DINAMIKA KONFLIK MOTIVASI KERJA DAN KEPEMIMPINAN ORGANISASI

MAKALAH DINAMIKA KONFLIK MOTIVASI KERJA 
DAN KEPEMIMPINAN ORGANISASI



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT yang selalu mengkaruniakan hidayahnya kepada kita sekalian dalam kehidupan dunia ini. Dan shalawat beriring salam kepada baginda nabi Muhammad SAW yang telah mengarahkan perubahan ummat dari moral jahiliah kepada kehidupan yang ber-Akhlakul Karimah.
           Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah Dinamika konflik motivasi kerja dan kepemimpinan organisasi”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan kawan – kawan yang telah membantu baik secara motivasi maupun ide serta ucapan terima ksih kepada Dosen pembimbing. 
Berawal dari sebuah penulisan ini, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah  ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.


Penyusun,












DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ...............................................................................           i
DAFTAR ISI..................................................................................................        ii

BAB  I PENDAHULUAN
   1.1   Latar Belakang............................................................................         1
1.2       Rumusan Masalah......................................................................         1
1.3       Tujuan Masalah…………………………………………………...       2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Dinamika Konflik Didalam Organisasi......................................... .       3
B.   Motivasi Untuk Bekerja................................................................ ….    .   5
C.   Kepemimpinan Dalam Organisasi................................................. …...     16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................... ……   35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... ……    36




























BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
   Konflik biasanya timbul sebagai hasil adanya masalah-masalah hubungan pribadi(ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai pribadi karyawan dengan perilaku yang harus diperankan pada jebatannya,atau perbedaan persepsi).Dalam bab ini,pembahasan akan dimulai dengan membicarakan tentang pengertian berbagai jenis konflik.kemudian konflik antar pribadi diuraikan dengan kerangka jendela johari dan strategi-strategi penyelesaiannya. Pengertian Motivasi dapat diartikan sebagai tujuan atau pendorong, dengan tujuan sebenarnya yang menjadi daya penggerak utama bagi seseorang dalam berupaya dalam mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik itu secara positif ataupun negatif. Selain itu, Pengertian Motivasi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya gejala perasaan, kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk melakukan atau bertindak sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan. 
        Motivasi dapat dikatakan sebagai “Keinginan untuk melakukan sesuatu karena adanya dorongan dan tekanan akibat dari kebutuhan yang tidak terpuaskan”. Proses motivasi berawal dari adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga menciptakan ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan dalam diri seseorang. Dorongan-dorongan ini menimbulkan upaya pencarian guna memenuhi atau memuaskan kebutuhan, pada akhirnya tekanan yang dirasakan menurun. Pada saat tekanan menurun, maka motivasi juga menurun. Karena itu, tekanan-tekanan yang proporsional harus dilakukan secara kontinyu agar dorongan untuk bertindak selalu hidup dalam diri seseorang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konflik ?

2. Apakah faktor-faktor penyebab konflik ?

3. Sebutkan teori-teori konflik ?

4. Jelaskan pengertian motivasi menurut para ahli ?

5. Apa perbedaan  konflik antar pribadi dan konfik antar organisasi ?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian konflik

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab konflik

3. Mengetahui teori-teori konflik

4. Mengetahui pengertian motivasi menurut para ahli

5. Mengetahui perbedaan  konflik antar pribadi dan konfik antar organisasi


























BAB II
PEMBAHASAN


A. DINAMIKA KONFLIK DIDALAM ORGANISASI
1. Pengertian konflik
Konflik biasanya timbul sebagai hasil adanya masalah-masalah hubungan pribadi(ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai pribadi karyawan dengan perilaku yang harus diperankan pada jebatannya,atau perbedaan persepsi).Dalam bab ini,pembahasan akan dimulai dengan membicarakan tentang pengertian berbagai jenis konflik.kemudian konflik antar pribadi diuraikan dengan kerangka jendela johari dan strategi-strategi penyelesaiannya.
Dinamika Konflik
            Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi. 
Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Faktor Manusia
 1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
 2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
 3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental,        
b. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
            Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
            Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas.
            Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi.
            Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
 5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development

Teori-teori Konflik:
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
a.Teori hubungan masyarakat : 
            Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. 
b. Teori kebutuhan manusia :
Model rekonsiliasi ini bertolak dari kenyataan bahwa konflik yang berkepanjangan telah menimbulkan kondisi deprivasi atau paling tidak marginalisasi dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar.
c. Teori negosiasi prinsip :
konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
d. Teori identitas : 
konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
e. Teori kesalahpahaman antarbudaya : 
konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.

f. Teori transformasi konflik : 
konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah social, budaya dan ekonomi.
2 . Jenis-Jenis Konflik
          Konflik antar pribadi
ü  Konflik dalam diri individu (conflik within the individual), adalah konflik yang terjadi karena memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang terlampau banyak untuk di tinggalkan. 
ü  Konflik antar-individu (conflik among individual), adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.  
ü  Konflik antar individu dan kelompok (conflik among individual and groups),  adalah konflik yang terjadi karena terdapat individu yang gagal beradaptasi dengan norma-norma kelompok dimana tempat ia bekerja. 
ü  Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflik among groups in the same organization) adalah konflik yang terjadi karena setiap kelompok memiliki tujuan tersendiri dan berbeda yang ingin di capai. 
ü  Konflik antar organisasi (conflik among organization), adalah konflik yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang menimbulkan dampak negatif bagi anggota organisasi lain.   
Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflik among individual in different organization),  adalah konflik yang terjadi karena sikap atau perilaku anggota organisasi yang berdampak negatif anggota organisasi lain. 
           Konflik antar organisasi
ü  Konflik vertikal, adalah konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan yang tidak sama dengan dalam organisasi.
ü  Konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi karena memiliki kedudukan/jabatan yang sama atau setingkat dalam organisasi. 
ü  Konflik garis staf, adalah konflik yang terjadi karyawan yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf sebagai penasehat dalam organisasi. 
ü  Konflik peran,  adalah konflik yang terjadi karena individu memiliki peran yang lebih dari satu. 
B. MOTIVASI UNTUK BEKERJA
     1.   Pengertian motivasi
    Istilah dalam Pengertian Motivasi berasal dari perkataan Bahasa Inggris yakni motivation. Namun perkataan asalnya adalah motive yang juga telah digunakan dalam Bahasa Melayu yakni kata motif yang berarti tujuan atau segala upaya untuk mendorong seseorang dalam melakukan  sesuatu. Secara ringkas, Pengertian Motivasi dapat diartikan sebagai tujuan atau pendorong, dengan tujuan sebenarnya yang menjadi daya penggerak utama bagi seseorang dalam berupaya dalam mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik itu secara positif ataupun negatif. Selain itu, Pengertian Motivasi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya gejala perasaan, kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk melakukan atau bertindak sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan.
          Pengertian Motivasi menurut para ahli
ü  Menurut Sardiman (2006:73)
Pengertian Motivasi merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.
ü  Menurut Hamalik (1992:173)
Pengertian Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
ü  Menurut Sardiman (2006:73
Pengertian Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

2.      Pendekatan-pendekatan terhadap motivasi
            McClelland seorang pakar psikologi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat mengemukakan bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh virus mental yang ada pada dirinya. Virus tersebut merupakan kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal. Ada tiga jenis virus sebagai pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkan virus tersebut melalui lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perusahaan.
ü  Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dengan ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan baik dan kinerja yang tinggi. Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang telah ditetapkan, bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki keinginan untuk mengerjakan sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya.
ü  Karyawan dengan motivasi berprestasi tinggi sangat menyukai tantangan, berani mengambil risiko, sanggup mengambil alih tanggungjawab, senang bekerja keras. Dorongan ini akan menimbulkan kebutuhan berprestasi karyawan yang membedakan dengan yang lain, karena selalu ingin mengerjakan sesuatu dengan lebih baik. Berdasarkan pengalamam dan antisipasi dari hasil yang menyenangkan serta jika prestasi sebelumnya dinilai baik, maka karyawan lebih menyukai untuk terlibat dalam perilaku berprestasi. Sebaliknya jika karyawan telah dihukum karena mengalami kegagalan, maka perasaan takut terhadap kegagalan akan berkembang dan menimbulkan dorongan untuk menghindarkan diri dari kegagalan.

          Ciri-ciri perilaku karyawan yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menurut McClelland adalah:
ü  Menyukai tanggungjawab untuk memecahkan masalah.
ü  Cenderung menetapkan target yang sulit dan berani mengambil risiko.
ü  Memiliki tujuan yang jelas dan realistik.
ü  Memiliki rencana kerja yang menyeluruh.
ü  Lebih mementingkan umpan balik yang nyata tentang hasil prestasinya.
ü  Senang dengan tugas yang dilakukan dan selalu ingin menyelesaikan dengan sempurna.


Sebaliknya ciri-ciri karyawan yang memiliki motivasi berprestasi rendah adalah:
ü  Bersikap apatis dan tidak percaya diri.
ü  Tidak memiliki tanggungjawab pribadi dalam bekerja.
ü  Bekerja tanpa rencana dan tujuan yang jelas.
ü  Ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
ü  Setiap tindakan tidak terahan dan menyimpang dari tujuan.
Laporan hasil penelitian tentang gaya manajerial dari 16.000 manajer di Amerika Serikat yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, menengah dan rendah menunjukkan sebagai berikut :
ü  Manajer dengan motivasi berprestasi yang rendah memiliki karakter pesimis dan tidak percaya dengan kemampuan bawahannya. Sedangkan manajer dengan motivasi berprestasi tinggi sangat optimis dan memandang bawahan baik dan menyenangkan.
ü  Motivasi manajer dapat diproyeksikan pada bawahannya. Bagi manajer yang bermotivasi prestasi tinggi selalu memperhatikan aspek-aspek pekerjaan yang harus diselesaikan dan mendiskusikan tugas pekerjaan yang harus dicapai bawahannya, sehingga mereka akan menerima.
ü  Manajer yang bermotivasi berprestasi tinggi cenderung menggunakan metode partisipasi terhadap bawahannya, sedangkan manajer dengan motivasi berprestasi sedang dan rendah selalu menghindar dalam interaksi dan komunikasi terbuka.
ü  Manajer yang prestasinya tinggi lebih memperhatikan pada manusia dan tugas / produksi, manajer yang prestasinya sedang lebih memperhatikan tugas / produksi, sedangkan manajer yang prestasinya rendah hanya memperhatikan kepentingan pribadi dan tidak menghiraukan bawahannya.

           Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan tingkat kinerja. Artinya, para karyawan yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan cenderung memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Sebaliknya, mereka yang motivasi berprestasinya rendah kemungkinan akan memperoleh kinerja yang rendah.

Teknik Pendekatan Terhadap Memotivasi Kerja

     Beberapa teknik untuk memotivasi kerja sebagai berikut :
a. Teknik Pemenuhan Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan merupakan dasar bagi perilaku kerja. Motivasi kerja akan timbul apabila kebutuhan dipenuhi seperti dikemukakan oleh Maslow tentang hierarki kebutuhan individu yaitu :
ü  Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perumahan dan seksual. Kebutuhan ini paling mendasar bagi manusia. Dalam bekerja, maka kebutuhan karyawan yang harus dipenuhi adalah gaji / upah yang layak.
ü  Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman bahaya dan lingkungan kerja. Dalam bekerja, karyawan memerlukan tunjangan kesehatan, asuransi dan dana pensiun.
ü  Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan diterima dalam kelompok dan saling mencintai. Dalam hubungan ini, karyawan ingin diterima keberadaanya di tempat kerja, melakukan interaksi kerja yang baik dan harmonis.
ü  Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. Dalam hubungan ini, karyawan butuh penghargaan dan pengakuan serta tidak diperlakukan sewenang-wenang.
ü  Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi. Dalam hubungan ini, karyawan perlu kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara pribadi.

b. Teknik Komunikasi Persuasif
    Teknik komunikasi persuasif adalah satu teknik memotivasi kerja yang dilakukan dengan cara mempengaruhi dari luar diri. Rumus teknik komunikasi persuasif adalah adidas sebagai berikut :
 ttention, yaitu perhatian yang penuh
 esire, yaitu hasrat dan keinginan yang membara
 interest, yaitu minat dan kepentingan
 D esicion, yaitu keputusan yang tepat
 A ction, yaitu tindakan nyata
 S atisfaction, yaitu kepuasan atas hasil yang dicapai

3.      Teori-teori motivasi
            Secara garis besar, teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory).Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1.Durasi kegiatan
2.Frekuensi kegiatan
3.Persistensi pada kegiatan
4.Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6.Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan
8.Arah sikap terhadap sasaran kegiatan
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
Ø  Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
            Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Ø  Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1.Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
3.Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
4.Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
5.Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu
Ø  Teori Keadilan
            Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat  kerja seseorang, jadi perusahaan harus bertindak adil terhadap setiap karyawannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku karyawan harus dilakukan secara obyektif. Teori ini melihat perbandingan seseorang dengan orang lain sebagai referensi berdasarkan input dan juga hasil atau kontribusi masing-masing karyawan (Robbins, 2007).


Ø  Teori X dan Y
            Douglas McGregor mengemukakan pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negative disebut teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif disebut teori Y (Robbins, 2007).
           McGregor menyimpulkan bahwa  pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ø  Teori dua Faktor Herzberg
            Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg dengan asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bias sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan. (Robbins, 2007).
            Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari  ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi :
1.Upah
2.Kondisi kerja
3.Keamanan kerja
4.Status
5.Prosedur perusahaan
6.Mutu penyeliaan
7.Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan.
        Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Faktor Intrinsik meliputi :
1.Pencapaian prestasi
2.Pengakuan
3.Tanggung Jawab
4.Kemajuan
5.Pekerjaan itu sendiri
6.Kemungkinan berkembang.
            Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
Ø  Teori Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu (Robbins, 2007) :
a.Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan untuk berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha keras untuk berhasil.
b.Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
c.Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
Apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
a.Persepsi seseorang mengenai diri sendiri
b.Harga diri
c.Harapan pribadi
d.Kebutuhaan
e.Keinginan
f.Kepuasan kerja
g.Prestasi kerja yang dihasilkan.
    Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
a.Jenis dan sifat pekerjaan
b.Kelompok kerja dimana seseorang bergabung
c.Organisasi tempat bekerja
d.Situasi lingkungan pada umumnya
e.Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.



Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor-faktor dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia. Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivas
Tiga kategori motif
1. Motif Primer:
ü  Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses belajar
ü  Faali/psikologis
ü  Kebutuhan untuk makan & minum
2. Motif Umum:
ü  Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses belajar
ü  idak berhubungan dengan proses faali tubuh manusia
ü  Kebutuhan kasih sayang, rasa ingin tahu & diperhatikan.
3. Motif Sekunder:
ü  Tumbuh sebagai hasil proses belajar
ü  Tidak berhubungan dengan proses faali
ü  Kebutuhan berprestasi & berkuasa
          Kata motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu. Tidak bisa dipungkiri, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat).
4.      teori-teori proses motivasi kerja
     Proses yang terjadi dalam pikiran seseorang yang pada akhirnya membuat orang menampilkan tingkah laku. Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :


1. Teori Keadilan/Equity Theory (S. Adams)
     Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
  • Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar
  • Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
            Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
  • Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
  • Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
  • Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
  • Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
2. Teori Harapan/ Expectancy Theory (Victor Vroom)
     Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
  • Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
  • Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
  • Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
      Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
       1. Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
      2. Hasil tersebut punya nilai positif baginya
     3. Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
      Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
3. Teori penetapan tujuan/Goal Setting Theory (Edwin Locke)
     Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
            Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
  1. Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
  2. Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
  3. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
4. Reinforcement Theory (B.F. Skinner)
  • Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”
  • Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
           Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
 Penerapan Motivasi dalam Organisasi
     Para pegawai yang termotivasi adalah mereka yang mengetahui bahwa pekerjaan yang dilakukan membantu mereka mencapai tujuan mereka yang penting. Empat pola motivasi yang sangat penting:
1. Motivasi Prestasi (achievement motivation)
     adalah dorongan dalam diri individu untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Sejumlah karakteristik menunjukan para pegawai yang berorientasi prestasi. Mereka bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat sedikit resiko gagal, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik tentang prestasi diwaktu lalu.
2. Motivasi Afiliasi (affiliation motivation)
     adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. Perbandingan antara pegawai yang bermotivasi karena berprestasi dengan pegawai yang bermotivasi karena afiliasi menggambarkan bagaimana kedua pola itu mempengaruhi perilaku. Orang-orang yang bermotivasi prestasi bekerja lebih keras apabila penyelia mereka menyediakan penilaian rinci tentang perilaku kerja mereka, sedangkan orang-orang yang bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji karena sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan.
3. Motivasi Kompetensi (competence motivation)
     adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterlampilan pemecahan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Orang-orang yang bermotivasi kompetensi juga mengharapkan adanya hasil yang berkualitas tinggi dari rekan mereka dan mungkin terasa tidak sabar apabila orang-prang yang bekerja dengan mereka tidak melakukan pekerjaan dengan hasil yang baik.
4. Motivasi Kekuasaan (power motivation)
     adalah dorongan untuk mempengaruhi orang-orang, mengubah situasi dan cenderung bertingkah laku otoriter. Orang-orang yang bermotivasi kekuasaan merupakan manajer yang istimewa apabila dorongan itu lebih tertuju pada kekuasaan pribadi. Kekuasaan lembaga adalah kebutuhan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang demi kebaikan organisasi secara keseluruhan


 Motivasi dan Kinerja
     Jenius adalah 10% inspirasi dan 90% keringat (Einstein). Pernyataan ini mengandung arti pentingnya kerja keras untuk mencapai sukses. Faktanya, ada individu atau seseorang yang berkemampuan lebih rendah bisa mengalahkan rekan-rekannya yang berbakat dan berkemampuan lebih. Karena itu, kinerja individu dalam bekerja tidak hanya tergantung pada kemampuannya saja tetapi juga pada motivasinya untuk bekerja keras.
     Motivasi dapat dikatakan sebagai “Keinginan untuk melakukan sesuatu karena adanya dorongan dan tekanan akibat dari kebutuhan yang tidak terpuaskan”. Proses motivasi berawal dari adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga menciptakan ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan dalam diri seseorang. Dorongan-dorongan ini menimbulkan upaya pencarian guna memenuhi atau memuaskan kebutuhan, pada akhirnya tekanan yang dirasakan menurun. Pada saat tekanan menurun, maka motivasi juga menurun. Karena itu, tekanan-tekanan yang proporsional harus dilakukan secara kontinyu agar dorongan untuk bertindak selalu hidup dalam diri seseoran.
     Secara individual, upaya motivasi bisa dilakuan melalui upaya-upaya mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri. Namun, ada kalanya kesadaran untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri seseorang, karena itu diperlukan motivasi eksternal yang bisa berasal dari atasan, keluarga, rekan sejawat, guru dan lainnya. Teori motivasi dipengaruhi oleh budaya dimana seseorang bertempat tinggal dan berinteraksi. Karena itu, dalam sebuah organisasi atau perusahaan perlukan adanya penciptaan budaya kerja yang bersifat universal, bisa diterima dan dijalankan oleh anggota organisasi atau karyawan. Ada kalanya beberapa organisasi atau perusahaan menciptakan budaya kerja yang benar-benar baru, dan ada pula yang mengadopsi budaya yang sudah ada dalam masyarakat yang di sesuaikan dengan tujuan dan kebijakan organisasi atau perusahaan.
C.  KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
        Kepemimpinan dalam organisasi mencakup segala aspek yang sudah dijelaskan tadi, didalamnya terdapat peran dari pemimpin dan sikap kepemimpinan yang harus dimiliki untuk mengatur organisasi tersebut, kepemimpinan tentu saja sangat penting bagi jalannya organisasi karena jika sebuah organisasi berjalan tanpa adanya unsure kepemimpinan yang baik dari anggotanya juga dari pemimpin organisasinya, maka setiap masalah yang muncul dalam berjalannya organisasi tersebut akan sulit untuk diselesaikan secara cepat dan efisien, yang mengakibatkan tujuan adanya organisasi tersebut terhambat dan kepuasan dari tercapainya tujuan tersebut persentasenya sangatlah rendah.
Karakteristik pemimpin sukses terdiri dari :
·         Cerdas
·         Terampil secara konseptual
·         Kreatif
·         Diplomatis dan taktis
·         Lancar berbicara
·         Memiliki pengetahuan ttg tugas kelompok
·         Persuasive
·         Memiliki keterampilan sosial

         Sedangkan Robins (1996) mengatakan bahwa teori ini adalah teori yang mencari ciri-ciri kepribadian sosial, fisik atau intelektual yang membedakan pemimpin dan yang bukan pemimpin.
Gaya Kepemimpinan
       Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang digunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt)
2. Gaya Kepemimpinan Managerial Grid (Robert R Blake dan Jane S Mouton)
3. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi dari Reddin
4.    Gaya Kepemimpinan Empat Sistem Manajemen dari Likert

Kepemimpinan Pancasila
          Kepemimpinan Pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila. Semangat kepemimpinan pancasila itu dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri demokratis, rasional, kritis, efisien-efektif, dan berdisiplin tinggi.

Kepemimpinan Situasional
          Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut ini:
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan
2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
           Penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahannya saja. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Karena bukan saja pengikut sebagai individu bias menerima atau menolak pemimpinnya, tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
          tipe gaya dan perilaku pemimpin
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
          Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
          Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
          Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
        Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :
1. Gaya Kepemimpinan Karismatis
2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
3. Gaya Kepemimpinan Otoriter
4. Gaya Kepemimpinan Moralis

        
Kepemimpinan muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksai otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan bisa berfungsi atas dasar, kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan menggerakan orang-orang guna melakukan sesuatu, demi pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan menurut Walter Nord pengertian kekuasaan itu merupakan suatu kemampuan mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya (Miftah Thoha, 1995). 

Kepemimpinan mempunyai beberapa asas-asas adalah sebagai berikut :
1. Kemanusian, mengutamakan sifat-sifat kemanusian, yaitu pembimbingan manusia oleh manusia untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu demi tujuan-tujuan human
2. Efisiensi, efisiensi teknis maupun social, berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber materi dan jumlah manusia adanya prinsip penghematan adanya nilai-nilai ekonomis serta asas-asas manajemen modern.
3. Kesejahteraan dan kebahagian yang merata, menuju pada taraf kehidupan yang lebih tinggi.

Adapun 4 gaya kepemimpinan dasar, yaitu:
1. Kekompakan tinggi dan kerja rendah gaya kepemimpinan ini berusaha menjaga hubungan baik,keakraban dan kekompakan kelompok,tetapi kurang memperhatikan unsur tercapainya unsure tujuan kelompok atau penyelesaian tugas bersama. Inilah gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social. Rekreatif,yang sebagian besar ditujukan untuk hubungan antar anggota. Namun gaya ini dapat cocok dan tepat untuk kelompok yang diwaktu lampau pernah berkembang baik dan efektih, tetapi menghadapi masalah atau situasi yang memacetkan atau melenyapkan semangat anggota. Gaya kepemimpinan ini baik untuk mempengaruhi semangat kelompok dan memotivasi mereka. Gaya kepemimpinan baik juga buat kelompok yang di waktu lampau kurang mempengaruhi pribadi para anggotanya dan terlalu sibuk dengan urusan menyelesaikan masalah atau situasi yang menekan, demi tercapainya tujuan bersama.
2. Kerja tinggi dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang menekankan penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan ini menampilkan gaya kepemimpinan yang directif. Gaya kepemimpin ini tepat digunakan dalam persaingan dagang yang ketat serta dalam militer.
3. Kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Gaya kepemimpin yang mengutamakan kerja dan kekompakan tinggi baik digunakan dalam pembentukan kelompok. Pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas. Tujuan yang sebaiknya dicapai adalah membantu kelompok menjadi kelompok yang matang, yang mampu menjalankan kedua tugas kepemimpinan diatas. Gaya kepemimpin ini menjadi tidak cocok dipakai jika tugas dan kekompakan kelompok telah diselesaikan anggota kelompok dengan baik.
4. Kerja rendah dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang kurang menekankan penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok cocok buat kelompok yang telah jelas sasaran dan tujuannya. Gaya kepemimpinan ini merupakan gaya kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang sudah jadi. Gaya kepemimpina ini tidak cocok digunakan kelompok ytang belum jadi. Gaya kepemimpinan ini lemah dan tidak akan menghasilkan apapun.

1. Pentingnya Kepemimpinan Dalam Organisasi
     Pengertian Kepemimpinan dalam Organisasi
     Kepemimpinan berasal dari kata bahasa inggris, yaitu leadership. Menurut Tikno Lensufie, Kepemimpinan memiliki arti luas, meliputi ilmu tentang kepemimpinan, teknik kepemimpinan, seni memimpin, ciri kepemimpinan, serta sejarah kepemimpinan. Kepemimpinan bukan berarti memimpin orang untuk sesaat (insidental) seperti memimpin upacara bendera, memimpin paduan suara dan sebagainya. Tapi kepemimpinan lebih kepada seseorang yang memimpin suatu organisasi atau institusi.
     Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dalam organisasi dapat berperan dengan baik, antara lain yaitu :
1.  Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan.
2.   Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang.
3.   Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi.
4.   Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan dan perkembangan.
5.   Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.
    Pentingnya Kepemimpinan dalam Sebuah Organisasi
      Dalam sebuah bisnis untuk menjadi sukses, memerlukan manajemen yang baik yang hanya dapat disampaikan oleh manajer berpengalaman yang baik. Namun, dalam dunia yang penuh persaingan pada saat ini, keterampilan manajemen dasar tidak cukup untuk meraih sebuah keberhasilan, diperlukan lebih dari hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan Leadership Skill. Keterampilan kepemimpinan (Leadership Skill) yang baik dan efektif sangat penting untuk membangun, mendorong dan mempromosikan budaya dalam perusahaan yang kuat dan akhirnya mencapai kesuksesan. Sering kali, manajer disalahpahami untuk menjadi pemimpin yang, sebenarnya, adalah tidak benar. Seorang pemimpin dapat merupakan manajer, sedangkan tidak semua manajer memiliki jiwa pemimpin. Dengan demikian, keterampilan kepemimpinan diperlukan untuk memaksimalkan efisiensi dan mencapai tujuan organisasi.
   Ada 2 sebab mengapa seseorang menjadi seorang pemimpin, antara lain yaitu :
1.  Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
2.   Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Pentingnya Sebuah Kepemimpinan yang Efektif
  Produktivitas
      Inti dari suatu organisasi adalah dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan non-manusia yang tersedia untuk menghasilkan kinerja yang efisien dan efektif. Ini hanya dapat dicapai dengan mengalikan kemampuan dengan kemauan. Dalam hal ini peran seorang pemimpin adalah meningkatkan produktivitas karyawan dengan menaikkan kemauan untuk bekerja keras dan berkontribusi secara efisiensi.
  Kepuasan Kerja
      Menyediakan insentif dan kondisi kerja yang lebih baik meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Namun, ini kepuasan kerja sangat tergantung pada perilaku pemimpin terhadap karyawan mereka. Jadi, pemimpin harus memastikan bahwa mereka mengungkapkan perilaku yang dapat diterima oleh bawahan.
  Kerjasama kelompok
      Seorang pemimpin memastikan bahwa karyawan melaksanakan pekerjaan masing-masing dengan baik dan saling percaya untuk kemajuan organisasi. Dia mendorong mereka untuk bekerja dengan cara yang ramah dan dengan kerjasama satu sama lain, menekankan pada pencapaian tujuan perusahaan/organisasi.
  Kegiatan yang Terorganisir
      Sering kali, lingkungan organisasi diisi dengan kekacauan dan bentrokan terutama karena tidak adanya seorang manajer atau pemimpin. Jadi, seorang pemimpin memastikan bahwa kegiatan organisasi didelegasikan secara merata dan adil antara karyawan, sehingga mengurangi kemungkinan konflik di antara mereka.
  Semangat Karyawan
      Kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk mendapatkan semangat kerja karyawan yang tinggi. Seorang pemimpin yang baik memberikan hak untuk masing-masing kelompok di bawahnya dalam hal pemikiran dan sikap, sehingga mengembangkan hubungan manusia yang lebih baik. Selanjutnya, interaksi yang sangat baik yang difasilitasi antara anggota-anggota kelompok dengan menjaga disiplin dan kontrol pada bawahan.
 Koordinasi
     Seorang pemimpin melakukan peran mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Hal ini, pada gilirannya, mengikat kesamaan dari kedua kepentingan. Dengan menjaga informasi tentang kerja setiap karyawan, pemimpin menyimpan informasi yang diperlukan dari seluruh kelompok, untuk mengambil sebuah keputusan umum dalam rangka mengkoordinasi upaya secara keseluruhan.
 Bagaimana cara membangun kepercayaan terhadap kepemimpinan
      Tugas dasar seorang pemimpin adalah untuk memahami dan menangani situasi karyawan dan bawahan. Jadi, dengan memotivasi dan mendorong mereka untuk bekerja lebih keras, pemimpin berhasil menciptakan kepercayaan pada mereka untuk mencapai pekerjaan organisasi secara efektif dan efisien. Pemimpin yang efektif diperlukan untuk mengidentifikasi kemampuan karyawan serta mendukung mereka dengan semua cara yang memungkinkan.
    Berikut cara membangun kepercayaan dalam kempemimpinan berogranisasi :
1. Organisasi harus memiliki visi yang jelas serta menekankan pentingnya kontribusikaryawan dalam mencapainya. Berkaitan dengan nilai-nilai, kepercayaan hanya akan tumbuh jika pemimpin konsisten mengikuti dan mendukung nilai-nilai organisasi. Ia harus menjadi teladan bagi seluruh karyawan.
2. Lingkungan kerja berkontribusi signifikan bagi terbentuknya persepsi karyawan terhadap pimpinan dan juga persepsi tentang sejauh mana kepedulian organisasi terhadap karyawan. Lingkungan kerja yang tidak nyaman sudah tentu menimbulkan ketidakpercayaan.
3. Pemimpin harus memiliki bakat, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan gaya yang sesuai. Dengan kata lain, pemimpin harus benar-benar memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Berikutnya adalah kesediaan memikul tanggung jawab sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam organisasi.
4.  Pemimpin harus bisa menjadi sandaran bagi para pengikutnya tatkala mereka merasa lelah, cemas, frustrasi, dan kehilangan motivasi. Menghadapi kondisi pengikut yang demikian, dibutuhkan pemimpin yang mampu berperan sebagai motivator yang mampu membangkitkan kembali semangat para pengikut.
5.  Mereka harus benar-benar peduli pada etika dan moral, memiliki pendirian yang teguh, selalu berusaha menepati janji, dan berkomitmen penuh bagi kemajuan organisasi dan kesejahteraan anggotanya. Ingatlah orang akan lebih peduli pada apa yang dikerjakan ketimbang apa yang dikatakan.
        Dalam sebuah organisasi, manfaat kepercayaan diantaranya adalah terciptanya iklim saling berbagi informasi dan kolaborasi. Di tengah-tengah perubahan dan ketidakpastian, kepercayaan menjadi landasan bagi kukuhnya kepemimpinan. Manfaat lain dari adanya rasa saling percaya adalah pertumbuhan organisasi yang lebih cepat; meningkatnya kepercayaan pelanggan dan masyarakat; berkembangnya iklim transparansi; mendorong inovasi; terwujudnya keselarasan antara sistem dan struktur organisasi; mempertinggi loyalitas karyawan; eksekusi strategi yang lebih efektif; dan pemanfaatan seluruh sumber daya organisasi dengan lebih efektif dan efisien. Jadi jelaslah bahwa kepercayaan adalah aset tidak berwujud (intangible asset) yang sangat berharga bagi organisasi.
       Meski penting, namun nyatanya menumbuhkembangkan, mempertahankan, dan memulihkan kepercayaan jelas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang pertama-tama harus diingat adalah bahwa membangun kepercayaan dalam organisasi menjadi tugas dan tanggung jawab pemimpin. Akibat tidak adanya kepercayaan, produktivitas melemah, peluang-peluang pengembangan dan perbaikan terlewatkan, dan kinerja merosot.
Komponen – komponen Kempemimpinan dalam Organisasi
       Seperti disebutkan diatas, pemimpin adalah orang yang mampu menggerakkan pengikut. Artinya, pemimpin tidak berdiri dan bekerja sendiri, tetapi membutuhkan hal-hal lain yang masuk dalam komponen kepemimpinan:
1.  Pemimpin, yaitu orang yang mampu menggerakkan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus mempunyai visi, spirit, karakter, integritas, dan kapabilitas yang tinggi.
2.   Kemampuan menggerakkan, yaitu bagaimana pemimpin menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan organisasi
3.   Pengikut, yaitu orang-orang yang berada dibawah otoritas atau jabatan seorang pemimpin.
4.   Tujuan yang baik, yaitu apa yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut.
5.   Organisasi, yaitu wadah atau tempat kepemimpinan berada.

 

2.Teori-Teori Kepemimpinan

      Kepemimpinan muncul bersamaan dengan peradaban manusia sejak zaman dahulu dimana orang-orang berkumpul bersama dan bekerja bersama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya. Sejak itulah terjadinya kerjasama antar  manusia di dunia dan munculnya unsur kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
     Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1998) semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi kepemimpinan yang efektif.
       Seorang pemimpin harus bisa memadukan unsur-unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri-ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin ada dua macam, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Dimana pemimpin formal harus memiliki kekuasaan dan kekuatan formal yang ditentukan oleh organisasi, sedangkan pemimpin informal walaupun tidak memiliki legitimasi kekuatan dan kekuatan resmi namun harus memiliki kemampuan mempengaruhi yang besar yang disebabkan oleh kekuatan pribadinya. Oleh karena itu, dalam proses kepemimpinan telah muncul beberapa teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu ke dalam berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap teori menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi. Banyak penelitian manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang sempurna. Hal ini menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya. Dalam teori kepemimpinan ada beberapa macam teori, diantaranya Great Man Theory, teori sifat, perilaku, kepemimpinan situasional dan kharismatik.
      Saat ini masih banyak penelitian dan diskusi yang dilakukan untuk mencari penjelasan atas esensi dari kepemimpinan. Awalnya, teori-teori kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut.
1.      Great Man Theory
      Teori ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader are born, not made). dan dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang pemimpin di berbagai macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat dikatakan orang yang sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin besar. Senada dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanpun juga. James (1980), menyatakan bahwa setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
       Teori kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencangkup studi pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar turun-temurun. Sangat sedikit orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Teori great man didasarkan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan, maka munculah seorang manusia yang luar biasa dan memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar. Bahkan para peneliti adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk nama teori tersebut “great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang disebut orang besar adalah atibut tertentu yang melekat pada diri pemimpin atau sifat personal, yang membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.
         Teori ini secara garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar dengan pengaruh individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan atau dalam bidang politik tentang pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap sejarah. Pada teori ini sabagian besar bersandar pada pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Thomas Charly di abad 19 yang penah menyatakan bahwa sejarah dunia tidak melainkan sejarah hidup orang-orang besar. Menurutnya, seorang pemimpin besar akan lahir saat dibutuhkan sehingga para pemimpin ini tidak bisa diciptakan.
2.      Teori Sifat
     Teori sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat atau ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten yang membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh Cecil A. Gibb (1969) bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi, lebih cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan pemimpin. Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari mereka tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak menjadi seorang pemimpin, barangkali orang ini berbeda terlalu jauh dengan kelompoknya. Pada teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Selain itu, juga menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain. Seorang pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia memiliki sifat sifat-sifat seperti berani bersaing, percaya diri, bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, intelegensi tinggi, hubungan interpersonal baik, dan lain sebagainya. Menurut Judith R. Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter, seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human relations, motivasi instrinsik dan dorongan untuk maju (achievement drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (1994:75-76), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki ciri-ciri ideal diantaranya :
1.      Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
2.      Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
3.      Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik dan berkkomunikasi secara efektif.
         Menurut Ronggowarsito, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki Hastabrata, yaitu delapan sifat unggul seorang pemimpin yang dikaitkan dengan sifat-sifat alam diantaranya :
1.      Bagaikan surya
     Menerangi dunia, memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang, arif, jujur, adil, dan rajin bekerja sehingga negara aman sentausa.
2.      Bagaiakan candra atau rembulan
      Memberikan cahaya penerangan keteduhan pada hati yang tengah dalam kesulitan, bersifat melindungi sehingga setiap orang dapat tekun menjalankan tugasnya masing-masing dan memberi ketenangan.
3.      Bagaikan kartika atau bintang
      Menjadi pusat pandangan sebagai sumber kesusilaan, menjadi kiblat ketauladanan dan  menjadi sumber pedoman.
4.      Bagaikan  meja atau awan
      Menciptakan kewibawaan, mengayomi meneduhi sehingga semua tindakan menimbulkan ketaatan.
5.      Bagaikan bumi
Teguh, kokoh pendiriannya dan bersahaja dalam ucapannya.
6.      Bagaikan samudra
Luas pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seia sekata.
7.      Bagaikan hagni atau api
Adil, menghukum tanpa memandang bulu, yang salah menjalankan hukuman dan yang baik mendapat pahala.
8.      Bagaikan bayu atau angin
Adil, jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu.
       Dari penjelasan diatas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup karakter bawaan dan karakter yang diperoleh kemudian dikembangkan pada kemudian.
Adapun kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat diantaranya :
1.      Terlampau banyak sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin
2.      Mengabaikan unsur Follower dan Situasi serta pengaruhnya terhadap efektivitas pemimpin
3.      Tidak semua ciri cocok  untuk segala situasi
4.      Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
       Untuk menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli dengan  harapan dapat ditemukan model kepemimpinan yang baik atau efektif. Namun kesimpulan dari hasil studi, ternyata tidak ada satu model tunggal yang memenuhi harapan. Dalam kaitannya dengan ciri-ciri pemimpin, J. Slikboer menyatakan bahwa setiap pemimpin hendaknya memiliki tiga sifat, yaitu sifat dalam bidang intelektual, berkaitan dengan watak, dan berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain yang berbeda dikemukakan oleh Ruslan Abdulgani (1958) bahwa soerang pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani dan jasmani.
3.        Teori Perilaku
     Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
      Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :
1.      Konsiderasi dan struktur inisiasi
     Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.
2.     Berorientasi kepada bawahan dan produksi
      Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
      Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tuags dan terhadap bawahan atau hubungan kerja. JAF.Stoner, 1978:442-443 mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
      Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nikai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.
1.  Kepemimpinan Situasional
     Teori Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.
Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan situasi tertentu. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model kepemimpinan diantaranya :
2.    Model kontinuum Otokratik-Demokratik
          Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol disini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

3.      Model Interaksi Atasan-Bawahan
          Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila:
·         Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik
·         Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi
·         Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat

4.      Model Situasional
          Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpina yang dapat digunakan adalah :
·         Memberitahukan
·         Menjual
Mengajak bawahan berperan serta
·         Melakukan pendelegasian

5.      Model Jalan-Tujuan
          Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
6.      Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
         Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menetukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
        Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang :
1.      Kemampuan Manajerial
    Kemampuan ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efktivitas kepemimpinan seseorang. Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penilaian terhadap “reward” yang disediakan oleh perusahaan.
2.    Karakteristik Pekerjaan
    Merupakan unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi efektivitas seorang pemimpin.
3.      Karakteristik Organisasi
     Budaya korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang manajer. Juga bila didalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
4.      Karakteristik Pekerja
     Dalam karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
     Keberhasilan seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagan (1994:129) adalah :
1.      Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
2.      Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
3.      Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
4.      Norma yang dianut kelompok
5.      Rentang kendali
6.      Ancaman dari luar organisasi
7.      Tingkat stress
8.      Iklim yang terdapat dalam organisasi.
9.      Kepemimpinan Kharismatik
       Dalam teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supernatural dan kekuatan yang luar biasa.  Dimana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya.  Seorang pemimpin dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kharisma berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “berkat yang terinspirasi secara agung” atau ”pemberian tuhan”. Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan. Para  pemimpim akan lebih dipandang sebagai kharismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi komponen penting dari kharismatik dan pengikut akan lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi. Menurut Weber (1947), kharismatik terjadi saat terdapat sebuah krisis social, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat terlihat, dapat dicapai dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
       Konsep kharismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik yaitu :
1.      Adanya seseorang yang memiliki bakat luar baisa
2.      Adanya  krisis sosial
3.      Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis trsebut
4.      Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta
5.      Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
        House (1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin kharismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, merasa disayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi.
Kharismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi :
1.      Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi.
2.      Mereka lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
3.      Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan, kemudian diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
4.      Mereka berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin.
5.      Otoritas untuk membuat keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat berbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
6.      Keputuasan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.

    Kharismatik positif memiliki orientasi kekuasaan sosial :
1.      Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi.
2.      Mereka tidak berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada ideologi.
3.      Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan, dan
4.      Penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
5.      Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
       Beberapa teori-teori membahas mengenai bagaimana kharisma seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh kharisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang mempengharuhi proses pengaruh kharismatik seorang pemimpin yaitu :
a.         Identifikasi Pribadi (personal identification)
      Identifikasi pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang dyadic yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang berkuasa.
b.      Identifikasi Sosial (social identification)
      Identifikasi sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin kharismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin kharismatik dapat meningkatkan identifikasi sosila dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang lainnya.
c.       Internalisasi (internalization)
     Para pemimpin kharismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin kharismatik untuk meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin kharismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroic dan secara moral benar. Para pemimpin kharismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada sasaran-sasaran objektif.
d.      Kemampuan diri sendiri (self-efficacy)
     Efikasi diri sendiri  merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok jika mereka bersama-sama dan mereka menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin kharismatik meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif akan berhasil.







BAB III
PENUTUP

Kesimpulan      
       Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Dalam suatu penerapan perilaku organisasi, pembahasan tentang motivasi dalam organisasi memang sangat penting dalam kajian perilaku organisasi. Karena setiap personil atau pegawai pasti memerlukan suatu motivasi baik dari dalam diri maupun dari orang lain, untuk itu apabila seseorang sudah terdorong atau termotivasi maka kinerja seseorang itu akan meningkat sehingga akan mempercepat proses penyelesaian tugasnya dalam bekerja. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik diperlukan apabila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai pelajar.
       Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang menjadi panutan interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Dalam suatu kepemimpinan tentu menganut beberapa teori yang mendasarinya, diantaranya Great Man theory, teori sifat, teori perilaku, kepemimpinan situasional dan kepemimpinan kharismatik.







DAFTAR PUSTAKA

            http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/organization-           development/membangun-kepercayaan
http://www.jpnn.com/read/2014/03/28/224911/Kasus-Bus-Karatan,-Jokowi-Ahok-Harus-  Berani-
Fatah, Nanang. 2009. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,        Bandung.
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Hasanah, Uswatun. 2012. “Teori Kepemimpinan”

Komentar