih memperhatikan pada manusia dan tugas / produksi, manajer yang prestasinya
sedang lebih memperhatikan tugas / produksi, sedangkan manajer yang prestasinya
rendah hanya memperhatikan kepentingan pribadi dan tidak menghiraukan
bawahannya.
Berdasarkan hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara motivasi berprestasi dengan tingkat kinerja. Artinya, para karyawan yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi akan cenderung memiliki tingkat kinerja
yang tinggi. Sebaliknya, mereka yang motivasi berprestasinya rendah kemungkinan
akan memperoleh kinerja yang rendah.
Teknik Pendekatan Terhadap Memotivasi
Kerja
Beberapa teknik untuk memotivasi
kerja sebagai berikut :
a. Teknik Pemenuhan Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan merupakan dasar bagi perilaku kerja. Motivasi kerja
akan timbul apabila kebutuhan dipenuhi seperti dikemukakan oleh Maslow tentang
hierarki kebutuhan individu yaitu :
ü Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perumahan dan seksual.
Kebutuhan ini paling mendasar bagi manusia. Dalam bekerja, maka kebutuhan karyawan
yang harus dipenuhi adalah gaji / upah yang layak.
ü Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman bahaya dan
lingkungan kerja. Dalam bekerja, karyawan memerlukan tunjangan kesehatan,
asuransi dan dana pensiun.
ü Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan diterima dalam kelompok dan saling
mencintai. Dalam hubungan ini, karyawan ingin diterima keberadaanya di tempat
kerja, melakukan interaksi kerja yang baik dan harmonis.
ü Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh
orang lain. Dalam hubungan ini, karyawan butuh penghargaan dan pengakuan serta
tidak diperlakukan sewenang-wenang.
ü Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan
potensi. Dalam hubungan ini, karyawan perlu kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
secara pribadi.
b. Teknik Komunikasi
Persuasif
Teknik komunikasi persuasif
adalah satu teknik memotivasi kerja yang dilakukan dengan cara mempengaruhi
dari luar diri. Rumus teknik komunikasi persuasif adalah adidas sebagai berikut :
A ttention, yaitu perhatian yang penuh
D esire, yaitu
hasrat dan keinginan yang membara
I interest, yaitu
minat dan kepentingan
D esicion, yaitu keputusan yang tepat
A ction, yaitu
tindakan nyata
S atisfaction,
yaitu kepuasan atas hasil yang dicapai
3.
Teori-teori motivasi
Secara garis besar, teori motivasi
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan
isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process
theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement
theory).Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang
dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks
studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1.Durasi
kegiatan
2.Frekuensi
kegiatan
3.Persistensi
pada kegiatan
4.Ketabahan,
keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.Devosi
dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6.Tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.Tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan
8.Arah
sikap terhadap sasaran kegiatan
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan
bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
Ø Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai
suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan
dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka
pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika
kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang
gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan
merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin
memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Ø Abraham Maslow (Mangkunegara,
2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1.Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk
makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling
dasar
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan
akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
3.Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial),
yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan
kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
4.Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan
untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
5.Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri,
yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu
Ø Teori Keadilan
Keadilan merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi perusahaan harus bertindak
adil terhadap setiap karyawannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku
karyawan harus dilakukan secara obyektif. Teori ini melihat perbandingan
seseorang dengan orang lain sebagai referensi berdasarkan input dan juga hasil
atau kontribusi masing-masing karyawan (Robbins, 2007).
Ø Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan
pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negative
disebut teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif disebut teori Y (Robbins,
2007).
McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat
manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka
cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi
tersebut.
Ø Teori dua Faktor Herzberg
Teori ini dikemukakan oleh Frederick
Herzberg dengan asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah
mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bias sangat baik
menentukan keberhasilan atau kegagalan. (Robbins, 2007).
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan
motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari
ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks
pekerjaan) meliputi :
1.Upah
2.Kondisi
kerja
3.Keamanan
kerja
4.Status
5.Prosedur
perusahaan
6.Mutu
penyeliaan
7.Mutu
hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan.
Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu
memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi
karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak
ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene.
Faktor Intrinsik meliputi :
1.Pencapaian
prestasi
2.Pengakuan
3.Tanggung
Jawab
4.Kemajuan
5.Pekerjaan
itu sendiri
6.Kemungkinan
berkembang.
Tidak adanya kondisi-kondisi ini
bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan
membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh
karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
Ø Teori Kebutuhan McClelland
Teori
kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya.
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu (Robbins, 2007) :
a.Kebutuhan pencapaian (need for achievement)
: Dorongan untuk berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan
berusaha keras untuk berhasil.
b.Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) :
kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka
tidak akan berperilaku sebaliknya.
c.Kebutuhan hubungan (need for affiliation) :
Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
Apa yang tercakup dalam teori yang
mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu Menurut model ini,
motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
a.Persepsi
seseorang mengenai diri sendiri
b.Harga
diri
c.Harapan
pribadi
d.Kebutuhaan
e.Keinginan
f.Kepuasan
kerja
g.Prestasi
kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi
motivasi seseorang, antara lain ialah :
a.Jenis
dan sifat pekerjaan
b.Kelompok
kerja dimana seseorang bergabung
c.Organisasi
tempat bekerja
d.Situasi
lingkungan pada umumnya
e.Sistem
imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang
atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang
dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi
adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor-faktor
dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri
manusia. Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan
manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan.
Tingkah laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivas
Tiga kategori motif
1. Motif Primer:
ü Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses belajar
ü Faali/psikologis
ü Kebutuhan untuk makan & minum
2. Motif Umum:
ü Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses belajar
ü idak berhubungan dengan proses faali tubuh manusia
ü Kebutuhan kasih sayang, rasa ingin tahu & diperhatikan.
3. Motif Sekunder:
ü Tumbuh sebagai hasil proses belajar
ü Tidak berhubungan dengan proses faali
ü Kebutuhan berprestasi & berkuasa
Kata motif seringkali
diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan
gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan
manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan
tertentu. Tidak bisa dipungkiri, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia
selalu di mulai dengan motivasi (niat).
4.
teori-teori proses motivasi kerja
Proses yang terjadi dalam pikiran
seseorang yang pada akhirnya membuat orang menampilkan tingkah laku. Teori ini
juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
1. Teori Keadilan/Equity Theory (S.
Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan
bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang
dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya,
apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi
tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai
pembanding, hal itu antara lain :
- Harapannya tentang
jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan
pengalamannya;
- Imbalan yang
diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan yang
diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
2. Teori Harapan/ Expectancy
Theory (Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah
teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari
teorinya adalah sebagai berikut :
- Setiap individu
percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh
hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy)
sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil
tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
- Setiap hasil
mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi
(valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang
diharapkan.
- Setiap hasil
berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil
tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai
kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu
tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan
mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya
bahwa :
1. Suatu perilaku tertentu akan
menghasilkan hasil tertentu
2. Hasil tersebut punya nilai positif
baginya
3. Hasil tersebut dapat dicapai dengan
usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori
harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
3. Teori penetapan tujuan/Goal
Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan
tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan
perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan
persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal
hal sebagai berikut :
- Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang
hendak dicapai.
- Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu
tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
- Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar
keengganan untuk bertingkah laku.
4. Reinforcement Theory (B.F. Skinner)
- Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”
- Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang,
sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak
diulang.
Rangsangan yang didapat akan
mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya
akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan
selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi
suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi
lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk
menghasilkan hal-hal yang positif.
Penerapan
Motivasi dalam Organisasi
Para pegawai yang termotivasi adalah
mereka yang mengetahui bahwa pekerjaan yang dilakukan membantu mereka mencapai
tujuan mereka yang penting. Empat pola motivasi yang sangat penting:
1. Motivasi Prestasi (achievement
motivation)
adalah dorongan dalam diri individu untuk
mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Sejumlah
karakteristik menunjukan para pegawai yang berorientasi prestasi. Mereka
bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh kebanggaan
pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat sedikit resiko gagal, dan
apabila mereka mendapat balikan spesifik tentang prestasi diwaktu lalu.
2. Motivasi Afiliasi (affiliation
motivation)
adalah dorongan untuk berhubungan dengan
orang-orang atas dasar sosial. Perbandingan antara pegawai yang bermotivasi
karena berprestasi dengan pegawai yang bermotivasi karena afiliasi
menggambarkan bagaimana kedua pola itu mempengaruhi perilaku. Orang-orang yang
bermotivasi prestasi bekerja lebih keras apabila penyelia mereka menyediakan
penilaian rinci tentang perilaku kerja mereka, sedangkan orang-orang yang
bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji karena sikap dan
kerja sama mereka yang menyenangkan.
3. Motivasi Kompetensi (competence
motivation)
adalah dorongan untuk mencapai keunggulan
kerja, meningkatkan keterlampilan pemecahan masalah, dan berusaha keras untuk
inovatif. Orang-orang yang bermotivasi kompetensi juga mengharapkan adanya
hasil yang berkualitas tinggi dari rekan mereka dan mungkin terasa tidak sabar
apabila orang-prang yang bekerja dengan mereka tidak melakukan pekerjaan dengan
hasil yang baik.
4. Motivasi Kekuasaan (power
motivation)
adalah dorongan untuk mempengaruhi
orang-orang, mengubah situasi dan cenderung bertingkah laku otoriter.
Orang-orang yang bermotivasi kekuasaan merupakan manajer yang istimewa apabila
dorongan itu lebih tertuju pada kekuasaan pribadi. Kekuasaan lembaga adalah
kebutuhan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang demi kebaikan organisasi
secara keseluruhan
Motivasi dan Kinerja
Jenius adalah 10% inspirasi dan 90%
keringat (Einstein). Pernyataan ini mengandung arti pentingnya kerja keras
untuk mencapai sukses. Faktanya, ada individu atau seseorang yang berkemampuan
lebih rendah bisa mengalahkan rekan-rekannya yang berbakat dan berkemampuan
lebih. Karena itu, kinerja individu dalam bekerja tidak hanya tergantung pada
kemampuannya saja tetapi juga pada motivasinya untuk bekerja keras.
Motivasi dapat dikatakan sebagai
“Keinginan untuk melakukan sesuatu karena adanya dorongan dan tekanan akibat
dari kebutuhan yang tidak terpuaskan”. Proses motivasi berawal dari adanya
kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga menciptakan ketegangan yang menimbulkan
dorongan-dorongan dalam diri seseorang. Dorongan-dorongan ini menimbulkan upaya
pencarian guna memenuhi atau memuaskan kebutuhan, pada akhirnya tekanan yang
dirasakan menurun. Pada saat tekanan menurun, maka motivasi juga menurun.
Karena itu, tekanan-tekanan yang proporsional harus dilakukan secara kontinyu
agar dorongan untuk bertindak selalu hidup dalam diri seseoran.
Secara individual, upaya motivasi bisa
dilakuan melalui upaya-upaya mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri.
Namun, ada kalanya kesadaran untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri
seseorang, karena itu diperlukan motivasi eksternal yang bisa berasal dari
atasan, keluarga, rekan sejawat, guru dan lainnya. Teori motivasi dipengaruhi
oleh budaya dimana seseorang bertempat tinggal dan berinteraksi. Karena itu,
dalam sebuah organisasi atau perusahaan perlukan adanya penciptaan budaya kerja
yang bersifat universal, bisa diterima dan dijalankan oleh anggota organisasi
atau karyawan. Ada kalanya beberapa organisasi atau perusahaan menciptakan
budaya kerja yang benar-benar baru, dan ada pula yang mengadopsi budaya yang
sudah ada dalam masyarakat yang di sesuaikan dengan tujuan dan kebijakan
organisasi atau perusahaan.
C. KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
Kepemimpinan dalam organisasi mencakup
segala aspek yang sudah dijelaskan tadi, didalamnya terdapat peran dari
pemimpin dan sikap kepemimpinan yang harus dimiliki untuk mengatur organisasi
tersebut, kepemimpinan tentu saja sangat penting bagi jalannya organisasi
karena jika sebuah organisasi berjalan tanpa adanya unsure kepemimpinan yang
baik dari anggotanya juga dari pemimpin organisasinya, maka setiap masalah yang
muncul dalam berjalannya organisasi tersebut akan sulit untuk diselesaikan
secara cepat dan efisien, yang mengakibatkan tujuan adanya organisasi tersebut
terhambat dan kepuasan dari tercapainya tujuan tersebut persentasenya sangatlah
rendah.
Karakteristik
pemimpin sukses terdiri dari :
·
Cerdas
·
Terampil secara konseptual
·
Kreatif
·
Diplomatis dan taktis
·
Lancar berbicara
·
Memiliki pengetahuan ttg tugas
kelompok
·
Persuasive
·
Memiliki keterampilan sosial
Sedangkan Robins (1996) mengatakan bahwa teori ini adalah teori yang
mencari ciri-ciri kepribadian sosial, fisik atau intelektual yang membedakan
pemimpin dan yang bukan pemimpin.
Gaya Kepemimpinan
Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang digunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt)
2. Gaya Kepemimpinan Managerial Grid (Robert R Blake dan Jane S Mouton)
3. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi dari Reddin
Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang digunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt)
2. Gaya Kepemimpinan Managerial Grid (Robert R Blake dan Jane S Mouton)
3. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi dari Reddin
4. Gaya Kepemimpinan Empat Sistem Manajemen dari Likert
Kepemimpinan Pancasila
Kepemimpinan Pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila. Semangat kepemimpinan pancasila itu dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri demokratis, rasional, kritis, efisien-efektif, dan berdisiplin tinggi.
Kepemimpinan Pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila. Semangat kepemimpinan pancasila itu dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri demokratis, rasional, kritis, efisien-efektif, dan berdisiplin tinggi.
Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut ini:
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan
2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahannya saja. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Karena bukan saja pengikut sebagai individu bias menerima atau menolak pemimpinnya, tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
tipe gaya dan perilaku pemimpin
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :
1. Gaya Kepemimpinan Karismatis
2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
3. Gaya Kepemimpinan Otoriter
4. Gaya Kepemimpinan Moralis
Kepemimpinan muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksai otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan bisa berfungsi atas dasar, kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan menggerakan orang-orang guna melakukan sesuatu, demi pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan menurut Walter Nord pengertian kekuasaan itu merupakan suatu kemampuan mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya (Miftah Thoha, 1995).
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut ini:
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan
2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahannya saja. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Karena bukan saja pengikut sebagai individu bias menerima atau menolak pemimpinnya, tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
tipe gaya dan perilaku pemimpin
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :
1. Gaya Kepemimpinan Karismatis
2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
3. Gaya Kepemimpinan Otoriter
4. Gaya Kepemimpinan Moralis
Kepemimpinan muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksai otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan bisa berfungsi atas dasar, kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan menggerakan orang-orang guna melakukan sesuatu, demi pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan menurut Walter Nord pengertian kekuasaan itu merupakan suatu kemampuan mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya (Miftah Thoha, 1995).
Kepemimpinan
mempunyai beberapa asas-asas adalah sebagai berikut :
1. Kemanusian, mengutamakan sifat-sifat
kemanusian, yaitu pembimbingan manusia oleh manusia untuk mengembangkan potensi
dan kemampuan setiap individu demi tujuan-tujuan human
2. Efisiensi, efisiensi teknis maupun
social, berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber materi dan jumlah manusia
adanya prinsip penghematan adanya nilai-nilai ekonomis serta asas-asas
manajemen modern.
3. Kesejahteraan dan kebahagian yang
merata, menuju pada taraf kehidupan yang lebih tinggi.
Adapun 4
gaya kepemimpinan dasar, yaitu:
1. Kekompakan tinggi dan kerja rendah gaya kepemimpinan ini berusaha
menjaga hubungan baik,keakraban dan kekompakan kelompok,tetapi kurang
memperhatikan unsur tercapainya unsure tujuan kelompok atau penyelesaian tugas
bersama. Inilah
gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social. Rekreatif,yang sebagian besar ditujukan
untuk hubungan antar anggota. Namun gaya ini dapat cocok dan tepat untuk
kelompok yang diwaktu lampau pernah berkembang baik dan efektih, tetapi
menghadapi masalah atau situasi yang memacetkan atau melenyapkan semangat
anggota. Gaya kepemimpinan ini baik untuk mempengaruhi semangat kelompok dan
memotivasi mereka. Gaya kepemimpinan baik juga buat kelompok yang di waktu
lampau kurang mempengaruhi pribadi para anggotanya dan terlalu sibuk dengan
urusan menyelesaikan masalah atau situasi yang menekan, demi tercapainya tujuan
bersama.
2. Kerja tinggi dan kekompakan rendah. Gaya
kepemimpinan yang menekankan penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan kelompok.
Gaya kepemimpinan ini menampilkan gaya kepemimpinan yang directif. Gaya
kepemimpin ini tepat digunakan dalam persaingan dagang yang ketat serta dalam
militer.
3. Kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Gaya
kepemimpin yang mengutamakan kerja dan kekompakan tinggi baik digunakan dalam
pembentukan kelompok. Pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan
perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas. Tujuan yang sebaiknya dicapai
adalah membantu kelompok menjadi kelompok yang matang, yang mampu menjalankan
kedua tugas kepemimpinan diatas. Gaya kepemimpin ini menjadi tidak cocok
dipakai jika tugas dan kekompakan kelompok telah diselesaikan anggota kelompok
dengan baik.
4. Kerja rendah dan kekompakan rendah. Gaya
kepemimpinan yang kurang menekankan penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok
cocok buat kelompok yang telah jelas sasaran dan tujuannya. Gaya kepemimpinan
ini merupakan gaya kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang sudah
jadi. Gaya kepemimpina ini tidak cocok digunakan kelompok ytang belum jadi.
Gaya kepemimpinan ini lemah dan tidak akan menghasilkan apapun.
1. Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi
Pengertian Kepemimpinan dalam Organisasi
Kepemimpinan
berasal dari kata bahasa inggris, yaitu leadership. Menurut Tikno
Lensufie, Kepemimpinan memiliki arti luas, meliputi ilmu tentang kepemimpinan,
teknik kepemimpinan, seni memimpin, ciri kepemimpinan, serta sejarah
kepemimpinan. Kepemimpinan bukan berarti memimpin orang untuk sesaat
(insidental) seperti memimpin upacara bendera, memimpin paduan suara dan
sebagainya. Tapi kepemimpinan lebih kepada seseorang yang memimpin
suatu organisasi atau institusi.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dalam organisasi dapat
berperan dengan baik, antara lain yaitu :
1. Yang menjadi dasar utama dalam
efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan
penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan.
2. Efektivitas kepemimpinan tercermin
dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang.
3. Efektivitas kepemimpinan menuntut
kemahiran untuk “membaca” situasi.
4. Perilaku seseorang tidak terbentuk
begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan dan perkembangan.
5. Kehidupan organisasi yang dinamis
dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir
dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Pentingnya Kepemimpinan dalam Sebuah
Organisasi
Dalam
sebuah bisnis untuk menjadi sukses, memerlukan manajemen yang
baik yang hanya dapat disampaikan oleh manajer berpengalaman yang baik. Namun,
dalam dunia yang penuh persaingan pada saat ini, keterampilan manajemen dasar
tidak cukup untuk meraih sebuah keberhasilan, diperlukan lebih dari hal
tersebut. Oleh karena itu diperlukan Leadership Skill. Keterampilan
kepemimpinan (Leadership Skill) yang baik dan efektif sangat penting untuk
membangun, mendorong dan mempromosikan budaya dalam perusahaan yang kuat dan
akhirnya mencapai kesuksesan. Sering kali, manajer disalahpahami untuk
menjadi pemimpin yang, sebenarnya, adalah tidak benar. Seorang pemimpin dapat
merupakan manajer, sedangkan tidak semua manajer memiliki jiwa pemimpin. Dengan
demikian, keterampilan kepemimpinan diperlukan untuk memaksimalkan efisiensi
dan mencapai tujuan organisasi.
Ada 2 sebab mengapa seseorang menjadi
seorang pemimpin, antara lain yaitu :
1. Seseorang
ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui
usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
2. Seseorang
menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan
lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Pentingnya
Sebuah Kepemimpinan yang Efektif
Produktivitas
Inti dari suatu organisasi adalah dengan
memanfaatkan sumber daya manusia dan
non-manusia yang tersedia untuk menghasilkan kinerja yang efisien dan efektif.
Ini hanya dapat dicapai dengan mengalikan kemampuan dengan kemauan. Dalam hal
ini peran seorang pemimpin adalah meningkatkan produktivitas karyawan dengan
menaikkan kemauan untuk bekerja keras dan berkontribusi secara efisiensi.
Kepuasan Kerja
Menyediakan insentif dan kondisi kerja
yang lebih baik meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Namun, ini kepuasan kerja
sangat tergantung pada perilaku pemimpin terhadap karyawan mereka. Jadi,
pemimpin harus memastikan bahwa mereka mengungkapkan perilaku yang dapat
diterima oleh bawahan.
Kerjasama kelompok
Seorang pemimpin memastikan bahwa
karyawan melaksanakan pekerjaan masing-masing dengan baik dan saling percaya
untuk kemajuan organisasi. Dia mendorong mereka untuk bekerja dengan cara yang
ramah dan dengan kerjasama satu sama lain, menekankan pada pencapaian tujuan
perusahaan/organisasi.
Kegiatan yang Terorganisir
Sering kali, lingkungan organisasi diisi
dengan kekacauan dan bentrokan terutama karena tidak adanya seorang manajer
atau pemimpin. Jadi, seorang pemimpin memastikan bahwa kegiatan organisasi
didelegasikan secara merata dan adil antara karyawan, sehingga mengurangi
kemungkinan konflik di antara mereka.
Semangat Karyawan
Kepemimpinan yang efektif sangat penting
untuk mendapatkan semangat kerja karyawan yang tinggi. Seorang pemimpin yang
baik memberikan hak untuk masing-masing kelompok di bawahnya dalam hal
pemikiran dan sikap, sehingga mengembangkan hubungan manusia yang lebih baik.
Selanjutnya, interaksi yang sangat baik yang difasilitasi antara
anggota-anggota kelompok dengan menjaga disiplin dan kontrol pada bawahan.
Koordinasi
Seorang pemimpin melakukan peran
mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Hal ini, pada
gilirannya, mengikat kesamaan dari kedua kepentingan. Dengan menjaga informasi
tentang kerja setiap karyawan, pemimpin menyimpan informasi yang diperlukan
dari seluruh kelompok, untuk mengambil sebuah keputusan umum dalam rangka
mengkoordinasi upaya secara keseluruhan.
Bagaimana
cara membangun kepercayaan terhadap kepemimpinan
Tugas dasar seorang pemimpin adalah untuk
memahami dan menangani situasi karyawan dan bawahan. Jadi, dengan memotivasi
dan mendorong mereka untuk bekerja lebih keras, pemimpin berhasil menciptakan
kepercayaan pada mereka untuk mencapai pekerjaan organisasi secara efektif dan
efisien. Pemimpin yang efektif diperlukan untuk mengidentifikasi kemampuan
karyawan serta mendukung mereka dengan semua cara yang memungkinkan.
Berikut cara membangun kepercayaan dalam
kempemimpinan berogranisasi :
1. Organisasi
harus memiliki visi yang jelas serta menekankan pentingnya kontribusikaryawan
dalam mencapainya. Berkaitan dengan nilai-nilai, kepercayaan hanya akan tumbuh
jika pemimpin konsisten mengikuti dan mendukung nilai-nilai organisasi. Ia
harus menjadi teladan bagi seluruh karyawan.
2. Lingkungan
kerja berkontribusi signifikan bagi terbentuknya persepsi karyawan terhadap
pimpinan dan juga persepsi tentang sejauh mana kepedulian organisasi terhadap
karyawan. Lingkungan kerja yang tidak nyaman sudah tentu menimbulkan
ketidakpercayaan.
3. Pemimpin
harus memiliki bakat, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan gaya yang sesuai.
Dengan kata lain, pemimpin harus benar-benar memiliki kompetensi yang
dibutuhkan. Berikutnya adalah kesediaan memikul tanggung jawab sebagai pemegang
otoritas tertinggi dalam organisasi.
4. Pemimpin
harus bisa menjadi sandaran bagi para pengikutnya tatkala mereka merasa lelah,
cemas, frustrasi, dan kehilangan motivasi. Menghadapi kondisi pengikut yang
demikian, dibutuhkan pemimpin yang mampu berperan sebagai motivator yang mampu
membangkitkan kembali semangat para pengikut.
5. Mereka
harus benar-benar peduli pada etika dan moral, memiliki pendirian yang teguh,
selalu berusaha menepati janji, dan berkomitmen penuh bagi kemajuan organisasi
dan kesejahteraan anggotanya. Ingatlah orang akan lebih peduli pada apa yang
dikerjakan ketimbang apa yang dikatakan.
Dalam sebuah organisasi, manfaat
kepercayaan diantaranya adalah terciptanya iklim saling berbagi informasi dan
kolaborasi. Di tengah-tengah perubahan dan ketidakpastian, kepercayaan menjadi
landasan bagi kukuhnya kepemimpinan. Manfaat lain dari adanya rasa saling
percaya adalah pertumbuhan organisasi yang lebih cepat; meningkatnya
kepercayaan pelanggan dan masyarakat; berkembangnya iklim transparansi;
mendorong inovasi; terwujudnya keselarasan antara sistem dan struktur
organisasi; mempertinggi loyalitas karyawan; eksekusi strategi yang lebih
efektif; dan pemanfaatan seluruh sumber daya organisasi dengan lebih efektif
dan efisien. Jadi jelaslah bahwa kepercayaan adalah aset tidak berwujud
(intangible asset) yang sangat berharga bagi organisasi.
Meski penting, namun nyatanya
menumbuhkembangkan, mempertahankan, dan memulihkan kepercayaan jelas tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Yang pertama-tama harus diingat adalah
bahwa membangun kepercayaan dalam organisasi menjadi tugas dan tanggung jawab
pemimpin. Akibat tidak adanya kepercayaan, produktivitas melemah,
peluang-peluang pengembangan dan perbaikan terlewatkan, dan kinerja merosot.
Komponen –
komponen Kempemimpinan dalam Organisasi
Seperti
disebutkan diatas, pemimpin adalah orang yang mampu menggerakkan pengikut.
Artinya, pemimpin tidak berdiri dan bekerja sendiri, tetapi membutuhkan hal-hal
lain yang masuk dalam komponen kepemimpinan:
1. Pemimpin,
yaitu orang yang mampu menggerakkan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin harus mempunyai visi, spirit, karakter, integritas, dan kapabilitas
yang tinggi.
2. Kemampuan
menggerakkan, yaitu bagaimana pemimpin menggerakkan pengikutnya untuk mencapai
tujuan organisasi
3. Pengikut,
yaitu orang-orang yang berada dibawah otoritas atau jabatan seorang pemimpin.
4. Tujuan
yang baik, yaitu apa yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut.
5. Organisasi,
yaitu wadah atau tempat kepemimpinan berada.
2.Teori-Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan muncul bersamaan dengan
peradaban manusia sejak zaman dahulu dimana orang-orang berkumpul bersama dan
bekerja bersama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya. Sejak itulah
terjadinya kerjasama antar manusia di dunia dan munculnya unsur
kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang
menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan
yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan
terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Kepemimpinan juga sering dikenal
sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan
tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi
bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut
Stoner, (1998) semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi
pemimpin, akan semakin besar potensi kepemimpinan yang efektif.
Seorang pemimpin harus bisa memadukan unsur-unsur kekuatan diri,
wewenang yang dimiliki, ciri-ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa
mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin ada dua macam, yaitu pemimpin formal
dan pemimpin informal. Dimana pemimpin formal harus memiliki kekuasaan dan
kekuatan formal yang ditentukan oleh organisasi, sedangkan pemimpin informal
walaupun tidak memiliki legitimasi kekuatan dan kekuatan resmi namun harus
memiliki kemampuan mempengaruhi yang besar yang disebabkan oleh kekuatan
pribadinya. Oleh karena itu, dalam proses kepemimpinan telah muncul beberapa
teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari
waktu ke waktu ke dalam berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu
kepemimpinan. Setiap teori menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi.
Banyak penelitian manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang sempurna.
Hal ini menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya.
Dalam teori kepemimpinan ada beberapa macam teori, diantaranya Great Man
Theory, teori sifat, perilaku, kepemimpinan situasional dan kharismatik.
Saat ini masih banyak penelitian dan diskusi yang dilakukan untuk
mencari penjelasan atas esensi dari kepemimpinan. Awalnya, teori-teori
kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan
pengikut.
1.
Great
Man Theory
Teori
ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat
(leader are born, not made). dan dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin
merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan
kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang
pemimpin di berbagai macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat
dikatakan orang yang sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin
besar. Senada dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi
definisi teori ini dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat,
akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa
sejak lahirnya dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin
dalam situasi kondisi yang bagaimanpun juga. James (1980), menyatakan bahwa
setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para
pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang
berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori
kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencangkup studi
pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang
gelar turun-temurun. Sangat sedikit orang dari kelas bawah memiliki kesempatan
untuk menjadi seorang pemimpin. Teori great man didasarkan pada gagasan bahwa
setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan, maka munculah seorang manusia yang luar
biasa dan memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan, sebagian besar
pemimpin adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar. Bahkan para
peneliti adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk nama teori
tersebut “great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang disebut orang
besar adalah atibut tertentu yang melekat pada diri pemimpin atau sifat
personal, yang membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.
Teori ini secara garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar
dengan pengaruh individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan atau
dalam bidang politik tentang pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap
sejarah. Pada teori ini sabagian besar bersandar pada pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh Thomas Charly di abad 19 yang penah menyatakan bahwa sejarah
dunia tidak melainkan sejarah hidup orang-orang besar. Menurutnya, seorang pemimpin
besar akan lahir saat dibutuhkan sehingga para pemimpin ini tidak bisa
diciptakan.
2. Teori Sifat
Teori
sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin
dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi masing-masing.
Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang
pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya. Atas
dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin
yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat atau
ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang dapat
diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha
membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan
ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang
efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang
ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten
yang membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh
Cecil A. Gibb (1969) bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi,
lebih cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan
pemimpin. Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari
mereka tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu
cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak menjadi
seorang pemimpin, barangkali orang ini berbeda terlalu jauh dengan kelompoknya.
Pada teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu
dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi
kepemimpinan. Selain itu, juga menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang
dikaitkan dengan keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas
kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain. Seorang
pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia memiliki sifat sifat-sifat
seperti berani bersaing, percaya diri, bersedia berperan sebagai pelayan orang
lain, loyalitas tinggi, intelegensi tinggi, hubungan interpersonal baik, dan
lain sebagainya. Menurut Judith R. Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki karakter, seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi,
pendidikan, status sosial ekonomi, human relations, motivasi instrinsik dan
dorongan untuk maju (achievement drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian
(1994:75-76), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki ciri-ciri ideal
diantaranya :
1.
Pengetahuan umum yang luas, daya
ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas,
adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
2.
Sifat inkuisitif, rasa tepat
waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan,
keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik,
kapasitas integratif.
3.
Kemampuan untuk bertumbuh dan
berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan
yang penting, keterampilan mendidik dan berkkomunikasi secara efektif.
Menurut Ronggowarsito, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki
Hastabrata, yaitu delapan sifat unggul seorang pemimpin yang dikaitkan dengan
sifat-sifat alam diantaranya :
1. Bagaikan surya
Menerangi
dunia, memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang, arif, jujur, adil,
dan rajin bekerja sehingga negara aman sentausa.
2. Bagaiakan candra atau rembulan
Memberikan
cahaya penerangan keteduhan pada hati yang tengah dalam kesulitan, bersifat
melindungi sehingga setiap orang dapat tekun menjalankan tugasnya masing-masing
dan memberi ketenangan.
3. Bagaikan kartika atau bintang
Menjadi
pusat pandangan sebagai sumber kesusilaan, menjadi kiblat ketauladanan
dan menjadi sumber pedoman.
4. Bagaikan meja atau awan
Menciptakan
kewibawaan, mengayomi meneduhi sehingga semua tindakan menimbulkan ketaatan.
5. Bagaikan bumi
Teguh, kokoh pendiriannya dan bersahaja dalam
ucapannya.
6. Bagaikan samudra
Luas pandangan, lebar dadanya, dan dapat
membuat rakyat seia sekata.
7. Bagaikan hagni atau api
Adil, menghukum tanpa memandang bulu, yang
salah menjalankan hukuman dan yang baik mendapat pahala.
8. Bagaikan bayu atau angin
Adil, jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu.
Dari
penjelasan diatas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin mencakup karakter bawaan dan karakter yang diperoleh kemudian
dikembangkan pada kemudian.
Adapun
kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat diantaranya :
1. Terlampau banyak sifat-sifat yang harus
dimiliki seorang pemimpin
2. Mengabaikan unsur Follower dan Situasi serta
pengaruhnya terhadap efektivitas pemimpin
3. Tidak semua ciri cocok untuk segala
situasi
4. Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat
kepemimpinan dan mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
Untuk
menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini telah banyak
dilakukan penelitian oleh para ahli dengan harapan dapat ditemukan model
kepemimpinan yang baik atau efektif. Namun kesimpulan dari hasil studi,
ternyata tidak ada satu model tunggal yang memenuhi harapan. Dalam kaitannya
dengan ciri-ciri pemimpin, J. Slikboer menyatakan bahwa setiap pemimpin
hendaknya memiliki tiga sifat, yaitu sifat dalam bidang intelektual, berkaitan
dengan watak, dan berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain
yang berbeda dikemukakan oleh Ruslan Abdulgani (1958) bahwa soerang pemimpin
harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani dan jasmani.
3.
Teori
Perilaku
Teori
perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap
teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak
dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi
pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan
sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus
dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin
berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan
merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu
kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan
dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits)
soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk
diidentifikasikan.
Beberapa
pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku
dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku
kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian
hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam
satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku
kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F.
Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok
yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership),
seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan
fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena seseorang perhatian akan terfokus
pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini,
pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :
1. Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku
seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah
tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan
memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya.
Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan
tugas orientasi.
2. Berorientasi
kepada bawahan dan produksi
Perilaku
pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh
penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada
pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi
memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada
sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya
ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat
diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tuags dan
terhadap bawahan atau hubungan kerja. JAF.Stoner, 1978:442-443 mengungkapkan
bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan
dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang
pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang
tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana
seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan,
nikai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh,
pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada
kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran
perintah) dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu
dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.
1. Kepemimpinan Situasional
Teori
Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum
menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin
untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998).
Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan
perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam
teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik
berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji
kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan
menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada
berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi
tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap
suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai
dengan situasinya.
Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini
harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan
dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah
kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan situasi
tertentu. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model kepemimpinan
diantaranya :
2. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan
yang harus diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan,
pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan
yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian
tugas. Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol disini adalah menjadi pendengar
yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
3. Model Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi
tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi
pemimpin yang efektif apabila:
·
Hubungan atasan dan bawahan
dikategorikan baik
·
Tugas yang harus dikerjakan
bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi
·
Posisi kewenangan pemimpin
tergolong kuat
4. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang tergantung
pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu
dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpina
yang dapat digunakan adalah :
·
Memberitahukan
·
Menjual
Mengajak bawahan berperan serta
·
Melakukan pendelegasian
5. Model Jalan-Tujuan
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang
mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk
mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan
perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku
pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.
6. Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan
proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan
struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat
penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus
ditaati oleh bawahan dalam menetukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan
dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut
“didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan
melalui proses pengambilan keputusan.
Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana
secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan
seseorang :
1. Kemampuan
Manajerial
Kemampuan
ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efktivitas kepemimpinan
seseorang. Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial,
pengalaman, motivasi dan penilaian terhadap “reward” yang disediakan oleh
perusahaan.
2.
Karakteristik Pekerjaan
Merupakan
unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan
yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi
dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan
kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi
efektivitas seorang pemimpin.
3.
Karakteristik Organisasi
Budaya
korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang
manajer. Juga bila didalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan
kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan
organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
4.
Karakteristik Pekerja
Dalam
karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman
dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan
seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan
situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan
ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu
menurut Sondang P. Siagan (1994:129) adalah :
1. Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
2. Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
3. Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
4. Norma yang dianut kelompok
5. Rentang kendali
6. Ancaman dari luar organisasi
7. Tingkat stress
8. Iklim yang terdapat dalam organisasi.
9. Kepemimpinan Kharismatik
Dalam
teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui
memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan
berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi
pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supernatural dan kekuatan yang
luar biasa. Dimana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya. Seorang pemimpin
dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kharisma
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “berkat yang terinspirasi secara
agung” atau ”pemberian tuhan”. Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau
memprediksikan peristiwa masa depan. Para pemimpim akan lebih dipandang
sebagai kharismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko
pribadi dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung.
Kepercayaan terlihat menjadi komponen penting dari kharismatik dan pengikut
akan lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh
kepentingan pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling
mengesankan adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian
pribadi yang cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau
keanggotaan dalam organisasi. Menurut Weber (1947), kharismatik terjadi saat
terdapat sebuah krisis social, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi
untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka
mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat terlihat,
dapat dicapai dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai
orang yang luar biasa.
Konsep
kharismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan
pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima
faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik yaitu :
1.
Adanya seseorang yang memiliki
bakat luar baisa
2.
Adanya krisis sosial
3.
Adanya sejumlah ide yang radikal
untuk memecahkan krisis trsebut
4.
Adanya sejumlah pengikut yang
percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat
transendental dan supranatural, serta
5.
Adanya bukti yang berulang bahwa
apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
House (1977), berpendapat bahwa seorang
pemimpin kharismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para
pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi,
mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, merasa disayang terhadap
pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau
organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap
keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi.
Kharismatik
negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi :
1.
Mereka menekankan identifikasi
pribadi daripada internalisasi.
2.
Mereka lebih menanamkan kesetiaan
kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
3.
Mereka dapat menggunakan daya
tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan, kemudian
diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin
itu.
4.
Mereka berusaha untuk mendominasi
dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada
pemimpin.
5.
Otoritas untuk membuat keputusan
penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman digunakan untuk
memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat berbuat kesalahan atau untuk
membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
6.
Keputuasan dari para pemimpin ini
mencermnkan perhatian yang lebih besar akan pemujaan diri dan memelihara
kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Kharismatik positif memiliki orientasi
kekuasaan sosial :
1.
Para pemimpin ini menekankan
internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi.
2.
Mereka tidak berusaha untuk
menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada ideologi.
3.
Otoritas didelegasikan hingga
batas yang cukup besar, informasi dibagikan secara terbuka, didorongnya
partisipasi dalam keputusan, dan
4.
Penghargaan digunakan untuk
menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
5.
Hasilnya adalah kepemimpinan
mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
Beberapa
teori-teori membahas mengenai bagaimana kharisma seorang pemimpin mempengaruhi
bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh
kharisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal
yang mempengharuhi proses pengaruh kharismatik seorang pemimpin yaitu :
a.
Identifikasi Pribadi (personal
identification)
Identifikasi
pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang dyadic yang terjadi pada
beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak
terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas
diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada
tokoh-tokoh yang berkuasa.
b.
Identifikasi Sosial (social
identification)
Identifikasi
sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri
sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para
pemimpin kharismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan
antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan
bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin kharismatik dapat
meningkatkan identifikasi sosila dengan memberi kepada kelompok sebuah
identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang
lainnya.
c.
Internalisasi (internalization)
Para
pemimpin kharismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai
baru, namun lebih umum bagi para pemimpin kharismatik untuk meningkatkan
kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkannya
dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin kharismatik juga menekankan
aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan
tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroic dan secara moral benar. Para
pemimpin kharismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik
dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada
imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada
sasaran-sasaran objektif.
d.
Kemampuan diri sendiri
(self-efficacy)
Efikasi diri sendiri merupakan suatu
keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran
tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota
kelompok jika mereka bersama-sama dan mereka menghasilkan hal-hal yang luar
biasa. Para pemimpin kharismatik meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa
usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif
akan berhasil.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Motivasi merupakan suatu keadaan atau
kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan
sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya.
Dalam suatu penerapan perilaku organisasi, pembahasan tentang motivasi dalam organisasi
memang sangat penting dalam kajian perilaku organisasi. Karena setiap personil
atau pegawai pasti memerlukan suatu motivasi baik dari dalam diri maupun dari
orang lain, untuk itu apabila seseorang sudah terdorong atau termotivasi maka
kinerja seseorang itu akan meningkat sehingga akan mempercepat proses
penyelesaian tugasnya dalam bekerja. Dalam proses belajar, motivasi sangat
diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk
belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi ekstrinsik yang
diharapkan. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik diperlukan apabila motivasi
intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai pelajar.
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang
menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan
yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan
terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Dalam suatu kepemimpinan tentu
menganut beberapa teori yang mendasarinya, diantaranya Great Man theory, teori
sifat, teori perilaku, kepemimpinan situasional dan kepemimpinan kharismatik.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/organization- development/membangun-kepercayaan
http://www.jpnn.com/read/2014/03/28/224911/Kasus-Bus-Karatan,-Jokowi-Ahok-Harus- Berani-
Fatah, Nanang. 2009. Landasan Manajemen
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Hasanah,
Uswatun. 2012. “Teori Kepemimpinan”
Komentar